7 Fakta Sidang Tuntutan SYL,Eks Mentan Klaim Kontribusi Rp 2.400 T,Kubu SYL Ungkit Green House
TRIBUNNEWS.COM - Fakta-fakta sidang tuntutan terhadap Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) pada Jumat (28/6/2024), kemarin.
Selain SYL, ada dua mantan anak buahnya di Kementan yang menghadapi tuntutan, yakni eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan Muhammad Hatta.
Untuk sidang SYL, dimulai pukul 14.00 WIB di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Syahrul Yasin Limpo 12 tahun penjara.
Jaksa juga menuntut SYL untuk membayar denda Rp 500 juta, jika tak dibayar maka diganti dengan 6 bulan kurungan.
Sementara untuk Kasdi dan Muhammad Hatta, keduanya dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
Fakta-fakta Sidang SYL
1. Disambut Takbir
Eks Mentan SYL mengenakan baju batik berwarna hitam bercorak emas saat menjalani sidang tuntutan pada Jumat, kemarin.
SYL datang di ruang sidang utama PN Tipikor Jakarta Pusat, sekira 13.55 WIB.
Setibanya di ruang sidang, SYL langsung menyambut para pendukungnya.
Terlihat SYL di ruang sidang menyalami beberapa pendukungnya tersebut.
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, ketika menyalami pendukungnya, di tangan kanan SYL tampak memegang seutas tasbih.
Terdengar SYL dan pendukungnya engucapkan takbir.
"Allahu Akbar," ucap SYL.
Beberapa saat kemudian, SYL duduk di bangku pengunjung ruang sidang.
2. Tuntutan SYL
Jaksa penuntut umum pada KPK menuntut SYL 12 tahun penjara, terkait dugaan gratifikasi Rp 44,5 miliar yang diterima SYL ketika menjadi Mentan.
Tak hanya pidana badan, jaksa KPK menuntut SYL untuk membayar denda Rp 500 juta.
"Menuntut, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan pidana penjara 12 tahun dan pidana denda 500 juta subsidair 6 bulan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat.
SYL pun dituntut membayar uang penganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.
Uang pengganti tersebut, harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah perkara inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Menurut jaksa, jika tidak dibayar, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dan jika tidak mencukupi akan diganti pidana penjara 4 tahun," kata jaksa.
Adapun dalam perkara ini, SYL disebut terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Kolase foto Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta - SYL dan 2 anak buahnya akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi setelah mendapatkan tuntutan hukuman dari Jaksa KPK. (Kolase Tribunnews.com)
3. Hal yang Memberatkan Meringankan SYL
Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan perihal hal yang memberatkan dan meringankan SYL..
Hal yang memberatkan SYL, di antaranya SYL dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak berterus terang atau berbelit-belit dalam memberikan keterangan," ungkap jaksa.
Sebagai menteri, SYL juga dinilai telah menciderai kepercayaan masyarakat Indonesia.
Kemudian, SYL dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Bahkan, korupsi yang dilakukannya dinilai karena motif tamak.
"Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Meyer.
"Tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dengan motif yang tamak," lanjutnya.
Sementara itu, hal yang meringankan adalah SYL sudah berusia lanjut, yakni 69 tahun.
4. Pihak SYL Ajukan Pleidoi
Setelah jaksa menuntut SYL 12 tahun, pihak SYL beserta dua mantan anak buahnya, Kasdi dan Muhammad Hatta kompak mengajukan pembelaan.
"Kami akan melakukan pembelaan Yang Mulia," kata kuasa hukum SYL di persidangan.
Langkah SYL tersebut, diikuti dua anak buahnya melalui kuasa hukum masing-masing.
Diketahui, untuk lanjutan agenda pledoi atau pembelaan dari para terdakwa akan dilangsungkan Jumat (28/6/2024), pukul 13.30 WIB.
Sebelumnya, penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, mengatakan apapun tuntutan yang dilayangkan jaksa dalam sidang tuntutan, akan menjawabnya dalam bentuk pleidoi atau nota pembelaan.
Dalam pleidoi nanti, kubu SYL akan mengungkapkan fakta-fakta lain yang selama ini belum terungkap di persidangan.
"Sebetulnya di balik apa yang sudah mengemuka di persidangan itu, ada sebuah lorong gelap. Dan itu mesti dibuka tabirnya. Itu pasti kita taruh di pleidoi," katanya melalui sambungan telepon, Jumat (28/6/2024) pagi.
5. SYL Ungkit Kontribusinya di Kementan
SYL turut memberikan tanggapan setelah aksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya hukuman penjara selama 12 tahun.
