Ilham Habibie Lebih Kenal Prabowo Ketimbang Jokowi
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Putra sulung Presiden ketiga RI, BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie memiliki kedekatan dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto
Intensitas pertemuannya dengan Prabowo lebih banyak dibandingkan dengan Presiden Joko Widodo.
Ilham yang juga bakal calon Gubernur Jawa Barat mengaku sudah sejak lama kenal dengan Prabowo jauh sebelum maju mencalonkan diri sebagai kepala negara.
“Beberapa tahun yang lampau, saya diundang oleh beliau untuk makan siang di kediaman beliau di Hambalang. Saya datang ke situ, kita ngobrol tiga jam. Kita berenam atau bertujuh,” katanya dalam podcast di Gedung Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Kamis (27/6/2025).
Kala itu, Ilham berbicara mengenai masa depan, mengenai ekonomi, teknologi dengan Prabowo.
Pembicaraan dengan Prabowo, menurutnya, bukan untuk membahas poltik.
“Jadi saya lihat beliau itu orang intelektual. Orang yang punya passion ya. Mengenai negara kita,” ulasnya.
Bakal Calon Gubernur Jawa Barat Ilham Habibie saat sesi Wawancara Eksklusif di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024). (TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN)
Di mata Ilham, Prabowo punya komitmen itu sudah lama sekali, bahkan jauh sejak beliau punya ambisi menjadi presiden.
Sedangkan kedekatannya dengan Presiden Jokowi masih sebatas hubungan profesional dengan kepala negara.
“Saya sering ngobrol (dengan Jokowi) kalau ketemu di acara resmi. Tapi kalau saya dengan Pak Prabowo duduk berdua, pernah di pesawat,” ungkap Ilham.
Simak lanjutan wawancara lengkap Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Ilham Habibie.
Pak ngomong-ngomong kenal tidak sih dengan Pak Prabowo?
Oh sangat.
Seberapa kenal Pak? Bisa cerita?
Oh, saya bagi contoh. Beberapa tahun yang lampau, saya diundang oleh beliau untuk makan siang di kediaman beliau di Hambalang. Saya datang ke situ, kita ngobrol tiga jam. Kita berenam atau bertujuh.
Saya bawa satu orang. Ada tiga atau empat orang dari pihak Pak Prabowo yang bicara terutama Pak Prabowo dengan saya. Bicara mengenai masa depan, mengenai ekonomi, teknologi.
Oh, banyak sekali. Bukan politik. Lebih ke situ. Dan saya kenal Pak Prabowo bahkan sebelum itu. Jauh sebelum itu.
Jadi saya lihat beliau itu orang intelektual. Orang yang punya passion ya. Mengenai negara kita.
Punya komitmen itu sudah lama sekali. Jadi bukan sejak beliau punya ambisi menjadi presiden. Sebelumnya. Memang di dalam diri dia. Ada seperti itu.
Mungkin itu ada faktor lingkungan. Kita kenal ayahnya dong. Dan ibunya. Orang terdidik, orang tokoh gitu ya. Intelektual. Internasional. Tetap dia punya pendirian kuat mengenai Indonesia. Komitmen itu dari dulu.
Kalau dengan saya pribadi, tetap komunikasi baik. Kalau saya ketemu dengan beliau itu pasti nyambung. Saya masih sangat nyambung dengan beliau.
Secara pribadi. Kalau politik kan beda. Tapi pribadinya nyambung.
Pak Ilham kenal sama Pak Jokowi?
Kenal.
Seberapa kenal Pak Ilham?
Saya lebih kenal Pak Prabowo daripada Pak Jokowi. Kenal sih, kenal ya.
Saya sering ngobrol kalau ketemu di acara resmi. Tapi kalau saya dengan Pak Prabowo duduk berdua, pernah di pesawat.
Tapi ngobrol seperti dengan Pak Prabowo dan Pak Jokowi gak pernah ya?
Belum pernah.
Jadi hanya di acara-acara formal saja ya?
Iya, betul.
Kalau boleh saya tahu pasti Pak Ilham mengikuti juga 10 tahun pemerintahan Pak Jokowi. Boleh gak Anda punya semacam opini terkait ini?
Saya kira kalau kita ingat kembali 10 tahun Pak Jokowi itu saya kira kita akan ingat beliau itu sebagai seorang yang mampu sekali membuat infrastruktur Indonesia.
Itu harus kita akui. Indonesia 10 tahun yang lalu dibandingkan sekarang itu beda. Kita melihat banyak sekali keberhasilan beliau di bidang infrastruktur.
Itu benar. Apapun kita katakan mengenai Pak Jokowi itu kita akan ingat. Termasuk kita lihat adanya proyek baru IKN itu.
Biapun itu kontroversial. Banyak orang bilang iya, enggak, tapi kelihatan. Beliau itu mau membuat sesuatu.
