Terusir Hizbullah,Pemukim Israel Utara Tak Bisa Pulang Sebelum Akhir Agustus,IDF Sanggup 2 Bulan?
Terusir dari Tanah Pendudukan, Pemukim Yahudi Israel Tak Bisa Pulang Sebelum Akhir Agustus
TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Israel Today melaporkan kalau pemerintahan Benjamin Netanyahu akan memperpanjang masa tinggal warga Israel yang dievakuasi dari wilayah utara pendudukan hingga akhir Agustus mendatang.
Kabar perpanjangan evakuasi ini merujuk pada rencana Tentara Israel menginvasi Lebanon di perbatasan Utara wilayah pendudukan dengan serangan besar-besaran.
Artinya, Israel berencana 'menuntaskan' ancaman yang ditimbulkan gerakan Hizbullah dalam dua bulan ke depan.
Ada kemungkinan, perpanjangan evakuasi pemukim utara akan diperpanjang jika operasi militer IDF ke Lebanon masih belum bisa menghilangkan ancaman yang ditimbulkan Hizbullah.
Ribuan pemukim Israel terpaksa meninggalkan wilayah mereka di utara sebagai akibat dari eskalasi dan penembakan lintas batas oleh Hizbullah Lebanon, yang telah berlangsung selama lebih dari sembilan bulan.
Dana Kompensasi Membengkak
Para pemukim Israel di wilayah utara, dekat perbatasan dengan Lebanon dilaporkan terusir dari tanah pendudukan mereka saat eskalasi pertempuran IDF dan Hizbullah kian panas.
Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengutip seorang perwira tentara, melaporkan kalau tidak akan ada pengembalian segera bagi penduduk yang dievakuasi dari pemukiman di utara ke rumah mereka tersebut.
Surat kabar itu menambahkan, Kementerian Keuangan Israel kini sedang bekerja keras untuk menemukan solusi dalam anggaran tahun 2024 bagi pemukiman di utara yang dievakuasi.
Israel memang memberi kompensasi bagi puluhan ribu pemukim mereka di zona merah untuk dievakuasi ke wilayah yang dianggap aman dari serangan.
Sementara itu, saat berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Januari silam, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan prioritas Tel Aviv di front utara adalah memulangkan penduduk ke rumah mereka setelah memperbaiki situasi keamanan saat ini.
Ketegangan antara Israel dan Hizbullah Lebanon telah meningkat sejak Tel Aviv melancarkan bombardemen genosida terhadap Gaza pada 7 Oktober.
Eskalasi tersebut semakin meningkat setelah serangan pesawat tak berawak Israel terhadap pemimpin Hamas dan Hizbullah di Lebanon.
Hizbullah Paksa Seperempat Juta Warga Israel Jadi Pengungsi
Aksi milisi perlawanan Lebanon, Hizbullah menyerang teritorial dan infrastruktur Israel, memang menjadi ancaman menakutkan bagi pemukim Yahudi di perbatasan Utara kedua negara.
Ketakutan itu semakin menjadi karena para pemukim Israel menganggap para petugas keamanan maupun militer Israel (IDF) belum menemukan cara untuk menghentikan serangan dan dampak bencana yang ditimbulkan aksi Hizbullah tersebut.
Dampaknya, mengutip laporan The Wall Street Journal , jumlah warga Israel yang mengungsi dari wilayah pendudukan utara akibat serangan Hizbullah telah melampaui 230.000 pemukim per Desember 2023.
Jumlah itu dipastikan meningkat seiring terus berlanjutnya eskalasi hingga Juni 2024.
Media Israel awal pekan ini melaporkan, ketakutan meningkat di kalangan pemukim Israel di wilayah utara Hizbullah di Lebanon terus melakukan operasi penyerangan setiap hari tanpa ada tanda-tanda kalau mereka terlindungi oleh aksi apa pun yang dilakukan IDF.
KENA HANTAM ROKET - Tangkap layar dari video yang dirilis milisi perlawanan Lebanon, Hizbullah yang membidik keberadaan sejumlah tentara Israel (IDF) di perbatasan di sebuah peternakan Dovev. (Tangkap Layar)
Pencegahan Saja Tidak Cukup
Selama lebih dari 8 bulan, warga Israel di pemukiman di utara dilaporkan WSJ berada dalam kegelisahan yang mencekam.
