Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional
Jalan Tol MBZ.
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, pertimbangan untuk mengubah basic design konstruksi Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) dari beton ke baja dilakukan untuk membantu industri nasional.
Hal ini disampaikan Herry saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta- Cikampek (Japek) II elevated, ruas Cikunir-Karawang Barat tersebut.
Mulanya, kuasa hukum terdakwa Tony Budianto Sihite mengonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) terkait rapat yang digelar di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam rapat ini, dibahas adanya perubahan basic design konstruksi Tol MBZ dari beton menjadi baja.
"Apakah saksi mengetahui bahwa di pertengahan 2016 ada rapat di Kementerian BUMN?" kata kuasa hukum dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
"Iya, seingat saya ada," jawab Herry.
"Dalam rapat di pertengahan Juni 2016 di Kementerian BUMN itu yang dibahas apa Pak? di BAP-nya bapak ada, saya mintai penjelasan saja," timpal kuasa hukum Tony.
"Tentang penggunaan baja tadi Pak," ungkap Herry.
Di hadapan Majelis Hakim, Herry menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan perubahan basic design konstruksi Tol MBZ menjadi baja semata-mata untuk membantu industri baja nasional seperti PT Krakatau Steel.
Pergantian konstruksi itu dibahas dalam rapat terbatas di Kementerian BUMN.
"Kami sampaikan untuk menggunakan produk dalam negeri dan membantu industri baja nasional, waktu itu pertimbangannya itu," papar Herry.
"Apakah produk baja dari PT Krakatau Steel itu termasuk produksi dalam negeri?" tanya kuasa hukum Tony melanjutkan.
"Dalam pembicaraan waktu itu termasuk untuk membantu PT Krakatau Steel," kata Herry.
Dalam sidang ini, Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri turut mendalami pertimbangan adanya perubahan basic design Tol MBZ menjadi baja tersebut.
"Loh kok bisa tiba-tiba berganti? apa ceritanya?" tanya Hakim Fahzal.
"Jadi pada waktu itu kebijakannya adalah ada ratas, pada waktu itu, ada rapat terbatas," jawab Herry.
Kepada Hakim, Herry menjelaskan bahwa saat pengerjaan proyek Tol MBZ, produksi baja PT Krakatau Steel tengah mengalami kesulitan.
Oleh sebab itu, pemerintah menggelar rapat terbatas untuk membahas kesulitan PT Krakatau Steel tersebut.
"Rapat terbatas siapa?" tanya hakim mendalami.
"Di kabinet Yang Mulia, yang meminta untuk menggunakan produksi dalam negeri, termasuk pemanfaatan baja, seingat kami waktu itu juga PT Krakatau Steel sedang mengalami kesulitan, sehingga didorong agar pemanfaatan baja dalam negeri tadi bisa dimanfaatkan," papar Herry.
Herry mengatakan, pertimbangan lain pada perubahan itu adalah efisiensi lokasi pekerjaan.
Menurut dia, jika menggunakan beton, pengerjaan konstruksi membutuhkan bentangan yang lebih banyak dan memerlukan waktu pengerjaan lebih lama.
"Pertimbangan lain adalah pekerjaan di tempat yang padat Yang Mulia. Jadi kan di bawahnya banyak kendaraan, window time-nya pendek, sehingga harus dilakukan dengan lebih cepat," ujar Herry.
"Kalau menggunakan beton, tentu memakan area yang terlalu lebar?" timpal hakim.
"Karena berat, jadi lebih pendek bentangnya, kalau yang baja kemarin kan 60 meter, Yang Mulia sehingga bisa lebih cepat menaruh girdernya," kata Herry.
"Kalau beton?" tanya hakim lagi.
"Lebih banyak (yang dikerjakan) nantinya. Ini kan satu bentang 60 (meter), kalau tadi 30, berati akan butuh dua bentang dia akan lebih banyak yang harus dikerjakan, waktunya juga lebih banyak," kata Herry.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 510 miliar dalam proyek pekerjaan pembangunan Jalan Tol MBZ.
Kerugian ini ditimbulkan oleh tindakan yang dilakukan eks Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” kata Jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 14 Maret 2024.