Pedagang Ungkap Alasan Mengapa Warung Madura Pilih Buka 24 Jam Nonstop
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aturan waktu berjualan Warung Madura atau warung kelontong penjual sembako masih menjadi polemik yang ramai dibicarakan.
Pada praktiknya, tidak semua Warung Madura buka 24 jam non stop.
Cak Herman, pedagang Warung Madura mengaku hanya berjualan hingga pukul 23.00 WIB.
Menurutnya, ada alasan tertentu di balik warung yang memilih buka seharian bisa jadi sedang sepi pembeli.
Akan tetapi ada juga yang barang dagangannya tidak bisa masuk ke dalam ruko sehingga dia terpaksa buka 24 jam.
“Bisa akibat sepi belum banyak pelanggan makanya buka 24 jam dan ada juga yang dagangannya nggak muat di dalam,” tutur Cak Herman, Sabtu (4/5/2024).
Dia bilang berdagang pada dini hari juga memiliki risiko yang tinggi.
Niat hati ingin dapat pembeli, salah-salah didatangi perampok membawa senjata tajam (sajam).
Bukan cerita baru pedagang Warung Madura menangkis celurit karena dipaksa memberikan uang.
“Itu sering sekali kejadian Warung Madura buka sampai pagi lalu datang perampok bawa parang, bukannya aman-aman saja dan sedikit juga pembeli jam segitu,” ucap Cak Herman.
Saat disinggung adanya perbedaan harga yang amat jauh dengan ritel seperti Alfa Mart dan Indomaret, dia pun tidak menampik.
Cak Herman bilang bahwa kelebihan Warung Madura memang harganya yang lebih ekonomis.
“Kalau di sini beli juga pakai kantong plastik tapi kami ya ikut saja aturan karena memang tidak jualan 24 jam,” imbuhnya.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyoroti sempat adanya upaya dari pemerintah membatasi jam operasional Warung Madura.
Ketua Umum DPP Ikappi Abdullah Mansuri melihat bahwa upaya itu mendapatkan kritikan sehingga kebijakan yang dikeluarkan nanti pada akhirnya bisa menjadi beban secara luas.
“Kita ketahui bahwa warung kelontong atau disebut Warung Madura yang sekarang menjamur di ibu kota merupakan usaha kecil menengah yang kepemilikannya merupakan kepemilikan sendiri,” ucapnya.
Warung Madura buka 24 jam. (dok. Kompas)
Justru aneh jika ada pembatasan usaha mikro menengah masyarakat kecil dan membiarkan retail modern yang kepemilikannya perusahaan justru mendapatkan karpet merah atas kebijakan-kebijakan pemerintah.
“Maka kami mendorong agar kementerian koperasi & UKM seharusnya justru berpihak pada UMKM ecil dan menengah. Karena apa? Karena perputaran hasil dari Warung Madura itu akan berputar di daerah masing-masing dan akan mendorong upaya peningkatan ekonomi daerahnya, tetapi berbanding terbalik dengan retail modern justru akan hanya segelintir pihak yang mendapat keuntungan tersebut,” paparnya.
Usaha Kecil Bisa Mati
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menilai pembatasan warung Madura buka 24 jam akan mematikan pelaku usaha kecil.
Kebijakan tersebut dinilai tidak ada urgensinya.
Trubus menilai imbauan soal warung Madura tidak buka 24 jam akan meresahkan pedagang kecil.
Menurutnya, kebijakan tersebut menunjukkan pemerintah tidak mendukung pelaku usaha usaha kecil.
“Itu sama saja menyingkirkan pedagang kecil. Kebijakan lebih mendukung pelaku usaha menengah ke atas. Arahnya pajak. Kalau warung-warung itu kan’ pajaknya kecil,” ujar Trubus.
Seharusnya pemerintah memberikan dukungan terhadap pelaku usaha kecil.
Misalnya dengan memberikan akses permodalan. Sehingga, pelaku usaha kecil bisa naik kelas. Bukan justru terkesan menyingkirkan pedagang kecil.
“Sehingga munculnya mereka bisa tambah besar, bukan akses melalui pinjol. Pembatasan itu sendiri menunjukkan hal-hal yang tidak ada urgensinya. Harusnya mereka diberikan dukungan,” terang Trubus.