"Mereka (warga pemukim Israel di Utara) mengantisipasi perang yang akan segera terjadi," lapor outlet tersebut.
Warga pemukim Israel disebut takut terjadi perang karena mereka memahami besarnya risiko yang ditimbulkannya, terutama setelah menyaksikan operasi Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan kelompok milisi Perlawanan Palestina di Gaza.
Channel 13 melaporkan pada Jumat lalu kalau warga Israel di Utara sedang mengalami gangguan mental karena "dampaknya tidak terbatas pada situasi keamanan namun juga mencakup situasi psikologis dan ekonomi."
Menurut WSJ, operasi Hamas 7 Oktober bertajuk Banjir Al Aqsa telah membuktikan kalau pencegahan “saja tidak cukup,”.
Perang terbuka lintas perbatasan, tulis laporan, sejauh ini belum terjadi karena kedua belah pihak menyadari risiko hancur-hancuran bagi keduanya saat konflik terbuka pecah.
Namun, belakangan pemerintah Israel jengah dan bersiap meluncurkan serangan besar-besaran ke Lebanon.
"Dan hal ini juga berlaku pada pemahaman lama kalau skenario saling menghancurkan telah menghalangi perang baru antara entitas pendudukan Israel dan Hizbullah Lebanon," tulis laporan tersbeut.
Meluasnya eskalasi konflik dengan pejuang Hamas hingga Tank Merkava Israel bergerak ke posisi di utara Israel dekat perbatasan dengan Lebanon. Minggu (15/10/2023). (Jalaa MAREY/AFP) (AFP/JALAA MAREY)
Endus Gelagat Banjir Al Aqsa II
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan pejabat tinggi pemerintahannya telah berulang kali memperingatkan Israel agar tidak memperluas perang dengan Hizbullah.
Biden khawatir kalau Israel tidak akan mampu menangani kedua front dengan berperang melawan milisi Lebanon sementara tengah bertempur melawan milisi pembebasan Palestina di Gaza.
Dalam laporan sebelumnya, WSJ melaporkan kalau pejabat tinggi militer dan keamanan di Israel sejatinya bernafsu untuk melancarkan serangan “pencegahan” terhadap Lebanon dan Hizbullah, hanya beberapa hari setelah dimulainya operasi Perlawanan Gaza.
Namun, Biden secara pribadi turun tangan untuk menghentikan sekutu terdekat AS tersebut.
Biden mengambil langkah ini karena takut akan meluas menjadi perang regional.
Di sisi lain, Biden juga merasa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu enggan dan memiliki pandangan yang sama untuk tidak meladeni Hizbullah.
Namun Israel rupanya tetap ngotot menggempur Hizbullah di Lebanon.
Tentara Israel berlari ke posisi selama latihan di Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi pada 9 November 2023, di tengah meningkatnya ketegangan lintas batas antara Hizbullah dan Israel ketika pertempuran berlanjut di selatan dengan militan Hamas di Jalur Gaza. (Jalaa MAREY / AFP) (AFP/JALAA MAREY)
Secara rinci, saat itu Israel kemudian mengumumkan kalau mereka memiliki informasi yang “kredibel” kalau Hizbullah merencanakan serangan lintas batas serupa Operasi Banjir Al Aqsa Hamas.
Tokoh militer dan intelijen AS terkemuka, termasuk Direktur CIA William Burns dan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, kemudian segera menggelar pertemuan penting untuk membahas pernyataan Israel.
Setelah rapat tersebut, Washington menyimpulkan kalau mereka tidak akan mendukung tindakan berisiko tersebut, karena tidak sejalan dengan informasi intelijen mereka sendiri.
Pakar Militer Sebut Hizbullah Lawan Kuat Israel
Seorang Pakar Militer, yakni Profesor studi keamanan dan militer di Institut Studi Pascasarjana Doha, Omar Ashour mengatakan Israel akan sulit menghancurkan Hizbullah.
Omar Ashour menyebut Hizbullah Lebanon merupakan kelompok bersenjatan yang lebih kuat dari Hamas.
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat mengatakan soal kemungkinan Israel memperluas konflik dengan Hizbullah.
Dikatakannya Israel kemungkinan akan meningkatkan konflik dengan Hizbullah pada bulan Agustus atau September 2024.
