Rusia Bersedia Gencatan Senjata dengan Ukraina, Putin: Ini Syaratnya
Presiden Rusia dan calon presiden Vladimir Putin bertemu dengan media di markas kampanyenya di Moskwa pada 18 Maret 2024. Putin diprediksi menang telak di Pilpres Rusia 2024.
MOSKWA, KOMPAS.com - Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (14/6/2024) menyatakan bahwa pihaknya bersedia gencatan senjata dengan Ukraina.
Namun, syaratnya ialah Ukraina harus menyerahkan empat wilayahnya dan membatalkan upayanya untuk menjadi anggota NATO.
Dikutip dari AFP, Putin menguraikan persyaratannya untuk menghentikan serangan militer skala penuh yang ia lancarkan sejak Februari 2022.
Ia mengatakan hal itu saat berbicara pada malam pertemuan puncak perdamaian besar di Swiss, yang diatur oleh Ukraina dan sekutunya.
"Pasukan Ukraina harus ditarik sepenuhnya dari Republik Rakyat Donetsk, Republik Rakyat Lugansk, wilayah Kherson dan Zaporizhzhia," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi kepada diplomat Rusia di Moskwa.
Dikatakan, Rusia mengaku telah mencaplok keempat wilayah tersebut pada 2022, meski tidak memiliki kendali penuh atas salah satu wilayah tersebut.
"Segera setelah Kyiv menyatakan siap melakukan hal ini dan mulai menarik pasukannya serta secara resmi membatalkan rencana bergabung dengan NATO, kami akan segera dan pada saat itu juga gencatan senjata dan memulai perundingan," kata Putin.
Pemimpin Rusia itu mengatakan dia tidak mengesampingkan mempertahankan kedaulatan Ukraina atas wilayah selatan Kherson dan Zaporizhzhia dengan syarat Rusia memiliki hubungan darat yang kuat dengan Krimea.
Analis militer telah lama mengatakan salah satu tujuan utama Rusia dalam serangannya adalah menciptakan jembatan darat antara Rusia dan semenanjung Krimea, di sepanjang pantai selatan Ukraina.
Namun Putin dan pejabat tinggi Rusia biasanya mencoba membenarkan serangan mereka dengan mengatakan bahwa mereka melindungi etnis Rusia dan penutur bahasa Rusia di Ukraina timur dari rezim “neo-Nazi” di Kyiv.
Ukraina dan negara-negara Barat menolak tuduhan tersebut dan menganggap tindakan militer Rusia tidak berdasar sebagai agresi gaya kekaisaran.
Rusia secara sepihak mencaplok semenanjung Krimea pada 2014, memicu kemarahan internasional dan konflik bersenjata antara kelompok separatis yang didukung Rusia dan pasukan Kyiv di bagian timur negara tersebut.
Namun, Ukraina mengatakan pihaknya hanya akan menyetujui perdamaian jika Rusia menarik diri sepenuhnya dari wilayahnya yang diakui secara internasional, termasuk Krimea.