Kuah Mi Instan Rusak Gunung Tertinggi Korsel, Kok Bisa?
Ilustrasi mi instan dalam cup atau cup noodles.
KOMPAS.com - Mengambil foto mi instan yang dimakan saat mendaki Gunung Halla di Pulau Jeju, menjadi tren di Korea Selatan.
Wisatawan yang berada di Witse Oreum, salah satu puncak gunung berapi di Gunung Halla, bahkan diperbolehkan menyiapkan dan memakan makanan, termasuk mi instan menggunakan air panas dalam termos.
Sayangnya, tren makan mi instan saat mendaki gunung membuat ekosistem gunung tertinggi di Korea Selatan itu terancam rusak.
Untuk mencegah kerusakan, pengelola gunung berusaha menyediakan layanan khusus bagi wisatawan yang makan mi instan. Selain itu, denda juga diberlakukan bagi pelanggar.
Kuah mi instan dibuang di gunung
Dikutip dari First Post, Gunung Halla merupakan bagian dari situs warisan Pulau Vulkanik Jeju dan Tabung Lava yang terdaftar di UNESCO. Tahun lalu, sebanyak 923.680 orang dilaporkan mengunjungi gunung tersebut.
Saat ini, ada tren pendaki membawa ramyun atau mi instan yang disajikan dalam wadah sekali pakai untuk dimakan pada siang hari di Gunung Halla.
Kantor Taman Nasional Gunung Halla mengimbau pendaki hanya menggunakan setengah dari air yang dibutuhkan untuk membuat kuah mi instan.
Air yang disediakan bagi pengunjung di sekitar lereng gunung bertuliskan slogan, "Mari kita lestarikan Gunung Halla yang bersih dan wariskannya kepada keturunan apa adanya".
Pengelola gunung tersebut juga memasang dua dispenser makanan dan lima wadah penyimpanan berukuran 60 liter untuk sisa kuah mi instan.
Namun, karena jumlah wadah pembuangan sisa kuah masih kurang, pengunjung membuang kuah mi secara tidak benar.
Penyebab kuah mi instan rusak gunung
Pengelola gunung melaporkan, lonjakan permintaan mi instan akhir-akhir ini menyebabkan penumpukan 100 hingga 120 liter kuah mi setiap hari, terutama selama puncak musim semi.
“Kaldu ramen mengandung banyak garam, jadi membuangnya di sepanjang aliran air lembah akan membuat serangga air tidak dapat hidup, karena terkontaminasi,” jelas pengelola Gunung Halla.
Dikutip dari The Korea Times (6/2024), kuah mi instan yang dibuang secara tidak benar berpotensi mengancaman ekosistem.
Kuah asin yang dibuang langsung ke tanah dapat mengalir ke aliran sungai di lembah. Akibatnya, kuah itu mencemari sumber air penting bagi kehidupan akuatik, seperti lalat caddisflies, larva capung, dan salamander khas Pulau Jeju.
Selain itu, rembesan kaldu ramen ke dalam tanah juga membahayakan spesies tanaman khusus yang hanya ada di Gunung Halla.
Di sisi lain, aroma makanan yang dibuang seperti kuah mi instan akan menarik perhatian hewan, seperti burung gagak, luak, dan musang.
Hal ini akan menyebabkan gangguan pada ekosistem karena hewan-hewan tersebut mengonsumsi makanan terkontaminasi.
Untuk mengatasinya, Kantor Taman Nasional Gunung Halla meluncurkan kampanye untuk mendorong para pendaki agar tidak membuang kuah sisa mi instan secara langsung ke gunung atau sungai. Ini dilakukan untuk menjaga lingkungan tetap bersih.
Hukuman atau denda
Untuk mencegah kerusakan Gunung Halla, pengelola bersama pemerintah setempat memberlakukan aturan baru.
Pengunjung dapat ditilang atau didenda karena tindakannya, termasuk membuang sampah sembarangan, buang air kecil di tempat umum, dan merokok di kawasan dilarang merokok.
Mereka yang melanggar peraturan dapat dikenai hukuman hingga 2.000.000 won atau lebih dari Rp 23,67 juta.
Namun, penduduk setempat masih mengeluhkan ada wisatawan di Pulau Jeju yang melanggar aturan tersebut.
Dilansir dari CNN, Kamis (27/6/2024), polisi Jeju akhirnya melancarkan tindakan keras sebagai tanggapan atas keluhan penduduk setempat pada Selasa (25/6/2024).
Sembilan wisatawan asing dilaporkan menerima tiket dan harus membayar denda saat itu juga pada hari pertama penerapan peraturan baru.
Selain membuang kuah mi instan sembarangan, mayoritas wisatawan juga didenda karena salah menyeberang jalan.
Wisatawan yang menyeberang jalan di luar tempat penyeberangan pejalan kaki, akan didenda 20.000 won (Rp 236.743), sementara mereka yang menyeberang saat lampu merah dendanya bisa mencapai 60.000 won ( Rp 710.230).
Di sisi lain, wisatawan dapat ditilang atau didenda karena melakukan kesalahan seperti membuang sampah sembarangan, buang air kecil di tempat umum, dan merokok di kawasan dilarang merokok.