Jamdatun Sebut Jaksa Tipikor Gagal Tunjukkan Fraud Karen Agustiawan
Sidang Lanjutan Karen Agustiawan
Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara atau Jamdatun, Feri Wibisono menilai ada kejanggalan dalam proses persidangan eks Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Menurutnya, tidak ada kesalahan yang Karen lakukan hingga merugikan negara dan dianggap korupsi.
“Saya enggak tahu buktinya, tapi jaksa gagal membuktikan bahwa ada fraud di dalamnya yang bisa dikenakan pidana,” kata Feri kepada Katadata di Jakarta, Rabu (22/5).
Karen dianggap melakukan korupsi karena merugikan negara sebesar US$ 113,84 juta atau setara dengan Rp 1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011-2014. Feri berpendapat, yang mereka lakukan hanya bagian dari pekerjaan mengembangkan PT Pertamina untuk menambah cadangan migas.
“Langkah-langkah yang dilakukan oleh terdakwa selaku Direktur Utama PT Pertamina dan Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Energi tidak keluar dari ranah business judgement rule, ditandai tiadanya unsur kecurangan (fraud), benturan kepentingan (conflict of interest), perbuatan melawan hukum dan kesalahan yang disengaja,” kata Feri.
Konsep business judgement rule atau BJR menjelaskan direksi perseroan tidak dapat dibebankan tanggung jawab secara hukum atas keputusan yang diambilnya, walaupun keputusan tersebut menimbulkan kerugian. Namun BJR berlaku sepanjang keputusan dilakukan dengan itikad baik dengan tujuan dan cara yang benar. Oleh karena itu Feri mengatakan direksi tidak selalu bertanggungjawab secara pidana atas keputusannya.
“Kerugian perusahaan tidak menjadi tanggung jawab bagi direksi dan officer, sepanjang kerugian itu dilaksanakan berdasar keputusan atas kewenangan. Kalau tidak sesuai, seenaknya aja, dong,” ujar Feri.
Pendapat serupa diucapkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Baginya, kerugian BUMN seperti Pertamina seharusnya tidak dihitung sebagai korupsi karena merugikan negara. Padahal, kerugian ini muncul karena instruksi pemerintah dikombinasi dengan keadaan global yang tidak bisa diperkirakan.
Dalam jangka panjang, Hikmahanto menyebut kasus kriminalisasi serupa bisa mempengaruhi kinerja BUMN bahkan penerimaan negara.
“Bahayanya apa? Direksi direksi selalu dibayang-bayangi ketika mengambil keputusan. Jangan-jangan saya masuk penjara, jadi enggak mau ambil risiko. Risk averse, menghindari risiko,” ujar Hikmahanto.
Sebelumnya, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla hadir sebagai saksi dalam sidang Karen dan bingung mengapa Karen menjadi terdakwa, padahal sudah tugasnya sebagai Dirut yakni menjalankan instruksi dari pemerintah.
Jusuf Kalla menyatakan Karen menjalankan tugas untuk mengatur agar bauran gas bumi dalam konsumsi energi nasional lebih dari 30 persen pada 2025. Intruksi ini tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Pada 2013 dan 2014 lalu, Pertamina melakukan perjanjian jual beli LNG dengan perusahaan asal Amerika, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL). Langkah ini dianggap melawan hukum dan KPK mendakwa Karen merugikan negara sebesar US$ 113,84 juta dolar atau setara dengan Rp1,77 triliun. Mereka menduga ada korupsi dalam pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada 2011—2014.
Mantan Dirut PT Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan sebanyak US$ 104.016 atau setara dengan Rp 1,62 miliar. Selain itu, dia dianggap memperkaya perusahaan AS Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$ 113,84 juta atau setara dengan Rp 1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013—2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012—2014.