TRIBUNAMBON.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima laporan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait dugaan korupsi pendanaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) hingga Rp 2,5 triliun.
Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan berupa korupsi dana pemberian fasilitas kredit LPEI yang melibatkan empat perusahaan debitur.
“Dugaan tindak pidana korupsi atau fraud dalam pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang mana sebenernya tindakan ini sudah cukup lama,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dikutip dari Kompas.com (18/3/2024).
Pihaknya menyampaikan, korupsi kredit dilakukan dalam beberapa tahapan.
Korupsi tahap pertama diduga dilakukan empat perusahaan dengan nilai Rp 2,5 triliun. Selain itu, masih ada perusahaan lain yang juga diduga melakukan korupsi pada tahapan lainnya.
“Jumlah keseluruhannya adalah sebesar Rp 2,505,119 triliun, teman-teman itu yang tahap pertama. Nanti ada tahap keduanya,” ungkap Burhanuddin.
Lalu, apa saja perusahaan yang diduga terlibat korupsi dana kredit LPEI?
Perusahaan diduga korupsi dana LPEI Burhanuddin menyebut, dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari LPEI sebenarnya sudah terdeteksi sejak lama sejak sekitar 2019.
“Dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang mana sebenarnya tindakan ini sudah cukup lama,” terangnya.
Temuan dugaan korupsi ini merupakan hasil kerja tim gabungan LPEI bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun), dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Namun, dugaan tindak korupsi LPEI baru resmi dilaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Jaksa Agung pada Senin (18/3/2024) pagi. Total terdapat empat perusahaan debitur yang dilaporkan dengan nilai kredit macet total Rp 2,505 triliun.
Keempat debitur tersebut adalah PT RII senilai Rp 1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp 216 miliar, PT SPV sebesar Rp 144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp 305 miliar. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana membenarkan laporan temuan dugaan korupsi di LPEI oleh Sri Mulyani tersebut.
Setelah ada laporan, pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Ketut menjelaskan, kasus ini baru dilaporkan sekarang karena awalnya diserahkan ke Jamdatun Kejagung. Namun, kemudian ditemukan dugaan tindak pidana korupsi.
Tindak pidana yang dilakukan berupa penyimpangan pemberian fasilitas atau pembiayaan kredit dari LPEI kepada para debitur.
Kasus ini lalu diserahkan ke Jampidsus karena nilai kredit sudah macet sehingga perlu ada pemulihan aset.
“Nanti setelah serangkaian penyidikan yang dilakukan oleh teman-teman di Jampidsus akan kami tentukan statusnya,” ujar dia.
Ketut menambahkan, empat perusahaan debitur LPEI yang diduga korupsi bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, nikel, serta perkapalan.
Enam perusahaan lain masih diselidiki
Tak hanya empat perusahaan yang akan diselidiki, Burhanuddin mengungkapkan, ada enam perusahaan lain yang juga terindikasi melakukan tindak korupsi.
Enam perusahaan ini diduga melakukan korupsi pemberian fasilitas kredit di LPEI tahap kedua.
Perusahaan tersebut terindikasi lakukan korupsi senilai Rp 3 triliun dan Rp 85 miliar.
Namun, keenam perusahaan tersebut masih menjalani pemeriksaan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Nantinya, temuan ini akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dalam rangka pemulihan aset.
Atas temuan korupsi ini, Jaksa Agung mengimbau perusahaan-perusahaan debitur LPEI agar segera menindaklanjuti kesepakatan dengan Jamdatun, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan.
Tindakan ini dilakukan agar tidak berlanjut kepada proses pidana.
Di sisi lain, Sri Mulyani memastikan LPEI akan terus mengusut kasus kredit-kredit bermasalah dan bekerja sama dengan institusi terkait.
“Negara tetap mendukung LPEI melaksanakan perannya meningkatkan ekspor Indonesia dengan menerapkan tata kelola yang baik,” jelas Sri Mulyani, dilansir dari Kontan.
“Zero tolerance terhadap segala bentuk pelanggaran hukum agar peran strategisnya berjalan optimal sesuai mandat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009,” imbuhnya.(*)
News Related-
Nadzira Shafa Nyanyi Lagu Baru, Lirik Rakit Soundtrack Film 172 Days, Ceritakan Kisah Cintanya dengan Amer Azzikra
-
Cara Menukarkan Valas dan Informasi Kurs Dollar-Rupiah di BCA, Selasa (28/11)
-
Ganjar Disindir Halus Kepala Suku di Merauke soal Kondisi Jalan
-
BREAKING NEWS - Diduga Depresi,Pemuda di Kubu Raya Nekat Akhiri Hidup Dengan Cara Tak Wajar
-
Tertarik Ubah Avanza Jadi VW Kodok? Segini Biayanya
-
Bukan Gabung Barito,Sosok di Luar Dugaan Eks Persija Membelot ke Rival Dewa United,Anak Dewa Cek
-
Pesan Mahfud ke Anak Muda Aceh: Semua Akan Sukses karena RI Kaya, Jangan Hedon
-
Apakah Hantu Itu Nyata? Berikut Penjelasan Ilmiahnya
-
Rajin Beri Bonus dan Ajak Jalan-jalan,Bos Tak Menyangka Lihat Isi Grup WA Karyawan,Semua Dipecat
-
Pimpinan KPK Kaget Kasus Korupsi SYL Ternyata Sudah Dilaporkan Sejak 2020, 3 Tahun Dibiarkan Mangkrak
-
Isyarat Rasulullah Tentang Penaklukan Romawi dan Mesir
-
Istana Ingatkan Pasangan Anies-Muhaimin, Ada Kesepakatan Politik Terkait UU IKN
-
Anak Kiky Saputri Unboxing Bingkisan Ulang Tahun Ke-2 Rayyanza
-
Ragam Keris dan Senjata Pusaka di Museum Pusaka TMII