9 Dosa Jokowi Diungkap di Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa,Respons Istana dan Pembelaan KSP
TRIBUNKALTIM.CO - Selasa (25/6/2024) Mahkamah Rakyat Luar Biasa menggelar "People's Tribunal" alias Pengadilan Rakyat, untuk mengadili pemerintahan Jokowi .
Dalam sidang Mahkamah Luar Biasa yang digelar di Wisma Makara, Universitas Indonesia (UI) terungkai 9 dosa atau nawadosa
Gugatan yang mereka adili di Mahkamah Rakyat 2024 disebut sebagai 9 dosa atau 'Nawadosa' rezim Jokowi.
Simak informasi lengkap terkait Mahkamah Rakyat ini.
Sebagai pihak tergugat, Presiden Jokowi tidak hadir dalam sidang Mahkamah Rakyat yang berlangsung lebih dari 8 jam.
Ada 9 hakim yang bertugas mengadili gugatan terhadap Jokowi; di antaranya, Aktivis HAM, Asfinawati dan Pegiat Demokrasi, Anita Wahid.
Untuk penggugat, ada 8 orang dari komponen masyarakat sipil, seperti Akademisi Hukum, Bivitri Susanti; Mantan Pegawai KPK, Benydictus Siumlala; hingga Anak Korban Tragedi Tanjung Priok 1984, Muhammad Ruhullah Thohiro.
Sidang diakhiri dengan pembacaan putusan oleh Hakim Ketua Asfinawati, yang memutuskan, "Tergugat gagal memenuhi sumpah dan kewajiban Presiden Republik Indonesia".
Sudah Panggil Jokowi
Mahkamah Rakyat Luar Biasa telah melayangkan surat pemanggilan kepada Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi dan sejumlah pimpinan partai politik untuk hadir di mahkamah tersebut.
Penjelasan itu disampaikan oleh Edy Kurniawan selaku juru bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (26/6/2024).
Edy menyebut 9 penggugat pada Mahkamah Rakyat Luar Biasa serta saksi dan ahli yang ada di mahkamah itu memiliki kapabilitas.
9 DOSA JOKOWI - Presiden Jokowi bicara soal harga tanah IKN di Kaltim saat mresmikan peletakan baru pertama (groundbreaking) Astra Biz Center dan Nusantara Botanical Garden di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (4/6/2024). 9 dosa Jokowi yang diungkap di sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa. Dalam sidang, Hakim Majelis (YouTube Sekretariat Presiden)
“Itu bisa dicek ya, dari 9 penggugat dan saksi serta ahli yang kita hadirkan, dan hakim-hakim yang dihadirkan itu punya kapabilitas,” tuturnya.
“Jadi kami sangat menyayangkan panggilan kepada Presiden Jokowi dan partai-partai, ketua DPR, sudah kami layangkan secara resmi melalui pos.”
Dalam dialog tersebut Edy juga menjawab pertanyaan mengenai kenapa sampai diperlukan adanya Mahkamah Rakyat Luar Biasa tersebut.
“Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini sesungguhnya sudah dipersiapkan sejak kurang lebih satu tahun untuk mengumpulkan kass-kasus yang terjadi selama 10 tahun rezim Jokowi berkuasa.”
Pemilihan waktu 10 tahun, para penggugat, dan kasus-kasus yang diungkapkan kebenarannya melalui mahkamah rakyat ini menurutnya merupakan kasus-kasus yang sudah lama terjadi.
“Ada yang bertahun-tahun, puluhan tahun, dan ada yang baru terjadi selama 10 tahun pemerintahan Jokowi tidak sanggup diselesaikan,” ucapnya.
“Rakyat memilih untuk berkumpul untuk menyelesaikan masalah sendiri dan meminta pertanggungjawaban Presiden Jokowi terkait 10 isu tersebut.”
Kedua, lanjut dia, mekanisme formal pernah dilakukan terhadap kasus-kasus ini, termasuk menggugat hingga ke Mahkamah Agung dan menang, tetapi tidak dieksekusi.
“Ada juga yang menggugat di pengadilan, kalah tapi warga belum medapatkan keadilan.”
Respons Istana
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menanggapi digelarnya Mahkamah Rakyat Luar Biasa untuk mengadili sembilan dosa Presiden Joko Widodo.
Menurut Ari, pemerintah terbuka menerima berbagai bentuk kritik dan dukungan.
"Pemerintah terbuka menerima kritik ataupun dukungan terhadap jalannya pemerintahan.
Kritik merupakan hal yang lazim dalam negara demokrasi," ujar Ari dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (25/6/2024).
"Kritik dapat menjadi masukan yang konstruktif untuk memperbaiki di semua bidang pemerintahan," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Di sisi lain, lanjut Ari, Presiden dan pemerintah juga mendapatkan apresiasi, dukungan dan kepercayaan yang positif dari masyarakat.
"Sebagaimana hasil survei lembaga-lembaga yang kredibel, misalnya Litbang Kompas yang baru saja menunjukkan tingkat kepuasaan pada kinerja Pemerintahan Jokowi mencapai 75,6 persen," ungkap Ari.
Sehingga ia menilai dalam demokrasi yang sehat merupakan hal lumrah jika terjadi perbedaan pandangan, persepsi dan penilaian terhadap kinerja pemerintah.
Yang penting menurutnya semua pihak saling menghormati perbedaan pandangan yang ada.
Pembelaan Ali Mochtar Ngabalin
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menanggapi pernyataan juru bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa Edy Kurniawan tentang pemanggilan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.
Ngabalin mempertanyakan legal standing Mahkamah Rakyat Luar Biasa untuk memanggil presiden dan pimpinan partai politik (parpol).
“Siapa kamu orang mau panggil-panggil presiden? Edy, di mana kau punya jalan pikiran? Dari mana kau punya legal standing panggil presiden, panggil pimpinan partai, ngawur saja,” kata Ngabalin dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (26/6/2024).
“Dari mana Edy? Apa legal standing-nya? Mahkamah apa itu? Mahkamah abal-abal kok panggil-panggil orang dengan seenak perutmu.”
Ia juga mempertanyakan apa urusannya Mahkamah Rakyat Luar Biasa memanggil orang untuk disidangkan.
“Negara ini memang kamu orang punya negeri sendiri? Ada urusan apa panggil-panggil orang? Mau disidang, mahkamah apa itu Edy?” ucapnya.
Dalam dialog itu Ngabalin juga berpendapat bahwa Mahkamah Rakyat Luar Biasa merupakan sekumpulan orang-orang yang sakit hati karena kalah di pemilihan umum (pemilu).
“Ketika melibatkan orang-orang lain yang patah hati, yang kecewa, yang kalah pemilu, dan macam-macam, berarti orang punya penilaian tidak bagus.”
“Jangan Anda lupa lho, approval rating-nya Pak Jokowi dari hasil survei terakhir itu mencapai 72 persen lho. Rakyat mana yang Edy dan teman-teman maksudkan?,” tanyanya.
Ia pun menantang Mahkamah Rakyat Luar Biasa untuk datang ke Kantor Staf Kepresidenan dan menunjukkan rakyat mana yang mereka maksud.
“Kenapa kalian bawa itu manusia-manusia yang patah hati, otak miring, sakit hati, semua ikut di situ?”
“Kalian bilang rakyat, itu rakyat yang mana? Rakyat yang mana yang kamu orang maksudkan?
Kalau kasus-kasus apa yang kau sebut itu? Datang ke mari ini ada di KSP sampai sekarang ini,” lanjutnya.
(*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim