Sosok Aca Siswi SMA yang Dipeluk Mensos Risma,Remaja 15 Tahun Itu Mengaku dari Keluarga Broken Home
TRIBUNMANADO.CO.ID - Viral potret Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma peluk seorang remaja perempuan.
Remaja itu bernama Aca.
Aca merupakan seorang siswi SMA.
Sosok Aca menjadi perbincangan usai dipeluk oleh Menteri Sosial Risma.
Dalam pertemuan Risma dan Aca, siswi SMA itu banyak bercerita.
Termasuk penjuangan hidupnya.
Aca ternyata mengidap penyakit bipolar.
Tak cuma itu, keluarga Aca juga mengalami broken home.
Aca merupakan siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Aca mendapat pelukan Risma usai bercerita tentang perjuangannya bersekolah dengan kondisi dirinya mengidap penyakit bipolar.
"Saya salah satu anak yang mengidap bipolar. Saya punya kebiasaan setiap kali menempuh satu titik tertinggi, saya berpikir, ada hal lain yang lebih tinggi (belum dicapai)" kata Aca, melansir dari Kompas.com.
Aca mengungkapkan, gejala bipolar itu selalu membuat dirinya merasa kekurangan.
Namun, remaja berusia 15 tahun tersebut mengaku tak menyerah.
Ia tetap semangat bersekolah untuk mewujudkan cita-citanya sebagai dokter.
"Saya pernah baca di website, ada anak remaja 15 tahun lulus kedokteran. Saya berpikir kalau dia bisa, kenapa saya tidak?" ucapnya percaya diri.
Mendengar ucapan Aca, Risma tersenyum.
Terlebih, ketika Aca bercerita dirinya dibesarkan oleh orangtua tunggal atau single parent.
"Di sisi lain juga, saya dari keluarga broken home.
Hanya hidup dengan satu ibu, single parent," imbuh Aca.
Risma pun langsung beranjak dari kursinya, menghampiri Aca, lalu memeluknya.
"Kamu cuma hidup bersama ibu? Kamu enggak usah takut, kamu enggak sendiri," kata Risma sembari memeluk erat Aca.
Risma juga memberi semangat ke Aca.
Ia meyakini bahwa Aca mampu meraih cita-citanya.
"Semua orang punya kelebihan, dan semua orang punya kekurangan, termasuk kamu. Jadi kamu enggak usah sedih, jalan terus, jatuh, bangun lagi, ya sayang ya? Enggak boleh kamu menyerah," ucap Risma.
"Buktikan pada dirimu, pada keluargamu, pada semua orang di dunia, kalau kamu ada, kalau kami bakal berhasil. Bisa ya?" tutup Risma.
Sebelumnya, juga ada sosok Mbah Semi jadi sorotan karena nasibnya membuat Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menangis.
Momen Mensos Risma menangis ini terjadi dalam rapat kerja Komisi VIII DPR yang dihadiri oleh Risma, pada Selasa (19/3/2024) sore.
Risma tampak berurai air mata dan mengusapnya dengan tisu ketika mendengarkan cerita tentang seorang lansia berusia 90 tahun yang hidup sebatang kara tetapi tidak menerima bantuan sosial (bansos).
Lansia tersebut bernama Mbah Semi.
Semua berawal dari cerita anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar M. Ali Ridha.
"(Semi) Hidup sebatang kara dan dia harus menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja membuat lempeng, kerupuk lempeng itu dengan bayaran Rp 5.000.
Dan itu tentu tidak cukup untuk menghidupi dirinya dan saya sempat, Bu, saya datang," kata Ridha kepada Risma dalam rapat, melansir dari Kompas.com.
"Saya menyempatkan diri untuk datang ke rumahnya dan benar orang ini memang sebatang kara, dan kebetulan dia memasak mohon maaf, bu karena tidak ada beras (nahan nangis) dia harus memakan tahu dan kacang panjang yang harus direbus tanpa menu apa pun," ujarnya lagi.
Di momen ini lah, Risma tampak mulai menutup mulutnya dengan tisu dan terlihat mulai meneteskan air matanya.
Sementara Ridha melanjutkan ceritanya. Dia menyampaikan bahwa Semi hanya salah satu warga tidak mampu yang ditemuinya.
Namun, dia meyakini bahwa Risma sebagai menteri tentu banyak menemukan kasus serupa.
"Karena wilayah yang ibu tangani di seluruh nusantara ini," kata Ridha.
Lebih lanjut, kisah Semi ini diceritakan Ridha semakin miris.
Sebab, tidak menerima bantuan sosial karena tidak termasuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Padahal, Ridha mengatakan, tetangga Semi menerima bantuan sosial dari pemerintah.
"Tetapi dirinya tidak menerima bantuan. Supaya tidak panjang Bu Menteri, artinya begini, hal-hal seperti ini tentu banyak ibu temukan," ujar politikus Partai Golkar ini.
Melalui cerita Sumi, Ridha lantas merasakan bagaimana beratnya Risma bekerja menangani rakyat miskin di Indonesia.
Dia pun berharap segera ada perbaikan dalam DTKS untuk mengatur seberapa besar warga yang semestinya layak menerima bantuan.
"Pertanyaannya, ketika itu terjadi di daerah lain, siapa yang bisa mengusulkan nama orang tersebut, agar dia bisa menerima DTKS? Petugas PKH kah? Kepala desa kah?" ujar Ridha.
Mbah Semi di usia senjanya, masih berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri, meski hanya cukup untuk makan saja.
Selama hidup sendiri, Mbah Semi bekerja membuat opak dengan upah seikhlasnya. Paling sering, dia mendapat Rp 5000 untuk sehari.
Uang itu, hanya cukup ia gunakan untuk membeli beras.
“Ini tadi pulang dari membuat opak, upahnya seikhlasnya, kadang sehari Rp 5.000 untuk beli beras," kata Mbah Semi melansir Kompas.
Mbah Semi hanya tinggal seorang diri setelah anak laki-lakinya meninggal dunia, di rumah berukuran 4x6 meter itu.
Di rumah yang serba tidak ada apa-apanya itu, Mbah Semi juga kadang kehujanan jika sudah musimnya.
“Kadang masak di situ kalau hujan. Biasanya masak di depan pintu kalau tidak hujan,” imbuh dia.
Mbah Semi dan Mensos Risma. Inilah Sosok Mbah Semi yang Nasibnya Bikin Mensos Risma Menangis. (kolase Kompas.com)
Di samping kiri rumah Mbah Semi, terdapat bekas reruntuhan dinding batu bata bangunan rumah lamanya yang sudah lama ambruk karena sudah tua.
Sebagian dindingnya digunakan sebagai dinding dapur yang kondisinya sangat mengkhawatirkan karena atap dapur tersebut juga sudah lapuk. Sebagain gentingnya bahkan sudah berjatuhan.
Di ujung ruang, terdapat kamar mandi yang terlihat berantakan dengan kondisi lantai yang becek.
”Kalau mau ke belakang ada airnya itu baru saya isi kebetulan sanyo tetangga nyala. Kalau tidak nyala ya mencari air di rumah tetangga,” katanya.
Di meja kecil tampak tempat nasi yang di dalamnya berisi nasi dingin. Semi mengaku belum memasak karena tak memiliki uang untuk membeli beras.
“Itu nasi dikasih tetangga kemarin. Hari ini belum masak karena beras habis, mau ngutang ke toko di depan sana,” kata dia.
Sudah beberapa hari ini Mbah Semi mengaku melihat para tetangga menerima kertas kupon daftar sebagai penerima beras miskin 10 kilogram.
Bantuan itu akan diberikan dari bulan Januari hingga bulan Juni mendatang. Sayangnya nama Mbah Semi tak tercantum di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai salah satu penerima beras bagi warga miskin.
“Tetangga sudah menerima kupon katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada,” ucapnya lirih.
Semi mengaku, namanya tak dimasukkan dari daftar penerima bantuan beras.
Selain bekerja sebagai pembuat kerupuk beras, dia juga mengharap bantuan tetangga untuk makan sehari-hari.
“Kadang kalau selamatan dikasih berkat, kalau tidak yang ngutang di toko yang ada di perempatan sana. Paling I kilogram itu isinya tiga kaleng bisa untuk makan beberapa hari,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya