5 Fakta Gadis 16 Tahun Dinikahi Pengurus Ponpes Tanpa Izin Orangtua,Sempat Diimingi Uang Rp300 Ribu
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Inilah 5 fakta gadis 16 tahun yang dinikahi oleh pengurus pondok pesantren (ponpes) di Lumajang tanpa izin orangtuanya yang viral.
Diketahui, peristiwa gadis 16 tahun yang dinikahi pengurus pondok ini terjadi di Ponpes yang ada di Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Sosok pengurus Ponpes yang menikahi gadis di bawah umur atau ABG berusia 16 tahun tanpa izin orangtuanya adalah ME.
Pernikahan kedua ME dan gadis 16 tahun ini dilakukan secara siri dan tanpa wali, sebab tanpa sepengetahuan orang tua gadis itu.
5 Fakta Gadis 16 Tahun Dinikahi Pengurus Ponpes Tanpa Izin Orangtua, Sempat Diimingi Uang Rp300 Ribu (Tribun Medan)
Berikut adalah 5 fakta yang berhasil Tribunnewswiki himpun terkait gadis 16 tahun yang dinikahi oleh pengurus pondok pesantren di Lumajang sampai viral:
1. Cerita Ayah Korban
Ayah gadis tersebut yang berinisial MR ini membeberkan kronologi saat mengetahui bahwa putrinya telah dinikahi oleh pengurus Ponpes.
Awalnya, MR mendapatkan kabar dari tetangganya, bahwa anak gadisnya tersebut hamil.
Mendengar hal itu, MR menjadi kaget karena merasa belum pernah menikahkan putrinya dengan pria manapun.
Dari situ, MR kemudian mencari kebenaran mengenai kabar yang menyebutkan anaknya hamil.
"Awalnya, tetangga ramai bilang anak saya hamil, saya kaget, kan enggak pernah saya nikahkan,”
“Setelah saya tanya ternyata memang tidak hamil," cerita MR di rumahnya, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jumat (28/6/2024), dikutip dari TribunJatim.com.
Saat menelusuri hal itulah, MR menemukan fakta bahwa anaknya diam-diam telah dinikahi oleh pengasuh ponpes tadi.
Putrinya selama ini diketahui kerap mengikuti pengajian yang digelar oleh pengasuh ponpes tersebut.
Ternyata, usut punya usut, putrinya itu menjadi korban pernikahan diam-diam yang dilakukan oleh pengurus ponpes, ME.
"Anak saya tidak mondok di sana, mungkin tahunya karena anak saya sering ikut majelisan," terang dia.
2. Diimingi Rp 300 Ribu
Kepada MR, putrinya itu mengaku diiming-imingi uang sebesar Rp300.000 dan akan dibahagiakan, jika mau menikah dengan ME.
Karena terus mendapatkan bujuk rayu itu, MR mengatakan, lama-lama anaknya luluh dan bersedia dinikahi oleh ME.
"Ngakunya dijanjikan mau disenengin (disenangkan) dan dikasih uang Rp300.000."
"Saya tidak tahu kalau ternyata sudah nikah siri," ucap MR, ketika dikonfirmasi di Polres Lumajang beberapa waktu lalu.
MR mengatakan, meski sudah menikah, putrinya dan ME tidak pernah tinggal satu rumah.
Namun, gadis 16 tahun itu hanya dipanggil pada saat-saat tertentu saja.
Dikatakan MR, tersangka dan putrinya diketahui tidak pernah bergaul di rumahnya.
MR menyebutkan, ME menggunakan rumah seseorang berinisial V yang letaknya tidak jauh dari rumah pelaku dan anaknya juga selalu dijemput oleh orang suruhan ME.
"Jadi kalau anak saya mau ke sana pasti ada yang jemput terus ada yang ngantar pulang," ujarnya.
3. ME Ditetapkan sebagai Tersangka
Setelah mengetahui kejadian yang menimpa putrinya itu, MR kemudian melaporkannya kepada polisi.
Kini, polisi diketahui telah menetapkan ME sebagai tersangka buntut kasus pernikahan siri dengan anak berusia 16 tahun tersebut.
ME diduga kuat menjadi figur yang berpengaruh dalam tindakan nikah siri kepada anak di bawah umur, pada 15 Agustus 2023 silam.
"Sudah kami tetapkan tersangka pada Kamis (27/6/2024) kemarin," ujar Kasatreskrim Polres Lumajang, AKP Achmad Rochim ketika dikonfirmasi, Jumat (28/6/2024), dikutip dari TribunJatim.com.
Namun, ME belum ditahan oleh polisi.
ME masih akan dipanggil perihal penetapan status tersangka pada kasus ini.
"Segera dipanggil. Kalau itu (ditangkap) belum," jelas Achmad Rochim.
4. MR Sebut Putrinya Trauma Berat
MR mengatakan, setelah kejadian tersebut, putrinya mengalami trauma berat.
Bahkan, sampai tidak pernah keluar rumah dan takut bertemu orang lain.
MR pun berharap, pelaku bisa segera ditangkap dan mendapatkan hukuman yang setimpal.
"Harapannya ditangkap, dihukum setimpal, anak saya sudah diambil."
"Dia sekarang trauma enggak mau ketemu orang, takut," tutup MR.
5. Kata Komnas Perempuan
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi buka suara terkait kasus pengasuh pondok pesantren (ponpes) yang nikah siri dengan santriwati tanpa izin orang tua di Lumajang.
Siti Aminah menegaskan kasus ini masuk dalam tindak pidana kekerasan seksual, khususnya terkait pemaksaan perkawinan yang tertuang dalam Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS.
"Kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kekerasan seksual, khususnya tindak pidana pemaksaan perkawinan yang dilarang dalam Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Siti Aminah kepada Tribunnews.com, Minggu (30/6/2024).
Berikut isi dari Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS:
(1) Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan.
(2) Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. perkawinan Anak;
b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
c. pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.
Siti Aminah juga menyebut pelaku juga telah melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
Alhasil, dia merekomendasikan agar kepolisian menerapkan kedua undang-undang tersebut kepada pelaku.
Selain itu, sambungnya, diharapkan pula agar pihak kepolisian untuk memulikan kondisi korban.
"(Pelaku) juga melanggar ketentuan dalam UU Perlindungan Anak, yaitu melakukan persetubuhan dengan seorang anak."
"Karenanya kami merekomendasikan kepolisian menerapkan UU Perlindungan Anak dan UU TPKS dalam kasus ini, dan merujuk korban ke lembaga layanan pemulihan korban di Lumajang.
Lebih lanjut, Siti Aminah mendukung langkah orang tua korban dengan melaporkan pengurus ponpes yang menikahi anaknya tanpa sepengetahuan mereka ke polisi.
Selain itu, sambugnnya, Komnas Perempuan turut menghormati proses hukum yang ada pasca penetapan tersangka terhadap pengurus ponpes.
"Komnas Perempuan mendukung Langkah dari orangtua korban untuk mendapatkan hak atas keadilan dan pemulihan dari anak perempuannya yang dipaksa menikah oleh pengurus pesantren, yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak untuk mendapatkan Pendidikan."
"Kami juga menghormati proses hukum di kepolisian, dimana kepolisian telah menetapkan pengurus pesantren sebagai tersangka," kata dia.
(Serambi/TribunWow/TRIBUNNEWSWIKI.COM)
Baca berita terkait viral di sini