Sosok Ayah and Ibu Soeharto Bukan Ningrat,Mantan Presiden RI Dulu Pernah Dibully Waktu Kecil di Jogja
TRIBUNTRENDS.COM - Siapa yang tak kenal sosok mantan Presiden RI ke-2 Soeharto?
Sosoknya yang kontroversial di mata sebagian orang itu ternyata memiliki masa kecil yang unik saat dibesarkan ayah ibunya.
Untuk diketahui, Kerterejo dan Sukirah adalah orangtua dari Soeharto, yang ternyata bukan dari kalangan ningrat.
Soeharto yang pernah 32 tahun menjabat sebagai Presiden Indonesia itu ternyata berasal dari kalangan orang biasa.
Bahkan waktu kecil, Soeharto sempat dibully oleh teman-temannya bahkan memiliki julukan di desa di dekat Jogja.
Soeharto sendiri lahir pada 1921 dalam kondisi miskin di tengah penjajahan Belanda lalu dilanjutkan Jepang dan perang kemerdekaan.
Lewat bukunya yang berjudul Young Soeharto: The Making of a Soldier 1921-1945, David Jenkins mencoba menyoroti masa muda Presiden Ke-2 RI itu.
Sebagai informasi, buku Young Soeharto adalah buku pertama dari trilogi biografi Soeharto yang ditulis jurnalis Australia yang pernah bertugas di Indonesia itu.
Potret lama Soeharto dan Ibu Tien
Dan bukan kali ini saja Jenkins menulis tentang Soeharto.
Bahkan buku sebelumnya yang berjudul Soeharto and His Generals membuat Jenkins sempat dilarang masuk Indonesia hingga tahun 1993.
Tapi berkat jasa Jenderal Soemitro, dia bisa kembali bekerja di Indonesia hingga 15 tahun kemudian.
Menurut Jenkins, Soeharto adalah sosok yang berhasil melesat walau perjalanan hidupnya penuh dengan pergulatan, bahkan sejak bayi.
Ayahnya bernama Karterejo, seorang pengatur pengairan desa, ibunya Sukirah yang adalah istri kedua Karterejo.
Ketika usia Soeharto belum 40 hari, ibunya meninggalkannya.
Konon katanya, Sukirah yang stres setelah melahirkan Soeharto menghilang.
Seminggu kemudian, dia ditemukan di atas rumah dalan keadaan sudah lemas.
Kelak di kemudian hari, persoalan ini menjadi semacam desas-desus di kalangan para elite hingga puluhan tahun kemudian.
Foto keluarga Cendana, Soeharto dan Ibu Tien bersama anak-anaknya
Muncul rumor jika ayah dan ibunya tidak harmonis karena sejak awal Sukirah telah hamil dengan bangsawan tapi dibuang ke desa dan dinikahi Kertorejo.
Tapi isu dibantah oleh Soeharto, dia menegashkan bahwa dirinya berdarah biru.
Bertahun-tahun kemudian, Soeharto lantas menjelaskan kedekatan hubungan ibunya dengan bangswan di Yogyakarta, tepatnya di Kemusuk, Argomulyo, Bantul.
Dia ingat, saat sering dikatai Den Bagus tahi mabhul (tahi kering) oleh teman-teman sepermainan kelereng.
Dengan kata lain, ia diejek sebagai sisa buangan priyayi.
Saat itu Soeharto berusia delapan tahun dan ia masih ingat ejekan itu.
Tak pelak, Soeharto kesal dengan panggilan tersebut karena dia merasa berasal dari keluarga miskin.
Baginya, panggilan itu tak lebih dari sekadar hinaan bagi dirinya.
"Sudah miskin, saya juga masih menghadapi hinaan ini,” tulis Jenkins mengutip Soeharto.
Begitulah masa kecil Soeharto yang jauh dari hidup mewah karena orangtuanya hanyalah orang desa yang miskin dan tak punya darah biru.
Misteri Masa Kecil Soeharto
Misteriusnya masa kecil Soeharto, sosok yang pernah 32 tahun jadi Presiden Indonesia dipercaya sebagai anak ningrat yang dititipkan ke orang biasa, benarkah?
Soeharto dikenal sebagai anak pasangan bernama Sukirah dan Kertosudiro.
Kedua orangtua Soeharto merupakan petani dari etnis Jawa yang tinggal di daerah tanpa listrik atau air ledeng.
Sukirah adalah istri kedua ayah Soeharto.
Kertosudiro sebelumnya pernah menikah dan memiliki dua anak dari pernikahan pertamanya itu.
Namun rumah tangga Kertosudiro dan Sukirah juga diyakini berakhir dengan perceraian.
Arsip foto Soeharto dan Ibu Tien
Keduanya disebut bercerai di awal kehidupan Soeharto, kedua orangtuanya kemudian menikah lagi.
Dalam catatan lain, dikutip dari ABC News, Soeharto lahir tahun 1021 di sebuah gubuk bambu di Hindia Belanda dengan memiliki 11 saudara tiri.
Soeharto diasingkan oleh kedua orang tuanya dalam jangka waktu yang lama.
Ia kemudian berpindah-pindah ke beberapa rumah tangga di sebagian masa awal kehidupannya.
Pernikahan bibi dari pihak ayahnya dengan seorang pejabat rendahan di Jawa bernama Prawirowiharjo, yang membesarkan Soeharto sebagai anaknya sendiri.
Menurut catatan penulis biografi Elson (2001) ia telah menjadi sosok ayah dan teladan bagi Soeharto, serta sebuah rumah di Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah.
Tempat di mana ia menerima sebagian besar pendidikan dasarnya.
Soeharto tinggal di asrama seorang dukun atau seorang ahli spiritual mistik Jawa dan seorang tabib.
Sebuah pengalaman yang sangat mempengaruhi Soeharto yang kemudian membuatnya menjadi presiden.
Tidak adanya dokumentasi resmi dan aspek-aspek tertentu dari kehidupan awal Soeharto yang tidak sesuai dengan kehidupan seorang petani Jawa.
Seperti misalnya, Soeharto menerima pendidikan sejak usia dini, telah menimbulkan beberapa rumor bahwa Soeharto adalah anak haram dari seorang kaya.
Presiden Soeharto mengawali karir sebagai militer
Rumor yang termasuk anak bangsawan Yogyakarta atau saudagar Tionghoa Indonesia yang kaya.
Menurut penulis biografi Soeharto, Robert E. Elson, percaya bahwa rumor semacam itu tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan, mengingat banyak informasi yang diberikan Suharto tentang asal usulnya diwarnai dengan makna politik.
Seperti dicatat oleh Elson (2001) dan yang lainnya, pola asuh Soeharto berbeda dengan tokoh Nasionalis terkemuka di Indonesia seperti Soekarno.
Karena ia diyakini tidak begitu tertarik pada anti-kolonialisme, atau permasalahan politik di luar lingkungan terdekatnya.
Berbeda dengan Soekarno, ia juga buta huruf dalam bahasa Belanda atau bahasa-bahasa Eropa lainnya.
Namun, dia akan belajar bahasa Belanda setelah dilantik menjadi militer Belanda pada tahun 1940.
Pernah Jadi Pegawai Bank
Setelah lulus SMA, Soeharto bekerja sebagai pegawai bank, kemudian bergabung dengan tentara kolonial Belanda.
Namun, setelah penaklukkan Jepang tahun 1942, Soeharto masuk ke korps pertahanan rumah yang berada di bawah naungan Jepang.
Masa kecil Soeharto dianggap diwarnai dengan misteri
Kemudian menerima pelatihan untuk menjadi seorang perwira.
Usai menyerahnya Jepang, pada tahun 1945, ia bertempur sebagai prajurit Indonesia bergerilya untuk mencari kemerdekaan dari Belanda.
Usai kemerdekaan Indonesia Belanda terus melakukan serangan untuk merebut kembali Indonesia dalam agresi militer yang dilancarkan Belanda dibantu Sekutu.
Tahun 1950, Soeharto menonjol menjadi komandan batalyon di Jawa Tengah dan menjadi letnan kolonel.
Selama 15 tahun, ia naik pangkat di Angkatan Darat Indonesia, dan menjadi kolonel tahun 1957, brigadir jenderal pada tahun 1960 dan mayor jenderal 1962.
Tahun 1963, Soeharto yang karir militernya lumayan moncer ditunjuk sebagai komando strategis Angkatan Darat, sebuah pasukan berbasis di Jakarta. (Tribun Trends/Intisari Online)