‘Badak’ Minuman Soda Legendaris asal Siantar, Diproduksi sejak 1920-an
SIANTAR, METRODAILY – Pematang Siantar adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Kota ini dikenal sebagai tempat asal minuman soda yang unik bernama Badak. Badak Soda, atau yang sering disebut Badak Sarsaparilla, adalah minuman ringan yang memiliki sejarah panjang.
Badak adalah merek minuman bersoda yang berusia hampir satu abad. Tampilan dari botol minuman ini tertera gambar badak bercula satu dan tulisan “Badak”. Minuman ini telah melegenda di Kota Medan, Kota Pematang Siantar, dan sekitarnya. Minuman ini dengan mudah ditemukan berdampingan dengan minuman soda lainnya.
Soda Badak ini memiliki rasa khas sarsaparilla. Minuman ini tidak hanya menyegarkan dengan rasa khasnya, tetapi juga memiliki nilai historis dalam komunitas lokal. Badak dikenal sebagai minuman yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup dan budaya masyarakat Pematang Siantar.
Badak adalah minuman soda legendaris bermerek lokal yang berasal dari Pematang Siantar, Sumatera Utara. Minuman ini terbuat dari air, karbon dioksida (CO2), garam, sodium, dan sulfatrinasius. Kehadiran karbon dioksida pada Badak memberi sensasi “menggigit” dan segar.
Dikutip dari website resmi indonesia.go.id, minuman soda Badak, seperti tercantum dalam skripsi berjudul PT Pabrik Es Siantar di Pematang Siantar 1959-1990, diproduksi NV Ijs Fabriek Siantar. Dalam skripsinya, Kuasa Agustino Saragih menyebutkan NV Ijs Fabriek Siantar didirikan oleh seorang sarjana teknik kimia kelahiran Swiss bernama Heinrich Surbeck di Pematang Siantar pada 1916. Ada alasan tersendiri mengapa Surbeck memilih Kota Siantar sebagai lokasi pabrik.
Pada abad ke-20, banyak perkebunan baru yang muncul di Pematang Siantar, baik sekadar berkunjung maupun bekerja. Lebih dari itu, Siantar juga merupakan tempat transit barang dari Medan ke daerah lain. Alasan yang tidak kalah penting adalah ketersediaan air bersih untuk bahan baku produk berlimpah.
Awalnya, NV Ijs Fabriek Siantar hanya memproduksi es batu batangan. Sejak 1920-an, pabrik es ini mulai membuat minuman soda berlabel Badak. Penggunaan nama Badak sebagai merek minuman soda mengandung makna filosofis. Badak terkenal berkulit keras serta bertanduk kuat. Makna filosofisnya dari minuman ini adalah minuman berlabel Badak akan bertahan di tengah gempuran minuman-minuman bermerek internasional.
Di tahun 1920-an, bukan hanya minuman-minuman soda Badak saja yang ada di pasaran. Minuman bersoda seperti Coca Cola pun mulai dikenal di Indonesia pada 1927. Masuknya Fanta ke Indonesia pada tahun 1973 juga membuat persaingan di pasar minuman bersoda kian ketat.
Di balik kesegaran minuman soda Badak terdapat pula kisah getir sang pemilik awal. Hidup Surbeck berakhir tragis. Ia tewas di tangan laskar rakyat yang memberontak Belanda pasca proklamasi kemerdekaan. Sepeninggal Surbeck, pabrik minuman tersebut tetap menjalankan aktivitas produksi. Karyawan pabrik bernama Elman Tanjung mengelola perusahaan bersama rekan-rekannya sampai putri Surbeck yang bernama Lydia Rosa kembali ke Pematang Siantar pada 1947.
Isu nasionalisasi yang terjadi pasca kemerdekaan memaksa NV Ijs Fabriek Siantar mengubah namanya dari bahasa Belanda menjadi bahasa Indonesia yaitu menjadi PT Pabrik Es Siantar. Kepemilikan pabrik pun harus berpindah tangan kepada pribumi. Di tahun 1969, pengusaha pribumi bernama Julius Hutabarat membeli PT Pabrik Es Siantar dengan cara mencicilnya hingga tahun 1971.
Ternyata dengan adanya peralihan kepemilikan tidak berdampak buruk terhadap penjualan. Minuman ini justru kian berjaya. Merek ini tidak terkalahkan di Sumatera Utara pada 1970 sampai 1980-an. Pada saat itu ada delapan varian rasa minuman soda berlabel Badak, varian rasa itu mulai dari jeruk, anggur, nanas, American ice cream soda, air soda, kopi, raspberry dan sarsaparilla. Varian yang disebutkan terakhir, sarsaparilla, bahkan pernah diekspor ke Swiss yaitu negara asal Surbeck.
Minuman Badak atau soda rasa buah dilakukan dengan memasak gula cukup lama. Kemudian minuman itu ditambah pemanis berupa sukrosa, air bersih dan asam sitrat. Lalu disaring dan dimasak lagi dengan tambahan air, karbon dioksida dan esens. Setelah sudah siap minuman itu didiamkan hingga semua bahan benar-benar larut dan tercampur rata.
Pada masa jayanya produksi Badak mencapai 40 ribu krat per bulan. Tetapi, seiring dengan menurunnya permintaan, produksi Badak berkurang jadi 500 krat per bulan. Variannya pun dikurangi dari delapan menjadi dua.
Untuk membuat satu rasa minuman, pabrik harus membeli satu esens. Agar rasa minuman yang satu tidak tercampur dengan rasa lain, pabrik mesti membersihkan peralatan dan mesin setidaknya empat jam. Kondisi ini membuat proses produksi tidak efisien sehingga manajemen memutuskan untuk mempertahankan dua varian rasa yang paling disukai pelanggan yaitu varian yang tersisa hanyalah air soda dan sarsaparila. (dtc)
News Related-
Nadzira Shafa Nyanyi Lagu Baru, Lirik Rakit Soundtrack Film 172 Days, Ceritakan Kisah Cintanya dengan Amer Azzikra
-
Cara Menukarkan Valas dan Informasi Kurs Dollar-Rupiah di BCA, Selasa (28/11)
-
Ganjar Disindir Halus Kepala Suku di Merauke soal Kondisi Jalan
-
BREAKING NEWS - Diduga Depresi,Pemuda di Kubu Raya Nekat Akhiri Hidup Dengan Cara Tak Wajar
-
Tertarik Ubah Avanza Jadi VW Kodok? Segini Biayanya
-
Bukan Gabung Barito,Sosok di Luar Dugaan Eks Persija Membelot ke Rival Dewa United,Anak Dewa Cek
-
Pesan Mahfud ke Anak Muda Aceh: Semua Akan Sukses karena RI Kaya, Jangan Hedon
-
Apakah Hantu Itu Nyata? Berikut Penjelasan Ilmiahnya
-
Rajin Beri Bonus dan Ajak Jalan-jalan,Bos Tak Menyangka Lihat Isi Grup WA Karyawan,Semua Dipecat
-
Pimpinan KPK Kaget Kasus Korupsi SYL Ternyata Sudah Dilaporkan Sejak 2020, 3 Tahun Dibiarkan Mangkrak
-
Isyarat Rasulullah Tentang Penaklukan Romawi dan Mesir
-
Istana Ingatkan Pasangan Anies-Muhaimin, Ada Kesepakatan Politik Terkait UU IKN
-
Anak Kiky Saputri Unboxing Bingkisan Ulang Tahun Ke-2 Rayyanza
-
Ragam Keris dan Senjata Pusaka di Museum Pusaka TMII