MENKO PMK Muhadjir Ungkap Syarat Korban Judi Online Dapat Bansos: Sering Transaksi ke Situs Judi
TRIBUN-MEDAN.com - Pemberian Bansos bagi korban judi online tampaknya makin serius. Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan bakal menyeleksi korban judi online untuk menerima bansos berupa uang tunai.
Muhadjir berpendapat bahwa pemberian Bansos ke korban judi online perlu sebab memiliki dampak besar bagi sekitarnya.
Katanya, bukan pemain judi online yang menerima Bansos, melainkan orang terdekat dari pemain judi itu seperti istri dan orang terdekatya.
Dia mengatakan hal ini dilakukan untuk menghindari bansos yang diberikan justru digunakan untuk bermain judi online.
"Kalau ada penerima bansos (bermain judi online), ya akan kita tangani itu. Karena bagaimanapun tidak bisa mereka menerima bansos," katanya saat di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (17/6/2024), dikutip dari Kompas.com.
Muhadjir mengatakan seleksi tersebut salah satunya bisa dilihat dari rekening penerima bansos yang mungkin turut diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Seperti diketahui, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, sempat menyebut pihaknya telah memblokir sekitar 5 ribu rekening yang diduga berkaitan dengan judi online.
"Nanti itu saya juga akan minta PPATK, jangan-jangan di antra norek (nomor rekening) yang diblokir itu ada (dimiliki) penerima bansos," ujarnya.
Di sisi lain, Muhadjir masih berkeinginan agar korban judi online turut menerima bansos.
Namun, dia meluruskan pihak yang menerima bansos adalah keluarga yang terdampak dan bukannya pemain judi online.
"Saya tegaskan korban judi online itu bukan pelaku. Siapa korbannya? Korbannya adalah keluarga atau individu terdekat dari para penjudi itu yang dirugikan baik secara material, finansial, maupun psikologis, dan itu lah yang nanti disantuni," urainya.
Muhadjir mengungkapkan keluarga atau individu terdekat dari yang terdampak pelaku judi online merupakan tanggung jawab negara.
Apalagi, sambungnya, jika keluarga atau individu tersebut sampai jatuh miskin akibat salah satu anggotanya kecanduan judi online.
"Memang orang miskin itu menjadi tanggung jawab negara, sesuai dengan UUD Pasal 34 ayat 1 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara," kata Muhadjir.
Pemain Judi Online 3,2 Juta Orang, Didominasi IRT dan Pelajar
Sebelumnya, Koordinator Kelompok Humas Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Natsir Kongah, mengungkapkan 3,2 juta masyarakat Indonesia bermain judi online.
Natsir menuturkan, mayoritas pemain judi online di Indonesia adalah ibu rumah tangga dan pelajar yang menghabiskan uang Rp 100 ribu per hari.
"Dari 3,2 juta yang kita identifikasi judi online itu, itu rata-rata main di atas Rp 100 ribu. Hampir 80 persen dari 3,2 juta pemain yang teridentifikasi itu," kata Natsir dalam siniar di Radio Trijaya bertajuk "Mati Melarat Karena Judi" pada Sabtu (15/6/2024), dikutip dari YouTube Trijaya.
"Ada pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan ini yang cukup mengkhawatirkan buat kita sebagai anak bangsa," sambungnya.
Natsir mengasumsikan ketika sebuah keluarga diasumsikan berpendapatan Rp 200 ribu sehari, maka sudah separuh pendapatannya untuk main judi online.
Dia pun mengaku miris atas fenomena yang terjadi tersebut. Ketika uang yang seharusnya bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari justru digunakan bermain judi online.
"Misalnya pendapatan keluarga itu katakan lah Rp 200 ribu per hari. Kalau Rp 100 ribunya dibuat judi online, itu kan signifikan ya, mengurangi gizi dari keluarga yang ada."
"Dan kalau itu terus berlanjut, kan tentunya uang yang Rp 100 ribu tadi bisa dibelikan susu anak," jelas Natsir.
MUI Tolak Korban Judi Online Dapat Bansos
Korban judi online dapat bantuan sosial (Basos) menjadi perbincangan warganet. Banyak yang menolak wacana Menko Muhadjir Effendy.
Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini mengaku usulan itu cuma sekadar wacana pribadi saja.
Terkait wacana pribadi Muhadjir ini, MUI tak sepakat dengan wacana pemberian bantuan sosial (bansos) untuk korban judi online.
