Jeda Taktis Militer di Gaza untuk Pengiriman Bantuan Justru Dikecam PM Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman setelah pertemuan mereka di Yerusalem pada 17 Maret 2024. Netanyahu akan menjalani operasi hernia pada 31 Maret 2024.
TEL AVIV, KOMPAS.com - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu justru mengkritik rencana yang diumumkan oleh militernya pada Minggu (16/6/2024) untuk mengadakan jeda taktis setiap hari.
Jeda itu dilakukan di sepanjang salah satu jalan utama menuju Gaza untuk memfasilitasi pengiriman bantuan ke daerah kantong Palestina.
Sebelumnya, militer Israel mengumumkan jeda harian mulai pukul 05.00 hingga 16.00 di daerah dari Penyeberangan Kerem Shalom hingga Jalan Salah al-Din dan kemudian ke utara.
"Ketika perdana menteri mendengar laporan tentang jeda kemanusiaan selama 11 jam di pagi hari, dia menoleh ke sekretaris militernya dan menjelaskan bahwa hal ini tidak dapat diterima olehnya," kata seorang pejabat Israel, dikutip dari Reuters pada Senin (17/6/2024).
Militer mengklarifikasi bahwa operasi normal akan berlanjut di Rafah, fokus utama operasinya di Gaza selatan, di mana delapan tentara tewas pada hari Sabtu.
Reaksi Netanyahu menggarisbawahi ketegangan politik mengenai masalah bantuan yang masuk ke Gaza, di mana organisasi internasional telah memperingatkan akan meningkatnya krisis kemanusiaan.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang memimpin salah satu partai keagamaan nasionalis dalam koalisi Netanyahu, mengecam gagasan jeda taktis.
Ia juga mengatakan siapa pun yang memutuskan hal itu adalah orang "bodoh" yang harus kehilangan pekerjaannya.
Perselisihan tersebut merupakan yang terbaru dari serangkaian bentrokan antara anggota koalisi dan militer mengenai jalannya perang, yang kini telah memasuki bulan kesembilan.
Hal ini terjadi seminggu setelah mantan jenderal sentris Benny Gantz mundur dari pemerintahan, menuduh Netanyahu tidak memiliki strategi yang efektif di Gaza.
Perpecahan ini terungkap pekan lalu dalam pemungutan suara parlemen mengenai undang-undang tentang wajib militer Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam militer.
Menteri Pertahanan Yoav Gallant memberikan suara menentangnya karena bertentangan dengan perintah partai, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak cukup untuk kebutuhan militer.
Partai-partai keagamaan dalam koalisi sangat menentang wajib militer bagi kelompok ultra-Ortodoks, sehingga memicu kemarahan luas dari banyak warga Israel, yang semakin mendalam seiring dengan berlanjutnya perang.
Letnan Jenderal Herzi Halevi, panglima militer, mengatakan pada hari Minggu bahwa ada kebutuhan yang pasti untuk merekrut lebih banyak tentara dari komunitas ultra-Ortodoks yang berkembang pesat.