Sosok Antasari Azhar,Eks Ketua KPK Kini Ramai Diberitakan tak Pernah Terima Uang Pensiun
Sosok Antasari Azhar, eks Ketua KPK
TRIBUN-MEDAN.COM,- Antasari Azhar merupakan pria kelahiran Pangkal Pinang, Bangka Belitung pada 18 Maret 1953.
Antasari Azhar merupakan eks Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang pernah menjabat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2007.
Kini, nama Antasari Azhar kembali mencuat.
Ia diberitakan sejumlah media massa mengaku tidak pernah menerima uang pensiun sejak tahun 2013, ketika usianya menginjak 60 tahun.
Sekarang, Antasari Azhar sudah berusia 70 tahun.
Seperti diketahui, Antasari Azhar pernah didakwa dalam kasus pembunuhan bos PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain.
Ia lolos dari hukuman pidana mati.
Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara.
Ketua KPK periode 2007-2009 tersebut terbukti bersalah terlibat kasus pembunuhan berencana terhadap Nasruddin.
Mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, hingga peninjauan kembali, Antasari dinyatakan bersalah.
Meski begitu, Antasari akhirnya bebas pada 2016.
Tepatnya pada 10 November 2016, Antasari bebas bersyarat setelah melewati dua pertiga masa pidana.
Bagaimana seorang terpidana yang di vonis hukuman 18 tahun penjara, bisa bebas hanya dengan menjalani dua pertiga dari masa hukumannya?
Dalam aturan pidana seorang terpidana, berhak mendapat keringanan hukuman yang dijalani melalui beberapa mekanisme, yaitu dengan mendapatkan remisi dan melakukan asimilasi.
Antasari sendiri mendapatkan kedua mekanisme tersebut, makanya beliau berhak mendapatkan pembebasan bersyarat dengan hanya menjalani dua pertiga dari masa hukumannya
Pada tahun ke-6 Antasari, total menerima remisi 3 tahun dan selama melakukan proses Asimilasi dengan bekerja disalah satu kantor notaris di Tangerang, setiap pukul 09.00 WIB hingga 17.00 WIB, mendapatkan lagi remisi 1,5 tahun, jika di total yaitu 4,5 tahun remisi yang telah diterima.
Dari 4,5 tahun remisi yang diterima dan 7,5 tahun menjalani masa kurungan di Lapas Kelas 1A Tangerang, jika digabungkan, sudah mencapai 12 tahun.
Jumlah tersebut artinya dua pertiga dari 18 tahun vonis penjara sudah dijalani oleh Antasari, sehingga beliau berhak mendapatkan bebas bersyarat, sesuai Undang-Undang aturan pidana.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Antasari terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap bos PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain pada 14 Maret 2009.
Majelis hakim yang dipimpin Herry Swantoro memaparkan hal-hal yang memberatkan adalah adalah perbuatan terdakwa mengakibatkan hilangnya ayah serta suami dari anak dan istri korban.
Sementara, untuk hal yang meringankan, Antasari berperilaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum dan berjasa dalam penegakan hukum, khususnya pemberantasan tndak pidana korupsi.
Perjalanan Kasus
Juniver Girsang, kuasa hukum Antasari Azhar sempat membeberkan perjalanan kasus yang mendera kliennya.
Pada Mei 2009 lalu, saat kasus pembunuhan Nasrudin pada 14 Maret 2009 sedang bergulir di persidangan, Antasari Azhar sebenarnya hendak membongkar kasus korupsi besar yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi.
Kasus korupsi itu diduga merugikan negara hingga ratusan bahkan triliunan rupiah, seperti dilansir Harian Kompas, Minggu (10/5/2009).
"Beliau (Antasari) belum mau menyebutkan angka kerugian. Apakah cuma ratusan miliar atau bahkan triliunan,"
Selama ini, Nasrudin disebut-sebut terus berhubungan dengan Antasari dan memasok informasi penting mengenai perkara korupsi di lingkungan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan kasus-kasus di luar badan usaha milik negara tersebut.
"Dengan penetapan klien saya sebagai tersangka, otomatis kewenangannya membongkar kasus ini terhenti," kata Juniver.
Penetapan Antasari sebagai tersangka, menurut dia, juga akan membuat citranya sebagai salah satu tokoh pemberantas korupsi hancur. Ini, kan yang dikehendaki para koruptor," ucap Juniver.
Sebagai informasi, Nasrudin adalah Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) yang bergerak di bidang distribusi obat- obatan dan jaringan apotek.
PRB adalah cucu perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) karena PT PRB adalah anak perusahaan PT Mitra Rajawali Banjaran, anak perusahaan PT RNI.
Nasrudin ditembak di kepala usai bermain golf di Tangerang, Banten, pada 14 Maret 2009. Ketika mobil yang ia tumpangi bergerak lambat di tepian danau di dekat lapangan golf, tiba-tiba dua pria dengan sepeda motor muncul dari arah belakang kiri mobil.
