Umat di Maumere Menangis Mendengar Paus Yohanes Paulus II Berdoa dalam Bahasa Indonesia
POS-KUPANG.COM, MAUMERE- Pukul 15.00 Wita Rabu 11 Oktober 1989, ratusan ribu umat Katolik dari berbagai daerah di Pulau Flores, Makassar dan kota lainnya menghadiri perayaan misa yang dipimpin Paus Yohanes Paulus II di Gelora Samador, Kota Maumere.
Paus John Paul II didamping 14 uskup dan dua orang kardinal. Misa hari itu mengusung tema ”Menjadi Saksi Kristus Bersama Bunda Maria.” Lagu puji syukur bernuansa Nusa Tenggara Tumur berkumandang silih berganti.
Budaya lokal tersirat utuh dalam perayaan menyatu dalam liturgi membawa umat terpaku dan menyatu dengan Sri Paus Yohanes Paulus II.
Bapa Suci membaca doa pembukaan dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Demikian pula ketika ia melagukan prevasi, meski terasa sulit mengucapkan kata-kata mengandung bunyi sengau.
Paus Yohanes Paulus II. (DOK)
Umat tak kuasa menahan deraian air mata mendengar Sri Paus berusaha menyesuaikan kata-kata yang diucapkanya. Mereka menangis, terharu, bangga dan bahagia, sebab Sang Gembala Agung itu bersatu dan menyatu dengan umat di NTT.
Kotbah Sri Paus John Paul II menggunakan Bahasa Inggris diterjemahkan Uskup Agung Ende, Mgr. Donatus Djagom, SVD.
Paus menekankan pentingnya peran Bunda Maria dalam rangka keselamatan yang dibawa Tuhan kepada manusia.
Maria berani membuat terobosan yang mengacu kepada pertemuan dengan Tuhan, sumber hidup yang membebaskan manusia dari malapetaka. “Isilah tempayanmu dengan air kehidupan,” Sri Paus John Paul II menyitir perikop Injil Yohanes.
Di akhir kotbahnya, Paus berucap puitis dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Flores Nusa Bunga, sebuah nama yang indah. Namun di balik nama itu terselip suatu tugas berat untuk anda sekalian, yaitu menyebarkan kembang-kembang iman,” demikian Paus Yohanes Paulus II.
Perayaan ekaristi terbesar dan pertama kali di Pulau Flores berlangsung tertib, lancar dan aman dalam tiga jam.
Untuk kesekian kali umat tak sia-siakan berkat apostolik Sri Paus. Mereka mengangkat Rosario dan benda-benda rohani.
Pater Bernard Boli Ujan, SVD (72) yang kala itu berusia 37 tahun, menuturkan ulang perayaan ekaristi agung tersebyt. Kala itu dia belum genap dua tahun kembali dari studi liturgi di Roma.
Saat misa Pater Bernard bertugas menjadi pendamping ahli liturgi.
Sebenarnya Rektor STFK Ledalero, Pater Niko Hayon, SVD (alm) yang mendapat tugas ini. Karena kesibukannya, tugas itu diberikan kepada Pater Bernard.
Anggota lainya Romo Vinsensius Sensi Potokota yang di kemudian hari diangkat menjadi Uskup Agung Ende, dan Pater Soter Dino.
Seorang lagi tak diingat namanya oleh Pater Bernard kala itu menjabat Ketua Yayasan Persekolahan Umat Katolik Maumere.
“Saya diberi tugas mendampingi seksi liturgi panitia, selain bisa komunikasi langsung dengan Vatikan, Mgr. Piero Marini sebagai seremonaris utama. Kami semua sebagai seremonaris,” kisah Pater Bernard kepada Pos kupang Jumat petang 3 Mei 2024 di Kampus STFK Ledalero.
Karena perannya itu, Pater Bernard terlibat aktif dalam seluruh persiapan sampai hari H kedatangan Paus John Paul II. Gedung, perlengkapan, dekorasi, musik liturgi dan tarian liturgi, meski hanya turut memberi gagasan. Termasuk koor harus dilatih sungguh-sungguh.
Pater Bernard Boli Ujan, SVD (POS KUPANG/EUGENIUS MOA)
Bahkan karena tugas diembannya itu pula ketika Paus Yohanes Paulus II tiba di Bandara Waioti, Pater Bernard berada di ruang tunggu bersama Mgr. Piero Marini.
Tarian liturgi mengiringi lagu dirancang koreografer terkenal Maumere saat itu, Herman Yoseph dengan istrinya. Rancangan liturgi harus sesuai dengan lagu-lagu daerah dari seluruh Flores. Terutama melodi Maumere, selain juga daerah lain di Pulau Flores.
Lagu Salam Maria dimodifikasi teksnya oleh Oscar Pareira Mandalangi sebagai lagu pembuka sambutan kepada Paus Yohanes Paulus II.
Ratusan orang penari menyesuaikan dengan langgam daerah di Flores. Ada gerak tari Manggarai, Ngada, Nagekeo, Ende Lio, Maumere dan Lamaholot (Flores Timur dan Lembata).
Selama misa berlangsung, Pater Bernard selalu berada tak jauh dari posisi Paus Yohanes Paulus II. Dia menyaksikan raut wajah Paus Yohanes Paulus II merespons penerimaan umat.
“Ooo… dia senang… gembira,” kenang Pater Bernard.
Bagaimana Paus dapat menguasai Bahasa Indonesia untuk memimpin misa? Teks homili entah siapa yang menyiapkannya. Pater Bernard mengaku tak tahu persis.
Namun, panitia diminta segera mengirim teks homili ke Vatikan. Naskah kotbah tiba si sana. Pihak Vatikan menanyakan siapa yang bisa melatih atau memandu Paus. Disebutlah nama Pater Guido Tisera, SVD (almarhum) saat itu studi Kitab Suci di Roma.
“Homili Paus dalam Bahasa Indonesia mungkin dilatih oleh Pater Guido. Umat senang sekali ikuti misa. Paus belum lama dilatih mengucapkan kata-kata dalam Bahasa Indonesia. Tapi Paus tidak salah mengucapkan setiap kalimat,”kenang Pater Bernard.
“Saya tahu orang Polandia (asal negara Paus Yohanes Paulus II) sangat cepat menguasai bahasa asing, sehingga sangat terlatih,” Pater Bernard menambahkan.
Berperan sebagai seremonarius, Pater Bernard terpilih di antara 100 orang yang menerima komuni langsung dari Paus Yohanes Paulus II.
“Saya menjadi orang terakhir atau orang ke-100 orang yang dipilih menerima komuni dari Paus Yohanes Paulus II,” ujarnya. (*)