Tarif Turun dan Okupansi Rendah, Perhotelan Jakarta di Tepi Jurang
Ilustrasi wisatawan di area resepsionis hotel.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor perhotelan di Jakarta bakal berada di tepi jurang dan menghadapi tantangan berat.
Hal ini tersaji dalam siklus properti 2024 yang diterbitkan Leads Property Services Indonesia.
Dalam studi tersebut, terungkap perhotelan di Jakarta mengalami penurunan kinerja karena dipengaruhi tambahan pasokan kamar baru sebanyak 185 kamar.
Tambahan ini berasal dari hotel bintang tiga Ibis Raden Saleh dan Ashley Tugu Tani yang beroperasi secara resmi pada Kuartal I-2024.
Belum lagi tambahan sekitar 665 kamar yang berasal dari Pan Pacific, 25Hours The Oddbird dan ParkRoyal yang beroperasi hingga akhir tahun 2024.
"Penambahan kamar baru ini jelas sangat berdampak pada menurunnya tingkat hunian," ujar CEO Leads Property Services Indonesia kepada Kompas.com.
Selain itu, tertundanya aktivitas meeting, incentives, convention, and exhibition (MICE) karena banyaknya hari libur dan staycation sebagai imbas dari pesta demokrasi Pemilu 2024, membuat okupansi masih berada pada angka moderat 52,6 persen.
Rinciannya, okupansi hotel bintang tiga tercatat 50,2 persen, bintang empat 54,6 persen, dan bintang lima 53,4 persen.
Tarif rerata harian atau average daily rate (ADR) juga cenderung turun 3,5 persen karena permintaan yang lemah, menjadi Rp 1,49 juta per malam per kamar.
Associate Director Consulting and Research Leads Property Services Indonesia Martin Samuel Hutapea menjelaskan, tarif kamar hotel bintang lima di Jakarta, rerata berada pada angka Rp 2,38 juta per malam per kamar.
Sementara tarif rerata kamar hotel bintang empat mencapai Rp 653.000 per malam per kamar, dan tarif rerata kamar hotel bintang tiga sekitar Rp 448.000 per malam per kamar.
Terdapat penambahan pasokan sebesar 185 kamar dari Ibis Raden Saleh dan Ashley Tugu Tani.
Konversi kantor jadi hotel
Martin menuturkan, pada 2024 ini pengelola hotel-hotel di Jakarta akan fokus pada business and leisure (bleisure) travel.
Fenomena ini makin menguat sepeninggal Jakarta sebagai ibu kota negara yang mempertegas posisinya sebagai pusat bisnis dan keuangan Indonesia.
"Karena Jakarta dinilai sangat berpotensi untuk hotel bisnis," imbuh Martin.
Konsekuensi logisnya, akan ada banyak bermunculan jumlah hotel boutique dan luxury, dengan jenama anyar terutama di dalam pengembangan mixed use.
Martin menambahkan, hotel-hotel mewah tersebut juga akan makin banyak dibangun di pinggiran Jakarta.
Menariknya, fenomena baru lainnya yang muncul ke permukaan di sektor perhotelan adalah rebranding jenama hotel, dan konversi unit-unit kondominium dan perkantoran kosong menjadi hotel.
"Ini strategi cerdas untuk optimalisasi aset, dan membantu pengeluaran operasional gedung," cetus Martin.
Terakhir, fenomena hotel bisnis dengan fasilitas memadai yang berada di kawasan dekat bandara mengalami tingkat hunian yang tinggi.
"Bleisure trip tetap meningkat, walaupun belum pulih seperti kondisi sebelum pandemi. harapan itu tetap ada," tutup Martin.