Salah satu pria kemudian mengeluarkan senjarta api laras pendek dan menambak Nasrudin sebanyak dua kali. Peluru bersarang di pelipis kiri korban.
Sempat kritis, Nasrudin yang dilarikan ke Rumah Sakit Mayapada kemudian mengembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (15/3/2009).
Keterlibatan Antasari menurut polisi
Nama Antasari mencuat karena ditemukan bukti pesan singkat yang bernada ancaman terhadap Nasrudin.
Kurang lebih, isi pesan singkat tersebut adalah sebagai berikut:
'Maaf... masalah ini hanya kita berdua yang tahu. Kalau ini sampai terblow-up, tahu konsekuensinya', Begitu kira-kira," kata pengacara keluarga Nasrudin, Jeffry Lumempouw seperti diberitakan Harian Kompas, Sabtu (2/5/2009).
Ditemui di lain kesempatan, Antasari membantah telah mengirim pesan tersebut dan menyebut tudingan itu tidak benar.
Antasari mengaku mengenal Nasrudin. Akan tetapi, ia bersikeras bahwa KPK justru tengah melindungi Nasrudin yang merupakan saksi dari kasus dugaan korupsi di PT RNI.
"Kalau saya dibilang tidak kenal, itu bohong karena fakta hukum saya harus melindungi mereka yang menyampaikan info kepada KPK. Nasrudin termasuk orang yang sering memberikan info," tuturnya.
Terlepas dari bantahan itu, Antasari resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh polisi pada 4 Mei 2009.
Kejanggalan kasus Antasari
Tim penasihat hukum Antasari menilai ada beberapa kejanggalan dalam penganganan kasus pembunuhan Nasrudin, di antaranya terkait penghilangan barang bukti penting berupa baju yang dikenakan korban di hari pembunuhan.
Koordinator kuasa hukum Antasari, Boyamin Saiman, dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, 8 April 2015 lalu, mengungkap fakta bahwa baju korban telah hilang atau dihilangkan.
"Pihak RS Mayapada dan pihak polisi tidak melakukan upaya maksimal untuk mencarinya dengan cara penyitaan dan penggeledahan," ujar Boyamin.
Selain itu, terungkap pula fakta tentang upaya menghilangkan ukuran jenis peluru yang sesungguhnya digunakan untuk menembak korban.
Ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Abdul Mun'im Idris, mengaku pernah dihubungi oleh petugas Polda Metro Jaya untuk menghilangkan ukuran peluru yang sesungguhnya.
Selain itu, Mun'im mengatakan bahwa mayat Nasrudin sudah dimanipulasi sebelum dibawa ke RSCM untuk diautopsi.
"Mayatnya sudah tidak asli, seperti rambut sudah digunting dan lukanya sudah dijahit," ujar Mun'im saat menjadi saksi ahli dalam persidangan Antasari Azhar di PN Jakarta Selatan, Kamis (10/12/2009).
Antasari Azhar menjalani hukuman
Meski beberapa bukti mengarah pada keterlibatan pihak lain termasuk polisi, Antasari tetap diyakini sebagai dalang di balik pembunuhan terhadap Nasrudin.
Kapolda Metro Jaya saat itu, Irjen Pol Wahyono, mengatakan, Antasari diduga kuat sebagai aktor intelektual pembunuhan itu setelah pihaknya menggali informasi dari 10 tersangka yang terlebih dahulu ditangkap.
Para tersangka itu antara lain Daniel (D) sang eksekutor, Edo (E) sebagai pemberi order, Henrikus Kia Walen (H) sebagai penerima order, Heri Santoso (HS) sebagai pengendara motor, A dan C sebagai pemantau lapangan saat eksekusi, AM sebagai pemantau kebiasaan korban, Wiliardi Wizard (WW) dan Jerry Kusuma (JK) sebagai penghubung, dan Sigid Haryo Wibisono (SHW) sebagai penyandang dana.
Antasari pun dijerat dengan dijerat pasal 340 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati. Pada 19 Januari 2010, Antasari dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum yang dipimpin Cirus Sinaga.
Majelis Hakim PN Jaksel yang dipimpin Herry Swantoro pada akhirnya memvonis Antasari dengan hukuman penjara selama 18 tahun pada Januari 2010.
Antasari terus mengajukan berbagai upaya hukum demi dibebaskan meski banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK) telah ditolak.
Pada Selasa (28/4/2015), tim kuasa hukum Antasari mengajukan permohonan grasi ke Presiden Joko Widodo.
Upaya tersebut didukung oleh keluarga Nasrudin.
Akhirnya, Antasari, diputus bebas bersyarat pada 10 November 2016 setelah melewati dua pertiga masa pidana.
Dia bebas murni pada 2017 setelah Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan grasinya.(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan