Tutup 5 Pabrik, Kimia Farma Kalkulasikan Jumlah Karyawan yang Terdampak PHK
Public expose PT Kimia Farma Tbk (KAEF) di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
JAKARTA, KOMPAS.com - Emiten farmasi plat merah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) berencana menutup lima dari 10 pabrik fasilias produksi. Saat ini, perusahaan tengah mengkalkulasi jumlah karyawan yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Terkait karyawan saat ini sedang kami kalkulasi terkait dampak nanti yang akan terjadi (PHK), intinya ketika nanti memang terjadi kami tetap melakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku,” kata Direktur Produksi dan Supply Chain Kimia Farma Hadi Kardoko dalam public expose KAEF di Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Hadi mengatakan, terkait dengan potensi dampak ke karyawan, pihaknya akan benar-benar memperhatikan hak -hak karyawan sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku.
“Kalau memang nantinya ada dampak terhadap rasionalisasi ke pegawai Kimia Farma, kami memperhatikan hak-hak karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan itu komitmen kami jika terjadi hal-hal tersebut (PHK),” ungkap dia.
Alasan tutup pabrik
Hadi mengatakan, rasionalisasi fasilitas produksi dilakukan sebagai upaya merespon tantangan yang ada. Pertama reorientsi bisnis, kedua restuktusrisasi keuangan, dan ketiga efisiensi.
“Salah satu cara kita melakukan efisiensi kita lakukan rasionalisasi fasilitas produksi. Yang saat ini ada 10 fasilitas produksi akan kita rasionalisasi menjadi 5, tujuan utama kita adalah untuk meningkatkan utilisasi pabrik,” ungkap Hadi.
Selain itu, Hadi mengatakan bahwa rasionalisasi fasilitas produksi yang dilakukan diharapkan dapat mendorong optimaslisasi dan penurunan biaya operasional untuk mendorong efisiensi.
“Saat ini utilisasi kita, kurang dari 40 persen, dan nanti dengan penataan ini akan mengkatkan utilisasi kita tentunya akan di atas 40 persen dan terjadi proses efisiensi yang lebih baik,” jelas dia.
Dalam melakukan rasionalisasi tersebut, Kimia Farma membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni 2-3 tahun. Hal ini memperhitungkan kontinuiti dan aturan-aturan yang ada.
“Di bisnis farmasi ini, ketika menutup pabrik tentu tidak bisa di tutup saja, kita harus mempertimbangkan aturan dari regualsi, baik dari BPOM dan regualsi terkait,” ungkapnya.
“Terkait penutupan pabrik, ktia juga tetap memperhatikan ketersediaan obat di masyarakat, jangan sampai kita tutup ketersediaan obatnya tidak ada. Itu pertimbangan kami mengapa kami membutukna waktu 2-3 tahun selain faktor regulasi,” tegas dia.