Karyawan menghitung uang dolar AS. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah hingga menyentuh level Rp 16.000. Berdasarkan data Bloomberg hari ini, Selasa (16/4) pukul 15.30 WIB, rupiah melemah 327,50 poin (2,07 persen) ke Rp 16.175 per dolar AS.
Dengan kondisi tersebut, bagaimana dampaknya terhadap industri perbankan Tanah Air ?
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan dampak melemahnya rupiah akan terasa secara langsung pada bank-bank yang memiliki portofolio bisnis luar negeri yang besar, atau yang terkait dengan kegiatan treasury, trade financing, dan international banking yang berhubungan erat dengan valuta asing (valas).
“Namun channel tekanan rupiah mungkin juga bersumber bukan langsung dari bank, namun pertama dari sektor riil baru berdampak secara tidak langsung pada bank,” kata Josua kepada kumparan, Selasa (16/4).
Josua bilang, tekanan rupiah juga akan terjadi pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bisnis impor seperti pada sektor makanan minuman (mamin), farmasi, dan industri kimia atau juga yang memiliki utang luar negeri.
“Depresiasi rupiah akan meningkatkan cost bisnis mereka dan kemampuan bayar utang, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan. Kondisi ini ujungnya dapat meningkatkan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) perbankan,” ungkapnya.
Data terakhir menunjukkan bahwa eksposur neto untuk valas di perbankan adalah kecil, terlihat dari rasio posisi devisa neto (PDN) yang sebesar 1,44 persen pada akhir 2023, jauh di bawah threshold 20 persen.
Sementara dampak pelemahan nilai tukar rupiah pada masyarakat luas, cenderung kecil karena masyarakat yang memiliki pendapatan dan pengeluaran dalam rupiah tidak memiliki dampak dari pelemahan rupiah.
Oleh sebab itu, masyarakat pun juga tidak perlu khawatir dengan dampak dari pelemahan rupiah terhadap daya beli masyarakat dan perekonomian domestik.
“Yang perlu dipahami sekali lagi sekalipun nilai tukar Non-deliverable forward (NDF) rupiah terhadap dolar AS menembus level 16.000, namun kondisinya sangat berbeda dengan krisis tahun 1998 yang mana rupiah melemah dari level 4.000 per dolar menjadi 16.000 karena krisis mata uang yang menyebar dari pelemahan baht Thailand,” jelasnya.
Sementara pada saat krisis pandemi 2020 sekalipun rupiah juga melemah hingga menembus level Rp 16.000 per dolar AS. Namun pelemahan rupiah tersebut hanya sementara.
“Jadi intinya sekalipun rupiah mendekati level 16.000 namun perlu dipahami bahwa nilai tukar rupiah pada akhir tahun 2023 yang lalu ditutup di level 15.397 per dolar, yang artinya pelemahan rupiah tidak lebih dalam pelemahan yang terjadi pada tahun 1998 karena faktor fundemantal ekonomi Indonesia saat ini juga masih solid dan kuat,” katanya.
Oleh sebab itu, pelemahan rupiah saat ini diperkirakan hanya akan sementara. Josua mengatakan, pergerakan rupiah ke depannya masih akan didominasi oleh arah suku bunga AS yakni Fed Fund Rate yang memang masih dipertahankan namun terdapat kemungkinan suku bunga AS dipangkas pada semester II tahun 2024.
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai melemahnya Rupiah tidak berdampak signifikan terhadap industri perbankan tanah air. Ia menilai, kondisi ini akan berdampak pada sektor riil terutama untuk perusahaan yang banyak berutang dengan menggunakan USD atau perusahaan yang banyak mengimpor bahan baku dari luar negeri.
“Tentunya kalo rupiah melemah tentu harga bahan baku dalam bentuk rupiah juga jadi lebih tinggi. Karena bank-bank juga memberikan pinjaman perusahaan itu. Dari sisi kredit mungkin lebih ke policy dari masing-masing bank,” ujarnya kepada kumparan.
Menurutnya, pelemahan rupiah masih terkendali jika dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang. Di mana, nilai tukar yen Jepang melemah 12 persen dari awal tahun ini.
Di samping itu, ia meyakini bahwa perbankan telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi risiko terhadap kondisi rupiah saat ini.
“Kita sudah mengalami saat pandemi yaa dan itu bisa kita lewati dengan baik. Periode ini sudah terjadi beberapa kali dan seharusnya bank sudah siap menghadapi kondisi ini. Bank juga selalu menganjurkan kepada nasabah untuk melakukan hedging,” kata David.
“Jadi kalo dia punya exposure (jumlah penyaluran kredit) dolar baik dari sisi utang maupun import kalo nilainya besar dan mempengaruhi kinerja keuangan, kita selalu meminta untuk melakukan hedging untuk berjaga-jaga kemungkinan terburuk,” sambungnya.
Terkait sampai kapan rupiah akan melemah, David bilang, tergantung dinamika yang terjadi di timur tengah.
“Sebenarnya sejak sebelum lebaran market sudah bergerak, rupiah sudah normal, indeks dolar dan minyak sudah menguat. Dua hari ini juga tidak banyak perubahan karena sudah diekspektasi oleh market. Yang belum diekspektasi itu bagaimana reaksi dari Israel jika melakukan serangan balik,” pungkasnya.
News Related-
Nadzira Shafa Nyanyi Lagu Baru, Lirik Rakit Soundtrack Film 172 Days, Ceritakan Kisah Cintanya dengan Amer Azzikra
-
Cara Menukarkan Valas dan Informasi Kurs Dollar-Rupiah di BCA, Selasa (28/11)
-
Ganjar Disindir Halus Kepala Suku di Merauke soal Kondisi Jalan
-
BREAKING NEWS - Diduga Depresi,Pemuda di Kubu Raya Nekat Akhiri Hidup Dengan Cara Tak Wajar
-
Tertarik Ubah Avanza Jadi VW Kodok? Segini Biayanya
-
Bukan Gabung Barito,Sosok di Luar Dugaan Eks Persija Membelot ke Rival Dewa United,Anak Dewa Cek
-
Pesan Mahfud ke Anak Muda Aceh: Semua Akan Sukses karena RI Kaya, Jangan Hedon
-
Apakah Hantu Itu Nyata? Berikut Penjelasan Ilmiahnya
-
Rajin Beri Bonus dan Ajak Jalan-jalan,Bos Tak Menyangka Lihat Isi Grup WA Karyawan,Semua Dipecat
-
Pimpinan KPK Kaget Kasus Korupsi SYL Ternyata Sudah Dilaporkan Sejak 2020, 3 Tahun Dibiarkan Mangkrak
-
Isyarat Rasulullah Tentang Penaklukan Romawi dan Mesir
-
Istana Ingatkan Pasangan Anies-Muhaimin, Ada Kesepakatan Politik Terkait UU IKN
-
Anak Kiky Saputri Unboxing Bingkisan Ulang Tahun Ke-2 Rayyanza
-
Ragam Keris dan Senjata Pusaka di Museum Pusaka TMII