Jaksa KPK: Bantahan SYL Bertentangan dengan Alat Bukti di Persidangan
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo bersiap untuk menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (28/6/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.
JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pengakuan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang menyatakan tidak pernah memeras anak buah di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI, bertentangan dengan keterangan saksi-saksi di persidangan.
Hal ini disampaikan jaksa KPK Meyer Simanjuntak membacakan fakta persidangan dalam surat tuntutan perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat SYL menjadi terdakwa.
“Terdakwa tidak pernah memerintahkan atau meminta kepada para pejabat di Kementan RI melainkan inisiatif dari para pejabat Kementan RI yang memberikan dan menawarkan uang serta pembayaran kebutuhan terdakwa dan keluarganya,” kata jaksa Meyer dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).
“Bahwa keterangan terdakwa bertentangan dengan keterangan alat bukti di persidangan,” papar jaksa.
Keterangan ini berbanding terbalik dengan lima saksi yang sudah disumpah di dalam persidangan, yaitu Kasdi Subagyono, Momon Rusmono, Muhammad Hatta, Panji Haryanto dan Rini Octarini.
“Mereka pernah mendengar secara langsung terdakwa pernah memerintahkan dan meminta uang serta meminta dibayarkan keperluan pribadi terdakwa dan keluarga terdakwa termasuk untuk beberapa kegiatan Partai Nasdem,” kata jaksa.
Berdasarkan surat dakwaan, tindakan SYL memeras anak buah dilakukan bersama eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan Muhammad Hatta.
SYL dan kedua anak buahnya itu didakwa telah melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi di lingkungan Kementan RI dengan total Rp 44,5 miliar.
“Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044,” kata Jaksa KPK Masmudi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu 28 Februari 2024.
Jaksa menjabarkan bahwa sejak menjabat sebagai Menteri Pertanian RI pada awal Tahun 2020 SYL mengumpulkan dan memerintahkan Staf Khusus Menteri Pertanian RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, Kasdi Subagyono, Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto, untuk melakukan pengumpulan uang patungan atau sharing dari para pejabat eselon I di lingkungan Kementan RI.
Menurut jaksa KPK, pengumpulan uang oleh beberapa orang kepercayaan SYL ini dilakukan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan keluarganya.
“Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada terdakwa,” ungkap jaksa KPK.
Selain itu, SYL juga disebut mengancam jajaran di bawahnya apabila tidak dapat memenuhi permintaan ini maka jabatannya dalam bahaya dan dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan.
“Serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya,” ungkap Jaksa KPK.
Dalam perkara ini, SYL dkk didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.