Rupaya, SYL kembali mengungkit soal kontribusinya selama menjadi Mentan.
SYL merasa selama ini sudah berkontribusi banyak di Kementan dan melakukan banyak langkah extraordinary.
Terutama dalam menghadapi Covid-19, krisis pangan dunia, El Nino, hingga antraks dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan.
SYL pun menegaskan, semua langkah extraordinary yang dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi.
"Sekarang saya dipenjarakan 12 tahun, dituntut 12 tahun. Semua langkah itu langkah extraordinary dan itu bukan untuk kepentingan pribadi saya," kata SYL usai sidang tuntutan, dilansir Live Breaking News Kompas TV.
Eks Mentan itu tak terima, karena nilai korupsi yang didakwakan kepadanya Rp 44,5 miliar.
Sementara, kata SYL, kontribusinya di Kementan setiap tahun sudah di atas Rp 2.400 triliun.
"Semua yang dilakukan di Kementan, dengan nilai Rp 44,5 miliar itu dibandingkan kontribusi Kementan setiap tahun di atas Rp 2.400 triliun, yang kau (KPK) cari sama saya Rp 44,5 miliar, selama empat tahun," tegas SYL.
Eks Gubernur Sulawesi Selatan itu menyebut, uang Kementan yang digunakannya selama ini juga bukan untuk kepentingan pribadi.
"Dan itu semua untuk sewa pesawat, sewa helikopter, itu pribadi kah? Perjalanan dinas ke luar negeri itu pribadi kah?" ungkap SYL.
Meski begitu, SYL mengaku akan tetap mengikuti proses hukum yang ada.
Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024). Ia merespons disebut tamak oleh jaksa KPK. (Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha)
6. SYL Respons Ucapan Tamak dari Jaksa
Dalam kesempatan itu, SYL juga merespons kata tamak yang diucapkan KPU pada KPK saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.
"Saya nggak ngerti kata tamak itu," kaya SYL kepada awak media setelah persidangan.
Ia mengatakan, perintah untuk meminta uang di persidangan, hanya berdasarkan katanya.
"Tetapi perintah untuk minta uang dan lain, dia (Jaksa) tidak dengar langsung. Semua bilang katanya. Itu fakta persidangan," jelasnya.
7. Kubu SYL Singgung Green House Pulau Seribu
Sementara itu, pihak SYL mulai buka-bukaan setelah SYL dituntut hukuman 12 tahun penjara.
Pihak SYL menyinggung soal dugaan kasus korupsi lain.
Penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboe, mengungkapkan ada beberapa fakta yang belum terungkap dalam persidangan.
"Mohon maaf rekan-rekan JPU yang kami hormati, kami cuma minta tolong, di Kementerian Pertanian RI bukan cuma soal ini," kata Djamaludin Koedoeboen dalam sidang pembacaan surat tuntutan terdakwa SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Djamaludin Koedoeboen mengungkap dugaan adanya proyek Green House di Kepulauan Seribu menggunakan uang atau anggaran dari Kementan.
Green House itu, disebut-sebut milik pimpinan partai.
Namun, ia enggan menyebut detail sosok pimpinan partai politik yang dimaksud.
"Ada permohonan Green House di Pulau Seribu yaitu milik pimpinan partai tertentu yang diduga itu adalah duit dari Kementan juga," kata Koedoeboen.
Penasihat hukum SYL juga mengungkit adanya proyek importasi dengan anggaran hingga triliunan rupiah yang bermasalah.
Kasus yang Menjerat SYL, dkk
Diketahui, SYL dan kedua anak buahnya, eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono didakwa telah melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi di lingkungan Kementan RI dengan total Rp 44,5 miliar.
“Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044,” kata Jaksa KPK Masmudi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 28 Februari 2024.
Jaksa menjelaskan, sejak menjabat sebagai Menteri Pertanian RI pada awal Tahun 2020 SYL mengumpulkan dan memerintahkan Staf Khusus Menteri Pertanian RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, Kasdi Subagyono, Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto, untuk melakukan pengumpulan uang patungan atau sharing dari para pejabat eselon I di lingkungan Kementan RI.
Menurut jaksa KPK, pengumpulan uang oleh beberapa orang kepercayaan SYL ini dilakukan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan keluarganya.
“Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada terdakwa,” ungkap jaksa KPK.
Selain itu, SYL disebut mengancam jajaran di bawahnya bila tidak dapat memenuhi permintaan ini maka jabatannya dalam bahaya dan dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan.
“Serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya,” ungkap Jaksa KPK.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Ashri Fadilla, Rifqah, Hasanudin Aco, Rahmat Fajar Nugraha)