3 Kesalahan Orang Tua Penyebab Anak Narsistik Menurut Ahli Saraf, Hindari Segera
Peran orang tua dalam membentuk karakter anak tidak bisa dianggap remeh. Setiap tindakan, perkataan, dan keputusan yang diambil oleh orang tua memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan psikologis anak.
Tetapi tanpa disadari, beberapa kesalahan orang tua dapat memicu sifat narsistik pada anak. Salah satu kesalahan paling umum yang dilakukan orang tua adalah memberikan pujian yang berlebihan dan tidak tepat.
Mengutip Times of India, pola pengasuhan Bunda dan Ayah berpengaruh dalam pembentukan karakter anak, terutama dalam perilaku narsistik. Perilaku ini dapat muncul selama masa pertumbuhan, dimulai dengan menunjukkan rasa superioritas, hak istimewa, dan kurangnya empati terhadap lingkungan sekitar.
Ketika anak dipuji tanpa memperhatikan kualitas atau usaha yang sebenarnya, anak bisa mengembangkan pandangan yang tidak realistis tentang dirinya sendiri. Pujian yang berlebihan dan tidak proporsional dapat membuat anak merasa bahwa dirinya lebih superior dibandingkan orang lain, sehingga memunculkan ciri khas narsistik.
Dalam memahami fenomena ini, disarankan Bunda untuk menyadari dampak dari setiap tindakan dan pola asuh yang diterapkan. Dengan menghindari kesalahan-kesalahan tersebut, Bunda dapat membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang seimbang, empatik, dan menghargai orang lain.
Baca Juga : 7 Tanda Pola Asuh Narsistik yang Bisa Jadi Toxic untuk Perkembangan Anak |
Kesalahan orang tua penyebab anak narsistik
Menilik CNBC Make It, seorang pelatih parenting, Cody Isabel membagikan kesalahan-kesalahan yang perlu Bunda hindari agar anak tidak memiliki sifat narsistik. Simak selengkapnya, Bunda.
1. Membenarkan perilaku negatif
Selama pertumbuhan Si Kecil, pastinya mereka akan melihat dan menirukan perilaku orang tua sehari-hari. Kala Bunda berbuat negatif dan membenarkan perilaku tersebut di depan anak. Alhasil, anak akan meniru dan mewajarkan perbuatan itu di lingkungan masyarakat.
Misalnya, jika seorang pelayan melakukan kesalahan dalam pesanan, dan Bunda merespons dengan mempermalukan dan membentak pelayan tersebut daripada menangani situasi dengan anggun, Si Kecil akan melihat dan menganggap bahwa reaksi tersebut dapat diterima.
Itu sebabnya, mengapa sangat penting untuk mengajarkan dan menunjukkan kepada anak-anak seperti apa kecerdasan emosional (EQ), khususnya komponen empati. Cara yang baik untuk memulai adalah membantu mereka mengenali perasaan mereka.
Beri nama pada emosi yang anak alami. Misalnya: "Apakah kamu merasa sakit hati atau kecewa dengan perbuatan temanmu?" Mempraktikkan EQ akan memudahkan Si Kecil dalam mengekspresikan perasaan dan memperhatikan perasaan orang lain di masa depan.
2. Tidak mengakui emosi anak
Jika Bunda sering mengalihkan dan mengabaikan emosi anak yang diluapkan. Bunda sudah mengajarkan bahwa mengekspresikan emosi adalah hal yang salah.
Si Kecil akan kesulitan mengatur perilaku, sehingga menyebabkan berbagai masalah seiring bertambahnya usia. Mulai dari perilaku yang mematikan rasa, seperti kecanduan, termasuk ciri umum narsistik. Penelitian juga menemukan bahwa rasa malu, rasa tidak aman, dan ketakutan merupakan akar dari batin orang narsis.
Dengan mirroring, Bunda dapat membantu melabeli emosi Si Kecil. Memvalidasi emosi berarti memberi tahu mereka bahwa perasaan mereka adalah hal yang wajar.
Saat Bunda sedang menjemput anak dari sekolah. Mereka masuk ke dalam mobil dan membanting pintu dengan wajah marah. Daripada mempermalukan mereka karena berperilaku buruk, coba tenangkan mereka dengan mengatakan: "Sepertinya harimu di sekolah sedang tidak baik! Apa yang terjadi?"
Setelah Si Kecil memberi tahu apa yang terjadi, Bunda dapat memvalidasi perasaan Si Kecil dengan mengatakan, "Itu perbuatan yang tidak baik. Bunda bisa mengerti kenapa kamu kesal."
Bukan berarti Bunda setuju dengan respons emosional mereka, tetapi memberi tahu mereka bahwa perasaan mereka dapat diterima. Seiring berjalannya waktu, kondisi anak menjadi lebih baik dalam mempercayai dan mengelola perasaan mereka.
3. Tidak menyebut perilaku narsistik pada anak
Kala anak mengamuk di depan umum karena tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, jangan biarkan hal itu berlanjut. Dalam situasi seperti ini, Bunda tidak perlu mempermalukan anak, paling penting adalah membawanya keluar dari situasi tersebut.
Bunda dapat menanyakan "Apa yang terjadi?", "Apa yang kamu rasakan?" Dengan begitu, Si Kecil akan bercerita mengenai harinya dan kendala yang terjadi. Alih-alih menerima disfungsi emosional anak, Bunda membantu Si Kecil dalam mengembangkan empati, kesadaran sosial, dan keterampilan pengaturan emosi, pengelolaan emosi ini penting untuk membangun kecerdasan emosional (EQ). Sebaliknya, jika Bunda mengabaikan perasaannya, mereka akan mencari perhatian ke teman-temannya dan menumbuhkan karakter narsistik dalam dirinya.
Demikian ulasan tentang kesalahan orang tua penyebab anak menjadi narsistik. Semoga bermanfaat, Bunda.
Pilihan Redaksi
|
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!