Di Montpellier Perancis, Ada Pajak Gaji 2 Persen untuk Danai Transportasi Gratis
Proyek ini didanai bersama lewat pajak gaji sebesar 2 persen pada perusahaan dengan lebih dari 11 karyawan.
Penulis: Lisa Louis/DW Indonesia
MONTPELLIER, KOMPAS.com - Sejak 21 Desember 2023, setengah juta penduduk Kota Montpellier di Perancis selatan dan sekitarnya tidak lagi perlu membayar transportasi umum. Banyak dari mereka menyambut langkah ini. Ada juga yang keberatan.
Rayene Chabbi (31) merasa lega karena tidak lagi harus membayar ongkos bus dan trem yang dia naiki untuk bekerja, seperti pada Senin pagi baru-baru ini. Sebelumnya, dia sering mengendarai mobil orangtuanya sejauh tujuh kilometer menuju kantor.
"Transportasi umum gratis adalah ide yang sangat bagus, apalagi bagi orang-orang seperti saya yang berpikir dua kali sebelum menghabiskan 50 euro (sekitar Rp 844.000) untuk tiket bulanan. Pendapatan kotor saya hanya 1.950 euro (Rp 34,41 juta) setiap bulan,” katanya kepada DW sambil menunggu bus.
Stres berkurang, lingkungan ikut senang
Setengah jam kemudian, Chabbi turun dari trem di wilayah timur laut Castelnau-le-Lez di Montpellier.
"Mengendarai mobil akan butuh sepuluh menit lebih lama. Saya suka cara bepergian yang bebas stres ini. Ditambah lagi, saya ikut menjaga lingkungan," katanya sambil berjalan beberapa ratus meter menuju perusahaan Simax, tempatnya bekerja sebagai asisten manajer.
Perusahaan skala menengah tempatnya bekerja bergerak di bidang penyediaan perangkat lunak manajemen untuk bisnis.
Perusahaan ini ikut mendanai skema transportasi umum gratis melalui pajak gaji sebesar dua persen, seperti yang dilakukan sekitar 2.500 perusahaan lain di Montpellier yang mempekerjakan 11 staf atau lebih.
Secara keseluruhan, program ini menelan biaya 30 juta euro (sekitar Rp 500 miliar). Sementara total anggaran yang dikeluarkan oleh kota untuk proyek ini mencapai 1 miliar euro (Rp 17,63 triliun).
CEO Simax, Miren Lafourcade, tidak merasa keberatan membayarkan ongkos ini, malah sebaliknya.
"Perusahaan kami dulunya berada di daerah dengan koneksi transportasi umum yang buruk. Makanya kami pindah ke lokasi ini, yang hanya berjarak tiga menit berjalan kaki dari halte trem. Akhirnya, pajak yang kami bayarkan digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Lafourcade.
Simax saat ini mempekerjakan 60 orang dan memiliki omset tahunan sebesar 1,5 juta euro (Rp 26,47 miliar). Perusahaan ini berencana merekrut sepuluh staf tambahan pada tahun ini. Keberlanjutan, termasuk transportasi umum, akan tetap menjadi elemen penting dalam rencana ekspansinya.
Bagian dari skema adaptasi iklim
Julie Freche, wakil presiden kota metropolitan Montpellier dan penanggung jawab urusan transportasi, merasa gembira dengan upaya tersebut.
"Kami bertujuan menerapkan politik lingkungan yang positif. Transportasi umum gratis akan meningkatkan daya beli masyarakat,” katanya kepada DW. "Ditambah lagi, tindakan ini meningkatkan kualitas udara,” tambah Frêche.
Montpellier juga mengambil langkah-langkah adaptasi iklim lainnya, utamanya karena suhu di kota ini bisa mencapai hampir 50 derajat Celsius di musim panas. Kota ini menanam tanaman hijau dan akan menambah 50.000 pohon pada 2026.
"Kami juga membangun jalur sepeda tambahan sepanjang 235 kilometer dan menambah lima rute bus dari 41 jalur yang sudah ada, dan jalur trem kelima," tegas Frêche.
Namun, tidak semua tempat di Montpellier bisa menikmati fasilitas yang sama.
Jalur trem baru itu juga akan menghubungkan Saint-Jean-de-Vedas. Kota yang masih menjadi bagian Montpellier ini dihuni sekitar 12.000 penduduk, dan terus bertambah. Banyak blok apartemen baru bermunculan di sini.
Itu sebabnya Hugo Daillan berpendapat perlu lebih banyak koneksi transportasi umum. Pria berusia 28 tahun itu tinggal di pusat Montpellier dan bekerja di toko bunga di Saint-Jean-de-Vedas. Dia sedang bepergian bersama rombongan penumpang angkutan umum saat berbincang dengan DW.
"Ini satu-satunya halte trem di Saint-Jean-de-Vedas. Trem hanya beroperasi setiap 15 menit, padahal di akhir hari kerja, orang-orang harus pulang. Banyak orang di sini yang menggunakan mobil. Koneksi transportasi begitu buruk," kata Daillon kepada DW.
Alexandre Brun, dosen geografi di Universitas Paul-Valery di Montpellier, setuju dengan pandangan tersebut.
"Kota ini juga harus membangun koneksi baru antarpinggiran kota sehingga Anda tidak lagi harus melakukan perjalanan melalui pusat kota untuk mencapai pinggiran kota lainnya," kata Brun.
Digemari pengemudi dan ahli ekonomi
Para pengemudi mobil yang ditanyai di Saint-Jean-de-Vedas tampaknya menyambut baik skema transportasi gratis ini.
"Sangat nyaman. Saya sekarang rutin menggunakan transportasi umum untuk berbelanja di pusat kota," kata Claire Maurin, guru taman kanak-kanak berusia 40 tahun.
Fady Hamade, ekonom dan direktur lembaga think tank Institute of Environmental Resources and Sustainable Development Economists, yang berkantor di Montpellier, juga menyambut hal ini.
"Seperti layanan publik lainnya, ini adalah alat redistribusi pendapatan," kata dia kepada DW.
"Ini membawa efek eksternal yang positif, menurunkan emisi CO2 dan polusi kota. Hal ini juga tampaknya mengarah pada pembukaan toko-toko baru dan lebih banyak keberagaman sosial di pusat kota, karena lebih mudah bagi masyarakat untuk bepergian," tambahnya.
Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Perancis Mulai Gratiskan Transportasi Umum di Montpellier.