Builder dalam bahasa Inggris ya. Jadi membuat sesuatu menjadi satu bangunan fisik gitu ya. Kita juga ingat bahwasannya apa namanya stabilitas dari ekonomi itu juga terjaga.
Jadi kita juga ingat tentunya pandemi yang begitu dahsyat tiba-tiba itu juga bisa kita tanggulangi.
Dengan baik sekali. Jadi itu beda dengan negara-negara lain yang punya masalah besar sekali dengan itu di Indonesia masih relatif.
Saya tidak kata-kata tidak ada dampak, tapi cepat kita bisa kembali ke relatif normal. Saya kira itu pasti kita ingat. Kalau yang kontroversial saya kira enggak usah saya sebut di sini ya kan.
Kita semua sama-sama tahu tadi sudah disebut oleh Bapak. Itu juga merupakan satu hal yang kita ingat.
Dan itu merupakan bagian dari dinamika sejarah di Republik?
Tapi yang apa namanya biasanya kita kan mengingat selalu dengan hal-hal yang positif.
Pak Ilham, bagaimanapun Bapak pasti dihubungkan dengan Pak BJ Habibie. Kalau boleh saya tahu Pak, apa pesan yang paling tidak bisa lupakan terkait dengan kontribusi kepada negeri ini? Apa pesannya?
Pesan kepada saya sendiri mungkin itu lebih karena keluarga atau pribadi. Tapi kalau kita bicara nasional negara dan bangsa, saya kira satu pesan yang disampaikan kepada saya tapi juga kepada banyak orang, kita ini harus selalu apa namanya pede.
Bahwa maksudnya kita mampu, kita mampu. Hanya saja kita kadang-kadang itu kurang pede sama diri kita.
Bapak itu pernah membuat istilah yang menyebutkan Singapura sebagai red dot. Mungkin masih ingat. Itu sebetulnya banyak, itu diprintir oleh banyak orang.
Karena yang dimaksudkan Bapak sebaliknya. Jadi orang-orang dulu itu mengatakan Bapak seolah mau meremehkan Singapura. Hanya red dot saja.
Tapi gini, lengkap statementnya Bapak adalah sebagai berikut. Coba lihat ini negara kecil. Singapura, dia negara yang begitu kecil.
Hanya red dot di peta dunia. Tapi dia bisa berpikir begitu besar. Kita negara begitu besar, tapi pikirnya begitu kecil.
Tapi dulu konteksnya diputarbalikkan. Karena mungkin Bapak mau diserang dan itu saya nggak ngerti kenapa. Itu zaman dululah.
Tapi itu kurang lebih menekankan bahwasannya kita jangan kurang pede. Kalau kita mau mencapai sesuatu, kita harus berpikir besar. Biarpun tidak tercapai, tapi kan kalau kita berpikir kecil, yang kita capai mungkin lebih kecil lagi.
Jadi kita harus berpikir besar. Apalagi kita negara besar. Kita bukan siapa-siapa. Negara keempat besar di dunia.
Negara yang kaya raya dengan SDA yang memang benar. Itu kadang-kadang juga kita kayak masuk ke dalam jebakan.
Kita ini udah kaya nih, sudah banyak SDI, padahal tidak. Tidak ada negara yang jadi kaya kena SDA. SDM yang penting.
Jadi saya kira itu mungkin salah satu esensi.
Esensi pesannya harus pedelah?
Kita memang harus pede, kita yakin dengan diri kita bahwa kita mampu.
Mungkin kita ya ada orang yang berteori yang itu kita dari dulu itu memang dikucilkan kena jaman koloni. Atau juga yang katakan itu memang budaya kita. Kita nggak boleh terlalu ambisius.
Kita harus tahu diri dan sebagainya. Ada juga yang, itu kan macam-macam pendapat gitu ya. Dan itu ada pro dan kontranya ya.
Saya tidak katakan yang mana yang salah. Tapi yang jelas ada itu ya sebagai bahan diskusi. Tapi itu yang menyebabkan ya kita memang kadang-kadang harus, menurut Bapak, kita harus pede.
Tapi pede tidak cukup. Kita harus rajin. Gigih.Nggak boleh menyerah. Kita harus belajar, mau belajar. Kita harus punya daya juang. Semuanya itu. Itu pesannya. Kita lihat saja hidup Bapak seperti apa.
Masih ingat Bapak dulu membuat pesawat N250. Kan tebang pada 10 Agustus tahun 95. Kan tidak terwujud karena masalah krismon.
Bapak dengan umur 70 kan mulai lagi dengan R80. Nggak pernah menyerahkan. Nah itu figur Bapak seperti itu.
Dan kalau kita lihat masa lama Bapak dimana Bapak juga punya karier di Jerman. Bayangkan di Jerman itu Bapak sebagai orang Indonesia kecil-kecil, coklat, yang lawan orang bule tinggi-tinggi kayak gitu. Bisa menang.
Bukannya itu daya juang. Bukan mereka juga punya intrik lawan ini orang Asia ngapain sih di sini dengan kita. Itu harus daya juang.