Bahkan Israel berpotensi melancarkan invasi darat ke Lebanon selatan.
"Meskipun Israel tahu bahwa mereka tidak dapat menghancurkan Hizbullah, yang secara militer lebih kuat daripada Hamas, Israel akan berupaya untuk melawan Hizbullah sebanyak mungkin, bahkan mungkin mendorongnya ke utara sungai Litani," kata Ashour mengutip Al Jazeera.
Dirinya mengatakan dibandingkan dengan Hamas, menurutnya Hizbullah memiliki:
- Setidaknya tiga hingga empat kali lebih banyak pasukan pejuang
- Lebih banyak proyektil dengan jangkauan lebih jauh, termasuk 5.000-8.000 roket dan rudal jarak jauh yang dapat mencapai Tel Aviv
- Jangkauan rudal antitank
- Beberapa kemampuan laut dan udara, terbukti dengan drone pengintainya
Hizbullah Disebut Kelompok Non-negara dengan Persenjataan Terbaik di Dunia
Sejak tahun 2006, Hizbullah, dianggap sebagai kelompok bersenjata non-negara dengan persenjataan terbaik di dunia.
Sebagian besar persediaan senjata Hizbullah terdiri dari puluhan ribu rudal terarah, baik jarak pendek maupun jarak jauh.
Hizbullah telah memperoleh ratusan rudal balistik berpemandu, dengan kemampuan untuk menembakkannya dari bunker yang diperkuat dan dari peluncur bergerak.
Dilaporkan penggunaan drone semakin meningkat dan efektif oleh Hizbullah, termasuk senjata kamikaze, yang sulit dilawan oleh pertahanan udara Israel, mengutip The Guardian, Senin (24/6/2024).
Hizbullah pun secara signifikan memperluas persenjataan dan kemampuannya, termasuk memperoleh pesawat nirawak (drone) bunuh diri yang dianggap sulit dilawan oleh Israel.
Disebutkan skala persenjataan rudal Hizbullah, dan doktrin operasional penggunaannya dalam konflik besar dengan Israel, mungkin menjadi tantangan paling besar bagi Israel.
Kemampuan rudal anti-pesawat dan rangkaian rudal telah diperluas.
Para ahli percaya jumlah drone bunuh diri yang dimiliki Hizbullah antara 120.000 dan 200.000.
Meskipun Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, mengatakan bahwa Hizbullah mempunyai 100.000 pasukan bersenjata.
Sementara jumlah kekuatan militer inti mereka mungkin sekitar sepertiga dari jumlah tersebut.
Dan dilaporkan juga pasukan Hizbullah sebagian besar dari mereka memiliki pengalaman tempur di Suriah.
Hizbullah Tantang Perangi Israel Tanpa Aturan
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah telah mengeluarkan peringatan keras kepada Israel, mengancam perang tanpa pengekangan dan tanpa aturan hingga tanpa batasan jika terjadi serangan besar-besaran Israel terhadap Lebanon.
Pemimpin Hizbullah Nasrallah menyebut Israel seharusnya takut terhadap ancaman tersebut.
Pernyataan Nasrallah pada Rabu (19/6/2024) datang di tengah meningkatnya ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel.
Di sisi lain, para pejabat Israel juga menegaskan bahwa siap untuk perang habis-habisan melawan Hizbullah.
Adanya hal tersebut diakui Nasrallah, Hizbullah tak takut.
“Semua yang dikatakan musuh dan ancaman serta peringatan yang disampaikan oleh para mediator, tentang perang di Lebanon tidak membuat kami takut,” kata Nasrallah dalam pidatonya melalui rekaman video, mengutip Al Jazeera.
Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz pada Selasa (18/6/2024) mengangkat prospek konflik besar dengan kelompok Lebanon setelah Hizbullah merilis rekaman drone pengintai yang menunjukkan infrastruktur utama dan situs militer di Israel utara.
“Kami sangat dekat dengan momen pengambilan keputusan untuk mengubah peraturan terhadap Hizbullah dan Lebanon. Dalam perang habis-habisan, Hizbullah akan hancur dan Lebanon akan terkena dampak parah,” tulis Katz dalam postingan media sosialnya.
(oln/wsj/almydn/*)