Simak Hari Terakhir Padankan NIK dan NPWP,ini Konsekuensinya Jika Telat
BANGKAPOS.COM - NPWP adalah nomor identitas yang digunakan sebagai tanda pengenal dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Setiap wajib pajak berkewajiban memiliki NPWP jika telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib pajak diharapkan dengan sadar dan sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Namun, Direktorat Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk menerbitkan NPWP secara jabatan bagi wajib pajak yang belum memiliki NPWP tetapi telah memenuhi syarat untuk memilikinya.
NIK akan diimplementasikan secara penuh sebagai NPWP orang pribadi penduduk.
Dengan demikian NPWP 15 digit (NPWP lama) tidak akan berlaku lagi. Sedangkan WP orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah akan menggunakan NPWP 16 digit.
Langkah ini sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
Apabila masyarakat terlambat atau bahkan tidak melakukan pemadanan NIK dengan NPWP, akan ada konsekuensi atau Risiko yang menanti.
Risikonya ialah akan muncul kendala saat WP mengakses layanan perpajakan dan layanan lain yang mensyaratkan NPWP.
Hal ini telah disampaikan sebelumnya oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Dwi Astuti.
Pasalnya, nantinya seluruh pelayanan DJP hanya dapat diakses menggunakan NIK bagi WP Orang Pribadi dalam negeri.
Hal ini juga tercantum dalam PMK 112/2022. Jika tidak memadankan NIK dengan NPWP, maka akan muncul kendala saat WP mengakses layanan.
Adapun layanan-layanan tersebut antara lain sebagai berikut: (1) Layanan pencairan dana pemerintah; (2) Layanan ekspor dan impor; (3) Layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya.
Lalu (4) Layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha; (5) Layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak; dan (6) Layanan lain yang mensyaratkan penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Sisi lain, NIK menjadi NPWP tidak akan serta merta membuat tiap-tiap orang yang memiliki KTP jadi wajib membayar pajak.
Yang mana diketahui, hal ini juga telah ditegaskan sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2021 silam.
"Yang sering salah dan menyesatkan, 'oh jadi mulai sekarang pemerintah dan DPR setuju semua orang harus bayar pajak, yang punya NIK, mau mahasiswa, mau nggak punya pendapatan harus bayar pajak karena menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Desember 2021 silam.
Ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) perorangan telah ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dijelaskan, pembayaran pajak dilakukan apabila penghasilan dalam setahun di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau apabila orang pribadi merupakan pengusaha sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23/2018.
Sedangkan penghasilan kena pajak (PKP) sendiri dikenakan untuk masyarakat dengan pendapatan sebesar Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan.
Sehingga masyarakat dengan gaji di bawah Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, tidak akan dipungut pajak.
Implementasi NIK sebagai NPWP ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien.
Tujuan utamanya adalah untuk menerapkan sistem Single Identity Number (SIN) di mana satu nomor identitas dapat digunakan untuk berbagai keperluan administrasi, termasuk perpajakan.
Sistem SIN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pajak dengan mengintegrasikan data wajib pajak dalam satu sistem terpusat.
Dengan demikian, pemerintah dapat memantau dan mengawasi kewajiban perpajakan masyarakat dengan lebih mudah dan akurat.
Dalam jangka panjang, diharapkan langkah ini akan meningkatkan kepatuhan pajak di kalangan masyarakat dengan sistem yang lebih mudah diakses dan dipahami.
Selain itu, integrasi data juga memungkinkan adanya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap wajib pajak yang tidak patuh.
Risiko Bagi yang Tidak Memadankan NIK NPWP
DJP juga akan menerapkan sejumlah pembatasan akses bagi masyarakat yang tidak melakukan pemadanan. Berikut beberapa risikonya:
- Pembatasan layanan pencairan dana pemerintah.
- Pembatasan layanan ekspor dan impor.
- Pembatasan layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya.
- Pembatasan layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha.
- Pembatasan layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan
-
Direktorat Jenderal Pajak.
Pembatasan layanan lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP.
- Pembatasan layanan lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP.
Cara Padankan NIK NPWP Secara Online
- Masuk ke web DJP Online, pajak.go.id
- Lakukan login dengan memasukkan NPWP, beserta kata sandi, dan kode keamanan (captcha) yang tersedia.
- Setelah berhasil login, maka Anda akan diarahkan ke menu utama 'Profil'
- Pada menu 'Profil' itu akan menunjukkan status validitas data utama yang anda miliki, apakah 'Perlu
- Dimutakhirkan' atau 'Perlu Dikonfirmasi'.
- Status ini menandakan, bahwa anda perlu melakukan validasi NIK
- Pada halaman menu 'Profil' terdapat pula 'Data Utama' dan akan menemukan kolom NIK/NPWP (16 digit). Anda harus memasukkan NIK yang berjumlah 16 digit
- Selanjutnya, pilih menu 'Ubah Profil'
Jika sudah, kemudian klik 'Validasi'.
Selanjutnya sistem akan melakukan validasi dengan data yang tercatat di Ditjen
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)
Apabila data dinyatakan valid, sistem akan menampilkan notifikasi informasi bahwa data telah ditemukan. Lalu, klik 'Ok' pada notifikasi itu
Pada bagian ubah profil, anda juga dapat melengkapi bagian data klasifikasi lapangan usaha (KLU) dan anggota keluarga
Bila selesai melengkapi profil dan tervalidasi, maka anda sudah dapat menggunakan NIK untuk melakukan login ke DJP Online.