Unsur pedenya juga kan. Harus pede tapi juga harus mampu. Pede doang nggak cukup.
Ini harus rajin. Itu daya juang itu datang dari situasi kayak gitu. Jadi kalau nggak kita nggak akan berhasil apa-apa. Kurang lebih begitu.
Pak Ilham, ini mungkin pertanyaan yang banyak ditunggu orang. Hubungan Bapak dengan keluarga Pak Harto gimana?
Oh, saya kenal dengan mereka semua tapi saya nggak punya hubungan khusus dengan siapa-siapa.
Yang saya paling masih ketemu kadang-kadang di acara itu Ibu Titi, Mantan istrinya Pak Prabowo. Itu di acara tertentu.
Kalau yang lain saya nggak pernah ketemu?
Nggak pernah.
Jarang berkomunikasi ya Pak ya?
Nggak pernah.
Tapi kenal?
Kenal ya, kenal. Tapi nggak pernah komunikasi.
Ya, mungkin karena umur ya. Mereka jauh lebih tua dari saya. Kemudian juga saya kan pulang ke Indonesia tahun 96.
Tahun 1998 kan sudah ada perubahan. Jadi waktu untuk berkenalan juga pendek sekali. Kenal, jadi bukannya nggak kenal ya. Tapi nggak pernah komunikasi.
Pak Ilham, ini supaya penonton kita lebih lebih mengenal. Bisa cerita dong mengenai riwayat hidup singkat Bapak? Lahirnya dimana, sekolahnya bagaimana?
Saya ini lahir di Jerman. Saya lahir di kota kota bernama Aachen.
Aachen itu kota universitas. Dan terkenalnya di universitas, Bapak kuliah di situ. Dan waktu saya lahir, Bapak sudah bekerja sebagai peneliti dan juga pengajar di universitas.
Ibu sudah pindah ke Jerman. Jadi saya dididik oleh Bapak dan Ibu dengan bahasa Indonesia dari awal. Karena Ibu belum berasa Jerman dulu.
Waktu saya umur 2 tahun, saya pindah ke Hamburg. Saya besar di Hamburg sampai SMA. Kemudian pindah ke München.
Jadi setelah SMA pindah ke München?
Hamburg kan di utara. Kalau Aachen di barat, München di selatan. Saya pindah ke München untuk kuliah.
Kuliah selesai, saya kerja di universitas.
Kuliah waktu itu ngambil apa?
Saya ambil insinyur teknik mesin. Kita mulai dengan teknik mesin, spesialisasinya di teknik kedirgantaraan. Tapi mesin itu sebagai disiplin yang paling dasar, karena pesawat juga mesin, mesin yang bisa kebang.
Jadi saya ambil gelar saya yang paling ini, paling tinggi itu S3 di bidang teknik dirgantara.
Tepatnya spesialisasi saya adalah di aerodinamika pesawat kebang. Itu saya kerja sebagai peneliti dan pengajar di universitas teknik München. Lebih dari 6 tahun di situ.
Saya dapat gaji di situ. Jadi saya bekerja di situ 6 tahun lebih dan apa namanya, setelah saya lulus, lulus dengan gelar S3 saya, kontrak kerja saya juga sudah selesai. Kemudian saya pindah ke Amerika.
Saya kerja di perusahaan Boeing waktu itu selama 2 tahun. Secara paralel, sebetulnya saya sudah mulai kerja di IPTN dari tahun 1994. Tapi saya secara paralel juga kerja di Boeing.
Jadi seolah saya ditempatkan oleh IPTN di Boeing. Sebagai orang IPTN. Tapi saya kerja di Boeing karena ada program pertukaran.
Saya kerja 2 tahun di Boeing, setelah itu pulang ke Indonesia, tinggal di Bandung langsung.
Jadi, sejak tahun berapa itu?
1996. Saya tinggal di Bandung. Saya juga tinggal di Jakarta. Bekerja di Bandung, saya keluar dari IPTN tahun 2001. Kemudian saya kuliah lagi, ambil MBA di Singapura.
Tapi universitas dari Amerika. Kemudian setelah itu saya jadi pengusaha.
Punya usaha sendiri ya?
Sebelumnya sudah punya, tapi saya cuma pengusaha saya tidak aktif.
Kalau boleh saya tahu, usahanya apa saja?
Oh, itu lebih ke industri teknologi. Ada juga yang lain, tapi kebanyakan industri teknologi.
Mining ada juga?
Mining ada juga. Emas. Itu yang sampai sekarang masih ada.
Kalau boleh saya tahu, Pak, istri, anak?
Istri, saya menikah tahun 1987. Anak tiga.
Tidak ada yang mengikuti jejak Bapak sebagai engineer juga?
Tidak ada. Lain semua. Tidak ada yang ikut jadi ahli penerbangan. (Tribun Network/Reynas Abdila)