Ada beberapa kekhawatiran dengan wacana ini.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh mengatakan, uang bansos yang diberikan bisa saja justru akan digunakan lagi untuk berjudi.
"Kita juga harus konsisten ya, di satu sisi kita memberantas tindak perjudian salah satunya adalah melakukan langkah-langkah preventif, di sisi yang lain harus ada langkah disinsentif bagaimana pejudi justru jangan diberi bansos," kata Niam di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh (HO)
Niam menilai, tak ada istilah korban dalam perjudian.
Menurutnya, penyakit berjudi adalah kesadaran atau pilihan hidup si pelaku.
Meski demikian, ia tak menampik bahwa banyak orang yang berjudi pada akhirnya ekonominya terpuruk atau jatuh miskin.
Dalam pandangannya, hal ini tentu berbeda dengan pinjaman online (pinjol) yang saat ini juga marak di masyarakat.
Mereka yang melakukan pinjol bisa saja menjadi korban penipuan akibat kenakalan atau kecurangan dari penyedia layanan.
"Masa iya kemudian kita memprioritaskan mereka? tentu ini logika yang perlu didiskusikan," katanya.
Niam khawatir jika nantinya wacana ini direalisasikan berujung salah sasaran.
"Kalau tahu uangnya terbatas untuk kepentingan bansos, prioritaskan justru orang yang mau belajar, orang yang mau berusaha, orang yang gigih di dalam mempertahankan hidupnya, tetapi karena persoalan struktural dia tidak cukup rezeki."
"Ini yang kita intervensi, jangan sampai kemudian itu enggak tepat sasaran," ucap Niam.
Di sisi lain, MUI mengapresiasi upaya pemerintah memberantas judi online.
Salah satunya dengan membentuk Satgas Judi Online.
"Dalam melakukan tindakan pencegahan dan juga penindakan hukum secara holistik, jangan tebang pilih, karena ada juga platform digital yang sejatinya dia bergerak kepada perjudian online, tetapi dibungkus dalam bentuk permainan dan sejenisnya."
"MUI secara khusus memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah dalam memberantas tindak perjudian melalui Satgas Judi Online," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan ke kementerian sosial (kemensos) agar korban judi online bisa masuk ke dalam DTKS untuk menerima bantuan sosial (bansos).
Muhadjir mengatakan, pihaknya juga merekomendasikan agar Kemensos membina korban judi online yang mengalami gangguan psikososial.
"Kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini, misalnya kemudian kita masukkan di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai penerima bansos."
"Kemudian mereka yang mengalami gangguan psikososial, kita minta Kementerian Sosial (Kemensos) untuk turun melakukan pembinaan dan memberi arahan," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Muhadjir mengatakan, praktik judi baik secara langsung maupun daring (online), dapat memiskinkan masyarakat.
Menurutnya, pemerintah harus hadir dan bertanggung jawab terhadap masyarakat miskin.
"Ya termasuk banyak yang menjadi miskin, itu menjadi tanggung jawab dari Kemenko PMK," kata Muhadjir.
Namun, Muhadjir menegaskan bahwa wacana ini baru usulan pribadinya.
Usulan tersebut, kata Muhadjir, belum dibahas lebih lanjut di pemerintahan.
"Belum (dibahas bersama-sama). Itu baru usulan saya," ujar Muhadjir, Jumat (14/6/2024), dikutip dari Kompas.com.
Muhadjir juga mengatakan, tak semua korban judi online bisa masuk ke daftar DTKS dan menerima bansos dari pemerintah.
Ia menegaskan bahwa mereka yang bisa menerima bansos harus tetap memenuhi kriteria.
"Memang tidak serta merta. Biar jadi korban, tetapi tidak memenuhi kriteria penerima bantuan, misalnya keluarga itu masih tetap kaya, ya tidak,” kata Muhadjir.
Meski demikian, Muhadjir menegaskan bahwa mereka para pelaku judi online tetap harus ditindak.
Sementara itu, bagi keluarga korban yang menjadi jatuh miskin menurutnya perlu diberi bantuan.
"Yang terlibat judi tetap harus ditindak. (Sedangkan) keluarganya yang jadi korban, yang miskin dan yang jatuh miskin harus diberi bantuan,” ujar dia.
(*/tribun-medan.com)