Jika aturan tersebut diterapkan, kata Trubus, bukan tidak mungkin akan diterapkan ke warung-warung kecil lain.
Padahal, kehidupan masyarakat sudah 24 jam, dan mereka membutuhkan warung-warung tersebut untuk menjalani aktivitas sehari-hari.
“Kehidupan masyarakat kita sudah ada yang 24 jam. Ada yang kerja atau yang ngontrak atau kos itu biasanya butuh, apalagi orang di Jakarta,” tuturnya.
Sebelumnya, Lurah Penatih I Wayan Murda meminta warung Madura tidak buka 24 jam.
Dia mengatakan, pengelola warung sering berganti-ganti pegawai, sehingga terjadi pergantian administrasi kependudukan tidak terdata.
Lalu, Kepala Satpol PP Klungkung Dewa Putu Suarbawa menerima keluhan pengusaha minimarket soal Warung Madura yang beroperasi 24 jam.
Sebab tidak ada aturan soal jam operasional Warung Madura.
Sedangkan aturan tersebut diterapkan ke minimarket.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menegaskan bahwa tidak ada aturan yang melarang Warung Madura dilarang beroperasi 24 jam.
Sebaliknya pemerintah akan melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah dari ancaman ritel modern ekspansif, sekaligus mengajak masyarakat untuk berbelanja di warung-warung milik UMKM.
Kemenkop pun sudah melangsungkan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Klungkung untuk menindaklanjuti isu pembatasan jam operasional warung kelontong di Kabupaten Klungkung, Bali.
Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius menemui PJ Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika, dan bersepakat bahwa tidak ada pelarangan jam operasional warung kelontong di Kabupaten Klungkung.
“KemenKopUKM bersama Pemerintah Kabupaten Klungkung secara tegas menyatakan keberpihakan kepada UMKM, sekaligus berkomitmen untuk mengembangkan UMKM di tanah air,” kata Yulius.
Menurutnya, warung-warung kelontong justru mendatangkan manfaat nyata bagi masyarakat, karena bisa menyerap produk lokal dengan jam operasional yang sangat fleksibel.
Yulius mengatakan, pihaknya bahkan telah meninjau secara langsung beberapa warung kelontong di Kabupaten Klungkung, dan tidak menemukan adanya kegaduhan sebagaimana yang ramai diberitakan.
“Saya sudah bertanya langsung ke warung-warung kelontong di sini dan mereka sampaikan tidak terjadi apa-apa. Kalaupun ada yang tutup jam 1 pagi, mereka bilang itu karena kelelahan, bukan karena ada pembatasan jam operasional,” ujar Yulius.
Yulius mengungkapkan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan semua Perda baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki keberpihakan pada pelaku UMKM.
Tak Ada Larangan Buka 24 Jam
Pada kesempatan yang sama, PJ Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika menyatakan secara tegas bahwa pihaknya tidak pernah melakukan pelarangan jam operasional pada warung kelontong milik masyarakat.
Bahkan, Jendrika menjelaskan terkait dengan Perda yang ramai diperbicangkan, yakni Perda Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tidak mengatur jam operasional warung kelontong.
Justru pengaturan jam operasional diberlakukan pada minimarket, supermarket, dan sejenisnya.
“Karena tidak ada ketentuan pembatasan jam operasional pada pedagang kelontong atau warung milik rakyat, maka kami tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pelarangan tersebut,” ucap Jendrika.
PJ Bupati Jendrika juga menjelaskan, pihaknya belum pernah mendapatkan aduan dari pengusaha ritel yang terganggu dengan warung kelontong yang beroperasi 24 jam, seperti isu yang ramai diperbicangkan.
Sedangkan untuk Satpol PP yang bertugas di lapangan, Jendrika menjelaskan bahwa mereka hanya menjaga keamanan dan ketertiban.
“Satpol PP hanya mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, seperti tindak kejahatan dan lain sebagainya, bukan untuk melarang jam operasional 24 jam,” ucap Jendrika.
Menurutnya, warung kelontong lokal adalah bagian dari usaha mikro dan kecil yang akan terus dibina, terutama terkait pengembangan usaha, keamanan/perizinan usaha dan peluang usaha.
Termasuk pada Perda, Perbup, dan produk hukum lainnya yang mendukung pengembangan usaha. (Tribun Network/Reynas Abdila)