Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Kembali Gelar SLKL di NTT
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat kembali menggelar Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Program ini digagas oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek dan sudah berjalan sejak tahun 2021.
Berbeda dari tahun sebelumnya, SLKL tahun ini difokuskan pada penguatan kedaulatan dan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal di pulau-pulau kecil wilayah Provinsi NTT.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi menjelaskan bahwa program SLKL diharapkan dapat menjadi awal dan motor penggerak dari gerakan kedaulatan pangan nasional.
"Kearifan lokal masyarakat adat merupakan benteng kedaulatan pangan yang berkaitan dengan pelestarian alam, membangun keterikatan dengan alam melalui berbagai ritual, dan pelestarian beragam obyek pemajuan kebudayaan lainnya. Hal ini akan kita angkat menjadi model kedaulatan pangan bagi daerah lain di Indonesia", ujarnya dalam rilis yang diterima POS- KUPANG.COM, Sabtu, 29 Juni 2024.
Sjamsul menambahkan, SLKL bertujuan untuk membangun pengelolaan pengetahuan tentang budaya, keragaman dan ketahanan pangan sebagai pembelajaran bersama masyarakat adat untuk mengurangi ketergantungan pada pangan non-lokal, merekam proses belajar bersama masyarakat adat tentang pentingnya upaya pemanjuan budaya, khususnya yang terkait sumber pangan lokal di wilayah NTT, serta mendorong gerakan kebudayaan melalui partisipasi anak-anak muda dalam mendorong kedaulatan pangan.
SLKL tahun ini melibatkan sebanyak 65 orang Pandu Budaya terpilih dari 13 pulau di tiga Kabupaten di NTT, yaitu Kabupaten Flores Timur terpatnya di Pulau Adonara, Pulau Solor dan Larantuka, Kabupaten Alor berlangsung di Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Ternate dan Pulau Buaya dan Kabupaten Sikka di Pulau Kojadoi, Pulau Parumaan, Pulau Pemana, Sikka daratan dan Pulau Palue.
Para Pandu Budaya diberikan pembekalan dan pelatihan oleh fasilitator serta kurator SLKL terkait dengan temu kenali Objek Pemajuan Kebudayaan terkait sistem pangan, teknik wawancara, teknik dokumentasi dan penulisan serta komunikasi publik.
Salah satu jenis pangan lokal yang dikonsumsi masyarakat NTT.
Para Pandu Budaya melakukan proses temu kenali Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) terkait pengetahuan dan potensi keragaman pangan lokal yang ada di kampung adatnya masing-masing selama satu bulan mulai dari Juni hingga Juli 2024.
Proses temu kenali ini dilakukan melalui wawancara kepada para empu budaya (tetua adat) serta mempelajari berbagai proses pengolahan pangan tradisional dari Ina (perempuan) yang selama ini berperan sebagai penjaga pengetahuan pangan lokal paling utama. Pandu Budaya juga mendokumentasikan keseluruhan proses temu kenali dan menyusun narasi atau catatan dalam bentuk tulisan, foto, dan video (audio visual).
Ursula Mesi Koten, salah satu Pandu Budaya yang berasal dari Desa Lamanabi, Flores Timur menuturkan, melalui program SLKL bisa lebih dekat dan tahu tentang kebudayaan yang ada di kampungnya.
"Apalagi menyangkut pangan lokal, setelah ditelusuri ternyata enak-enak semua. Saya berharap program ini dapat terus berlanjut agar generasi berikutnya juga sadar akan budaya", ujar Mesi.
"Kita ini kaya akan keragaman hayati, kaya akan sumber-sumber pangan lokal yang juga bergizi. Semoga apa yang kami hasilkan melalui kegiatan ini nanti dapat ditindaklanjuti dengan berbagai inovasi sehingga pangan lokal kembali digemari, khususnya oleh generasi muda", pungkasnya. (*/gem)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
foto 1 - Pangan lokal NTT
2. Mesi Koten, Pandu Budaya sedang menggali informasi terkait pangan lokal di Flores Timur