103 Warga Negara Asing Ditangkap di Bali Atas Dugaan Terlibat Kejahatan Siber
POS-KUPANG.COM, DENPASAR - Tim Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi menangkap 103 warga negara asing dalam operasi Bali Becik. Ditjen Imigrasi sedang menyelidiki keterlibatan warga negara asing itu dalam sindikat kejahatan siber.
Sebanyak 103 warga negara asing (WNA) itu diamankan dari sebuah vila di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali, Rabu (26/6/2024). Dalam siaran pers Ditjen Imigrasi disebutkan, sebanyak 14 orang dari 103 WNA itu merupakan warga negara Taiwan.
Petugas juga menemukan komputer dan telepon seluler saat mengamankan warga asing dari vila itu. ”Jenis kejahatannya sedang didalami. Dari bukti-bukti yang ada, diduga (terkait kejahatan) siber,” kata Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim saat dihubungi dari Bali, Kamis (27/6/2024).
Penangkapan 103 WNA itu berawal dari operasi Bali Becik yang dijalankan petugas Ditjen Imigrasi. Bali Becik merupakan operasi pengawasan rutin terhadap WNA sekaligus untuk mendukung pemberantasan judi daring.
Petugas kemudian mengawasi aktivitas WNA di sebuah vila di Tabanan. Sesudah mendapat informasi terkait aktivitas di sana, tim operasi Bali Becik mendatangi vila tersebut. Petugas kemudian menangkap 103 WNA yang terdiri dari 12 perempuan dan 91 laki-laki.
Dari pemeriksaan awal, sebanyak 14 orang diketahui berasal dari Taiwan, sedangkan 89 orang lainnya belum diketahui identitas ataupun kewarganegaraannya. Silmy menyebut para WNA yang ditangkap dari vila tersebut tidak datang secara bersamaan ke Bali.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Saffar Muhammad Godam mengatakan, para WNA itu diduga tidak memiliki dokumen lengkap. Mereka juga diduga menyalahgunakan izin keimigrasian di Bali.
”Sedang didalami kemungkinan adanya kejahatan siber berdasarkan banyaknya komputer dan handphone yang didapatkan di lokasi kejadian,” ujar Saffar.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan, hasil operasi Bali Becik itu menunjukkan masih adanya kelemahan dalam pemantauan dan pengawasan terhadap aktivitas WNA di Bali.
Menurut Suryawijaya, oknum WNA memanfaatkan lemahnya pengawasan itu untuk menjalankan aktivitas ilegal mereka di Bali. Dia menyebut, pemantauan dan pengawasan terhadap aktivitas WNA yang menempati vila-vila di Bali juga perlu melibatkan aparatur desa ataupun pihak desa adat.
”Jangan sampai ada oknum di Bali yang menjadi backing (pelindung) aktivitas ilegal orang asing di Bali,” ujarnya.
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyayangkan penggunaan akomodasi wisata sebagai tempat kejahatan. Oleh karena itu, Tjok Oka menyarankan perlunya pembenahan demi menjaga Bali sebagai destinasi wisata yang mengedepankan kualitas dan keberlanjutan.
Dia juga khawatir, apabila tindak kejahatan yang melibatkan orang asing di tempat-tempat akomodasi wisata terus terjadi, Bali sebagai destinasi wisata dunia akan terusik citranya.
(kompas.id)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS