Badan Pengawas MA Turun Tangan, Ada Apa dengan Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) menelaah materi pengaduan KPK soal majelis hakim yang mengabulkan nota keberatan (eksepsi) hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. Ia bebas setelah majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi Gazalba atas surat dakwaan JPU KPK.
“Benar. Pengaduan sudah kita terima kemarin dan saat ini Badan Pengawasan Mahkamah Agung sedang melakukan penelaahan terhadap materi pengaduan dimaksud,” ucap Kepala Bawas MA Sugiyanto dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (26/6/2024).
Sugiyanto menjelaskan, penelaahan yang dilakukan Bawas MA tersebut mengenai ada atau tidaknya indikasi pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh majelis hakim yang memutuskan putusan sela Gazalba Saleh tersebut.
“Apabila dari hasil telaah memang ada indikasi pelanggaran etik maka Bawas secepatnya akan membentuk tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim pemeriksa perkara tersebut,” ujar Sugiyanto.
Diketahui, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024), mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum Gazalba Saleh. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta itu terdiri dari Fahzal Hendri selaku ketua, dengan Rianto Adam Pontoh dan Sukartono sebagai anggota.
Pengadilan tipikor memutuskan bahwa penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum KPK tidak dapat diterima, serta memerintahkan Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan. Kemudian, tim jaksa KPK, Rabu (29/5/2024), mengajukan perlawanan (verzet) atas putusan sela tersebut. Adapun, Senin (24/6/2024), Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan menerima permintaan banding perlawanan yang diajukan KPK.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta lantas membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan nota keberatan Gazalba Saleh tersebut.
Pengadilan tinggi juga menyatakan surat dakwaan atas nama Gazalba Saleh telah memenuhi syarat formal dan materiil, sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b KUHAP. Oleh karena itu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memerintahkan Pengadilan Tipikor Jakarta untuk melanjutkan perkara Gazalba Saleh.
photo
Mahkamah Agung menerbitkan Perma No 1 tahun 2020, dimana aturan ini memungkinkan hakim untuk menjatuhkan pidana penjara seumur hidup bagi koruptor.re - (republika.do.id)
Bau anyir yang diendus KPK. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.
KPK mengendus aroma bau anyir dalam putusan sela Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. KPK meyakini bau anyir atau keganjilan itu sebenarnya dapat dirasakan. "Kalau soal bau-bau anyir semua orang bisa menciumnya. Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi yang kerjanya memang mencium," kata Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango dikutip pada Rabu (26/6/2024).
Walau demikian, Nawawi ogah menerangkan maksud bau anyir tersebut. Nawawi hanya memastikan hakim yang menyidangkan kasus itu sudah diadukan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA). “Kita bukan lagi akan mengadu, kita sudah mengadu. Kita masih akan menunggu,” ujar Nawawi.
KPK juga mencium adanya pelanggaran etik yang diduga dilakukan hakim saat persidangan Gazalba. Pasalnya, Nawawi mendapati majelis seolah mengarahkan jaksa guna mengikuti putusan sela tanpa menjelaskan langkah hukum lanjutan yang dapat ditempuh. Walau demikian, Nawawi mempercayakan penilaian akhir kepada KY dan Bawas MA. "Kami serahkan sepenuhnya kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas untuk melakukan penilaian," ucap Nawawi.
KPK pun meminta agar PN Tipikor Jakarta Pusat untuk memulai kembali pemeriksaan perkara Gazalba dengan catatan memerintahkan kembali penahanan terhadap terdakwa. Nawawi memberi pesan keras soal urgensi penahanan Gazalba.
Pasalnya, KPK keberatan kalau Gazalba yang berstatus terdakwa tak mendekam dalam jeruji besi. "Kami sangat belum bisa menerima sampai saat ini penanganan perkara tipikor yang tidak dibarengi penahanan tersangka," ujar Nawawi.
KPK juga mendesak agar susunan majelis hakim yang menyidangkan kasus Gazalba Saleh diganti. KPK tak ingin Fahzal Hendri, Rianto Adam Pontoh, dan Hakim Ad Hoc Sukartono menangani perkara itu. "Dengan catatan mengganti susunan majelis hakim terdahulu dengan majelis hakim yang baru," ucap Nawawi.