Cerita Basuki,dari Tukang Jahit yang Diupah Rp 2.500 per-Lusin Kini Jadi Bos Konfeksi di Tambora
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah
WARTAKOTALIVE.COM, TAMBORA — Di sebuah rumah konvensi sederhana, Basuki (54) nampak gesit kala mengatur produksi kaus polo pesanan bos pemborong bersama karyawannya.
Dia yang merupakan bos konfeksi itu bahkan sampai turun langsung untuk mengangkut sejumlah gundukan bahan kaus yang baru saja diantar oleh kurir ke rumah produksinya.
Beberapa gundukan kaus itupun langsung dibawanya masuk untuk buru-buru diolah menjadi bahan jadi.
Pasalnya, Basuki kali ini tengah mendapat pesanan 5.000 kaus oblong dari bosnya dan harus selesai pengerjaannya di minggu ini.
Praktis, tidak ada kata leha-leha untuk Basuki dan 12 karyawannya. Deru mesin jahit terus terdengar tanpa henti, alat setrika terus mengepulkan asap panasnya, dan pemotong kain bahan terus memisahkan lembar perlembarnya.
Suasana itu yang nampak di rumah produksi tekstil Basuki yang terletak di RW 04, Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat.
Meski terlihat sukses besar dengan banyaknya pesanan, Basuki rupanya menyimpan cerita khusus di balik pencapaiannya kini.
Kepada Warta Kota, Basuki bercerita bahwa dahulu ia hanyalah seorang tukang jahit sebuah konfeksi rumahan. Profesi itu dilakoni Basuki sejak 1994 dengan upah yang hanya Rp 2.500 tiap pengerjaan satu lusinnya.
"Ini rumah sendiri, (diubah) jadi konfeksi. Kalau jadi tukang jahit udah 30 tahunan," kata Basuki saat ditemui di rumah konfeksinya, Minggu (16/6/2024).
Meski hanya diupah sedikit, namun Basuki terus menunjukkan etos kerja terbaikknya demi bisa bertahan hidup.
Ia bahkan pernah mencari peruntungan lain dengan membuka warteg makanan selama lima tahun, sebelum akhirnya kembali melakoni bidang konfeksi.
Beruntung, kemampuan mumpuni Basuki membuatnya dilirik oleh sejumlah bos pemborong, hingga diberi modal untuk membuka usaha konfeksi rumahan di Tambora, Jakarta Barat.
"Jadi kenalan-kenalan bos, kami dikasih kepercayaan buat produksi. Jadi saya kerja di bos, cuma sekarang kan bos percaya. Jadi dikasih kerjaan," jelas Basuki.
Kepercayaan itu pun tak disia-siakan Basuki.
Ia memulai perputarannya dengan merekrut 12 karyawan yang merupakan warga sekitar Kelurahan Kalianyar.
Mereka dipekerjakan sebagai penjahit, cuci gosok, obras, tukang rantai, hingga kurir.
"Terus ada yang harian juga buat bantu-bantu saya ngambil barang," kata Basuki.
Ya, Basuki mengaku tak ingin menonjol sendiri. Ia memberdayakan putra putri daerah agar mereka memiliki pekerjaan yang halal dan layak.
Meski diakuinya tak seberapa, namun setidaknya ada aktivitas yang dilakukan masyarakat untuk menyambung hidup.
Apalagi, Basuki memiliki 3 orang bos yang kerap memintanya untuk memproduksi sejumlah pakaian dalam jumlah yang banyak.
"(Produksi) tergantung dari bos ngasih barangnya. Kalau lagi ramai per-minggu bisa 700 lusin. Paling banyak pernah 1.000 lusin seminggu," ungkap Basuki.
Tak heran jika tiap minggunya omzet belasan juta bisa dikantongi Basuki, terutama saat momen-momen tertentu yang membuatnya banjir orderan.
"Kalau kayak gini ada yang enggak ngasih kerjaan karena lagi sepi. Tapi ya itu pusingnya kalau lagi timpuk semua (pesanan bareng). Minta buru-buru semua," jelas dia.
"Itu biasanya pas mau lebaran, mau masuk puasa, imlek, tahun baru," imbuhnya.
Selain itu, ia juga pernah kebanjiran orderan saat musim kampanye Pilpres 2024 lalu.
Namun diakui Basuki, dirinya tak mau tamak lantaran takut hasilnya mengecewakan. Ia bahkan tak segan menolak sejumlah pesanan jika dirasa sudah membuat karyawannya kewalahan.
"Kadang-kadang saya nolak juga karena kami udah ada perjanjian sama bos. Takutnya bos minta ini minta, kami yang enggak mampu. Kalau sekedar bantuin (dilimpahin ke teman) mau," kata Basuki.
Baginya, saling membantu sesama pelaku konfeksi adalah hal yang menyenangkan sebab sama-sama saling membuka rezeki.
Lebih lanjut, Basuki mengaku ingin mendapat binaan dari pemerintah dalam pengembangan usahanya.
Pasalnya selama 10 tahun dia menjadi bos konfeksi rumahan, belum pernah ada pemerintah yang menawari pembinaan atau kerja sama dengan dirinya.
"Soalnya sebenarnya sih saya udah pernah nyoba (lepas dari bos), tapi karena modalnya kecil, kami potong, jadi enggak bisa buat mutar (mosalnya). Jadi produksi yang kami keluar itu lambat," kata Basuki.
"Sedangkan sininya (karyawan) keburu nganggur. Kalau emang modalnya gede mungkin bisa produksi, bisa ngalir," pungkasnya. (m40)
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp