Kekuatan Hamas Kembali Berada di Utara Gaza
Ilustrasi pasukan Hamas. Foto: Shutterstock
Milisi Hamas diduga kuat masih beroperasi di wilayah utara Gaza. Dugaan ini muncul saat Israel fokus menyerang Rafah yang berada di selatan.
Saat ini lebih dari 1 juta orang telah meninggalkan Rafah, kota paling selatan Gaza. Warga mendapat instruksi dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sejak bulan-bulan awal konflik.
IDF telah berulang kali mengatakan bahwa empat brigade Hamas, kekuatan terbesar organisasi Islam militan yang tersisa, berpangkalan di Rafah.
Namun, meskipun pasukan Israel kini telah menginvasi Rafah, pertempuran antara Hamas dan IDF di Jabalia diduga telah terjadi dengan sengit. Jabalia berada di utara.
“Kita harus ingat bahwa ada lebih banyak orang bersenjata Hamas di utara Gaza, tempat di mana IDF telah pindah dibandingkan di Rafah. Itu adalah jumlah IDF. Inilah sebabnya IDF harus kembali ke Jabalia dan Zeitoun [kota terdekat]. Hamas mengendalikan semua wilayah itu,” kata Ketua Dewan Keamanan Nasional Israel 2021-2023, kepada wartawan, Mei 2024, seperti dikutip Guardian.
Pertempuran di Jabalia antara militan Hamas yang bersenjata ringan dan pasukan IDF yang kuat menggarisbawahi kemampuan Hamas untuk kembali ke wilayah Gaza. Sebelumnya mereka terpaksa mundur akibat serangan Israel yang dimulai sejak Oktober lalu.
“Hamas memegang kendali penuh di sini di Jabalia sampai kami tiba beberapa hari yang lalu,” kata IDF sebelum operasinya pada Mei.
Hal itu disampaikan empat bulan setelah juru bicaranya, Daniel Hagari, mengeklaim bahwa militan beroperasi secara sporadis dan tanpa komandan.
Tentara Israel bersiap memasuki Jalur Gaza, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di perbatasan Israel dengan Gaza di Israel selatan, 13 Desember 2023. Foto: Ronen Zvulun/Reuters
Pekan lalu, Israel mengatakan serangannya di Jabalia telah selesai, namun tidak jelas apakah Hamas telah dikalahkan atau hanya berpindah ke tempat lain.
Kebangkitan Hamas tak terbatas pada pengiriman kembali orang-orang bersenjata ke daerah-daerah seperti Jabalia, tapi juga melibatkan upaya mempertahankan otoritas kelompok tersebut atas kehidupan sipil.
“Ini bukan semacam pemerintahan bayangan. Hanya ada satu otoritas yang dominan dan menonjol di Gaza, yaitu Hamas. Para pemimpin Hamas sangat fleksibel dan mereka telah beradaptasi dengan situasi baru,” kata anggota lembaga pemikir Israel dari Moshe Dayan Center for Middle Eastern and African Studies, Michael Milstein, kepada Guardian.
Hamas merebut Gaza pada 2007 dan menguasai wilayah tersebut sampai serangan mendadak ke Israel selatan pada Oktober tahun lalu.
Penduduk Jabalia melihat pejabat Hamas berpatroli di pasar pada Mei lalu. Mereka membantu menerapkan pengendalian harga pada barang-barang penting dan mengatur distribusi bantuan.
“Ada pemerintahan Hamas yang memegang kendali, terutama melalui polisi, tapi mereka tidak menonjolkan diri karena mereka menjadi sasaran dan mereka hanya melakukan tugas-tugas mendasar. Tidak seperti sebelum perang,” kata seorang warga yang baru saja meninggalkan kota tersebut, Joe Shamala.
Menurut para analis, organisasi-organisasi sipil lain yang dijalankan Hamas juga diduga menjalankan pemerintahan low profile namun efektif.
Sumber terdekat Hamas mengatakan pemimpinnya di Gaza, Yahya Sinwar, percaya bahwa krisis kemanusiaan di wilayah tersebut dibersamai meningkatnya kemarahan dunia terhadap Israel memperkuat Hamas dalam negosiasi.