Borok Hakim Kasus Vina Dibongkar,Percaya Penyidik dan Abaikan Hadi Cs saat Tarik BAP di Sidang 2017
TRIBUNJAKARTA.COM - Borok hakim ketua Suharno, hakim anggota Lis Susilowati dan Ria Helpina yang sidangkan kasus Vina Cirebon pada 2017 silam dibongkar lagi.
Mereka ini majelis hakim yang mengadili perkara dengan terdakwa Hadi Saputra alias Bolang, Eka Sandy alias Tiwul, Jaya alias Kliwon, Supriyanto alias Kasdul, dan Sudirman.
Komposisi majelis hakim yang mengadili Hadi Cs juga yang mengadili kasus Vina dengan terdakwa Rivaldi Aditya Wardana alias Ucil dan Eko Ramadhani alias Kosim.
Sementara Saka Tatal karena saat itu berstatus anak berhadapan dengan hukum, berkas dakwaannya terpisah. Hakim ketua yang sidangkan Saka Tatal adalah Etik Purwaningsih dengan hakim anggota Suharyanti dan Inna Herlina.
Majelis hakim Hadi Cs disebut-sebut begitu saja percaya penyidik kepolisian hingga lengah dan tak menanggapi Hadi Cs ketika menarik BAP karena ada intimidasi saat penyidikan.
Reza Indragiri Amriel, pakar psikologi forensik, mencium Hadi Cs sejak menjadi tersangka memberikan keterangan palsu alias kebohongan.
"Mari kita pahami dulu makna kebohongan itu apa. Kebohongan adalah ketika terjadi kesenjangan antara pernyataan dan kenyataan," ucap Reza dalam obrolan di YouTube Kang Dedi Mulyadi yang tayang pada Jumat (21/6/2024).
Dalam kasus ini, Reza menjelaskan Hadi Cs kala itu berbohong karena tekanan penyidik. Sehingga keterangan bohongnya direkam dan menjadi berita acara pemeriksaan.
Di muka persidangan yang berlangsung pada 2017 silam, ketika tak lagi tertekan, Hadi Cs berbondong-bondong mencabut BAP penyidikan karena bertolak belakangan dengan kenyataan.
"Jadi, terdakwa (Hadi Cs, red) mencabut keterangan mereka di BAP. Tapi hakim mengabaikan itu," ungkap Reza setelah mempelajari data persidangan.
Lalu di mana lengahnya majelis hakim? Reza menyayangkan karena hakim menganggap angin lalu Hadi Cs saat cabut BAP di persidangan. Hakim tak mengejar apa alasan Hadi Cs kala itu.
Dari sudut pandangan psikologi forensi, kata Reza, mereka yang diperiksa dengan cara-cara intimidatif oleh penegak hukum, akan bersuara di kemudian hari dalam kondisi sudah aman.
Itulah yang tergambarkan dari Hadi Cs yang mencabut BAP di sidang. Dalam poin ini jika hakimnya cerdas maka akan menggali latarbelakang pencabutan itu.
"Hakim harusnya bertanya, kenapa kamu cabut? Itulah kesempatan bagi hakim yang punya otoritas peradilan, katakanlah memberikan perlindungan kepada terdakwa," kata Reza
Ia meneruskan, "Sekali lagi, (terdakwa, red) sudah diperkirakan mengalami intimidasi oleh penyidik."
Reza mencontohkan ada majelis hakimnya top markotop saat menyidangkan perkara Jatiwaringin. Di mana terdakwa saat masih penyidikan diintimidasi para penyidik.
Di sidang, terdakwa yang berani ini mencabut BAP dan tegas menyebut nama penyidik yang sudah mengintimidasi secara fisik.
Hakimnya responsif, lalu memerintahkan jaksa penuntut umum untuk menghadirkan penyidik-penyidik yang disebut terdakwa di persidangan.
"Dalam perkara Jatiwaringin (penyidik yang intimidatif, red) disebut dan diingat oleh terdakwa. Mungkin dendam segala macam. Dia ingat terus namanya (penyidik, red)," beber Reza
Tapi akhirnya penyidik yang dimaksud terdakwa sudah melakukan penganiayaan tidak jadi datang ke persidangan. Kelakuan penyidik demikian dianggap majelis hakim sebagai contempt of court atau penghinaan terhadap lembaga peradilan. Sungguh disayangkan, sekelas penegak hukum jadi pelaku contempt of court.
