Sepanjang 1816 Bumi Tak Mengenal Musim Panas, Apa Penyebabnya?

sepanjang 1816 bumi tak mengenal musim panas, apa penyebabnya?

Pada 1816, Bumi tak mengenal musim panas.

KOMPAS.com – Bumi tak mengalami musim panas pada 1816 hingga disebut sebagai “Tahun Tanpa Musim Panas”.

Sepanjang Juni-September 1816, musim panas justru dihantui oleh hujan salju yang lebat.

Dikutip dari History, suhu di sebagian besar wilayah Amerika Serikat turun hingga di bawah titik beku dengan adanya hujan salju lebat dan embun yang membeku hingga bulan Juli.

Di Eropa, cuaca dingin yang tidak sesuai musim juga terjadi, dengan bagian benua lainnya diguyur hujan selama 130 hari lamanya.

Tak sampai di situ, gagal panen yang menyebabkan kelaparan dan wabah tifus juga terjadi di daratan China.

Di India, gangguan cuaca ini menyebabkan munculnya penyakit kolera jenis baru yang mematikan dan akhirnya menewaskan ribuan orang.

Lantas, apa yang menyebabkan 1816 menjadi tahun tanpa musim panas?

Penyebab gangguan cuaca pada 1816

Dilansir dari IFLScience, penyebab cuaca tidak biasa pada 1816 ini karena letusan Gunung Tambora di tahun sebelumnya.

Gunung berjenis stratovolcano di Sumbawa, Indonesia ini meletus hebat pada 5 April 1815 yang kemudian memengaruhi iklim Bumi selama berbulan-bulan setelahnya.

Hal tersebut terjadi ketika partikel abu yang sangat kecil dan ringan tetap berada di atmosfer, tepatnya di bagian stratosfer.

Partikel abu yang berterbangan tersebut pada akhirnya menghalangi sinar Matahari sehingga menyebabkan pendinginan di permukaan Bumi.

Penurunan suhu juga disebabkan oleh letusan yang memuntahkan sulfur dioksida yang lalu bergabung dengan air di stratosfer dan menghasilkan asam sulfat.

Kombinasi ini memantulkan radiasi Matahari yang masuk ke Bumi, yang seharusnya dapat menghangatkan planet ini.

Meski letusan Gunung Tambora dinilai sebagai letusan paling dahsyat dalam sejarah, namun sejauh mana peran gunung tersebut dalam perubahan cuaca ekstrem dinilai masih belum terlalu jelas saat itu.

Hingga pada 2019, ahli geologi Dr Andrew Schurer dan rekan-rekannya menggunakan model iklim untuk mencari tahu seperti apa cuaca tanpa letusan gunung berapi.

Hasilnya menunjukkan bahwa tahun 1816 mungkin masih merupakan tahun yang sangat basah di Eropa, namun model tersebut mengindikasikan bahwa letusan gunung berapi lah yang membuat suhu menjadi lebih dingin hingga 100 kali lipat.

“Memasukkan kekuatan vulkanik dalam model iklim dapat menyebabkan pendinginan, dan kami memperkirakan hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya suhu sangat dingin hingga 100 kali lipat,” ujar Schurer.

“Tanpa kekuatan vulkanik, kecil kemungkinannya terjadi cuaca sangat basah dan kemungkinan besar tidak sedingin itu,” lanjutnya.

Melihat letusan Gunung Tambora pada 1815

Dikutip dari Britannica, banyak ahli vulkanologi menilai, letusan Gunung Tambora pada 5 April 1815 menjadi peristiwa vulkanik terbesar dan paling merusak dalam sejarah Bumi.

Gunung Tambora mulai meletus pada 5 april 1815 dengan getaran kecil dan menghasilkan aliran piroklastik atau awan panas.

Kemudian, ledakan dahsyat yang menghancurkan gunung itu terjadi pada 10 April 1815 malam yang memicu tsunami.

Letusan tersebut mengeluarkan 150 kilometer kubik abu, batu apung, aerosol, termasuk sekitar 60 megaton belerang ke atmosfer.

Sebelum letusan itu terjadi, Gunung Tambora menjulang tinggi hingga sekitar 4.300 meter.

Namun, setelah letusan, gunung ini hanya mencapai 2.851 meter seperti saat ini, dengan membentuk kaldera besar yang membentang selebar 6 kilometer.

Ledakan, awan panas, dan tsunami yang terjadi menewaskan sedikitnya 10.000 penduduk sekitar dan menghancurkan sekitar 35.000 rumah.

Hingga saat ini, Gunung Tambora diketahui masih tetap aktif dengan beberapa kali mengalami letusan kecil dan aktivitas seismik.

News Related

OTHER NEWS

Ketua TPN Minta Kampanye Ganjar-Mahfud Dipenuhi Lautan Manusia

Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Presiden, Arsjad Rasjid ditemui di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (1/10/2023) sesaat sebelum penutupan Rakernas IV PDI-P. JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) ... Read more »

Hasil Survei Terakhir Jelang Kampanye Capres 2024,Prabowo Unggul versi 5 Lembaga,Ganjar di LPI

TRIBUN-TIMUR.COM – Hasil survei terbaru lembaga survei calon presiden-wakil presiden RI jelang kampanye terbuka. Dari tujuh lembaga survei, dominan unggulkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Ketiga pasangan calon presiden kini berebut elektabilitas ... Read more »

Pecahkan Banyak Rekor, Red Bull Harus Bayar Mahal Pendaftaran F1 2024

Tim yang bermarkas di Milton Keynes ini menampilkan salah satu performa paling dominan dalam sejarah F1 musim ini, dengan para pembalapnya memborong 21 kemenangan dari 22 balapan. Ia mengamankan kedua ... Read more »

PROMO Indomaret andamp Superindo Besok 29 November 2023: White Koffie Harga Khusus,Sensodyne Rp24.900

TRIBUN-BALI.COM – PROMO Indomaret & Superindo Besok 29 November 2023: White Koffie Harga Khusus, Sensodyne Rp24.900 Berikut ini adalah Katalog Promo Indomaret dan Superindo untuk besok hari Rabu, 29 November ... Read more »

Finsensius Mendrofa Masuk Tim Deputi Hukum TPN Ganjar - Mahfud, Begini Profilnya

Finsensius Mendrofa Masuk Tim Deputi Hukum TPN Ganjar – Mahfud, Begini Profilnya jpnn.com, JAKARTA – Pengacara Finsensius Mendrofa resmi ditunjuk menjadi Wakil Direktur Eksekutif Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) ... Read more »

Indosat Caplok 300.000 Pelanggan MNC Play

Ilustrasi MNC Play KOMPAS.com – Operator seluler Indosat Ooredoo Hutchison (IOH atau Indosat) menyelesaikan proses akuisisi pelanggan PT MNC Kabel Mediacom (MNC Play) pada Senin (27/11/2023). Ada sebanyak 300.000 pelanggan ... Read more »

Pelawak Srimulat Eko Londo Meninggal Dunia, Sempat Alami Kecelakaan

Pelawak Srimulat Eko Londo Meninggal Dunia, Sempat Alami Kecelakaan Kabar duka datang dari dunia hiburan Tanah Air, Bunda. Pelawak yang tergabung di Srimulat, Eko Londo meninggal dunia di usia 66 ... Read more »
Top List in the World