Kata Reza, hebatnya majelis hakim dalam putusan perkara Jatiwaringin mencantumkan nama penyidik dan perbuatannya yang intimidatif terhadap terdakwa.
"Perkara ini harusnya jadi PR bagi kepolisian, lah. Karena di dalam putusan (penyidik red) disebut telah melakukan penganiayaan," kata dia.
Bedanya dengan perkara Jatiwaringin, dalam sidang Vina Cirebon para terdakwanya baru sebatas mencabut keterangan di BAP tanpa satupun menyebut penyidik yang mengintimidasinya.
"Dan hakim, mohon maaf, tidak begitu responsif dengan bertanya kenapa kalian cabut? Hakim kemudian hanya memilih memakai BAP (penyidikan, red) saja. Tanpa cermat lebih jauh terhadap berkas-berkas terkait lainnya," beber Reza.
Putri Maya Rumanti, kuasa hukum keluarga Vina, pernah menyebut peradilan kasus Vina di tahun 2017 silam merupakan peradilan sesat karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
"Kami melihat ini peradilan sesat, peradilan sesat kalau ini benar terbukti Saka dan 7 terpidana lainnya bukan pelakunya," ujar Putri dalam Catatan Demokrasi di TV One yang tayang pada Selasa (4/6/2024).
Iptu Rudiana Buat Laporan Palsu?
Sedikit flashback, Reza mengingatkan kasus Vina Cirebon didasari pada laporan polisi di mana yang melaporkan adalah Iptu Rudiana, ayah Eky yang tak lain pacar Vina.
Dua poin laporan Iptu Rudiana yang membuat Reza tercengang adalah, pertama bahwa korban Vina dan Eky ditusuk. Poin kedua, korban Vina dan Eky tewas di tempat kejadian perkara.
Berdasarkan pembuktian ilmiah, hasil autopsi dan pemeriksaan dokter forensik, menyimpulkan tidak ada trauma tajam di tubuh Eky, yang ada trauma tumpul.
Menurut Reza, dua poin laporan Iptu Rudiana soal korban Vina dan Eky bertolakbelakang dengan bukti ilmiah hasil autopsi dan dokter forensik.
"Dalam mindsetnya Rudiana, jelas pembunuhan. Karena kedua korban ditusuk dan kedua korban meninggal di TKP. Berarti meninggal akibat penusukan, terjadi pembunuhan," beber Reza.
Memang, korban Vina mengalami trauma tajam. Tapi luka itu terjadi di punggung telapak tangan dan daerah pipi, artinya bisa jadi akibat kecelakaan.
Berdasarkan bukti pemeriksaan dokter umum dan forensik, trauma tajam di tubuh Vina bukan karena penusukan.
"Bagi saya, Iptu Rudiana patut diduga telah membuat laporan palsu. Karena patut diduga membuat laporan palsu, maka itu pidana. Kan sederhana, bandingkan saja dengan hasil autopsi, mana penusukannya? Kan tidak ada. Berarti laporan palsu," katanya lagi.
Merujuk Pasal 220 KUHP berbunyi, "barangsiapa yang memberitahukan atau mengadukan bahwa ada terjadi sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, sedang ia tahu bahwa perbuatan itu sebenarnya tidak ada, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan."
Reza kemudian mengingatkan kembali ingatan publik soal runtutan peristiwa kasus Vina. Bahwa, autopsi dokter terhadap jasad Vina dan Eky, begitu juga dengan pemeriksaan forensik, berlangsung setelah Iptu Rudiana buat laporan polisi.
Menurut Reza, ketika pertanyaan apakah Vina dan Eky dibunuh atau kecelakaan belum terjawab,, Iptu Rudiana diduga sudah lakukan pidana dengan membuat laporan palsu. Karena dua poin laporannya bertentangan dengan hasil autopsi dokter dan pemeriksaan forensik.
Memang, Iptu Rudiana sudah diperiksa Propam dan diawasi Itwasum. Tempo hari Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam konferensi pers menyebut Iptu Rudiana on the track.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.