Paman Putu Satria Duga Tegar Aniaya Keponakannya karena Cemburu Korban Dikirim ke China Jadi Mayoret
TRIBUNNEWS.COM – Paman Putu Satria Ananta Rustika (19), Nyoman Budiarta menduga keponakannya dianiaya oleh seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) bernama Tegar Rafi Sanjaya (21) tidak cuma masalah salah memakai baju olahraga saja.
Dia menduga tersangka iri dengan keponakannya lantaran bakal dikirim ke China mewakili STIP Jakarta sebagai mayoret.
“Informasi dari pembinanya, keponakan saya ini lolos mayoret dan akan dikirim ke China,” kata Budiarta, Minggu (5/5/2024) dikutip dari Tribun Bali.
Budiarta berujar keponkananya itu seharusnya akan dikirim ke China pada tahun ini.
“Itu dari pembina, tahun ini katanya (Putu Satria dikirim ke China). Pembina bilang gitu, bukan saya rekayasa,” tuturnya.
Dia pun menilai perpeloncoan tidak terjadi lagi di STIP Jakarta meski beberapa tahun sebelumnya, peristiwa serupa sempat terjadi.
“Bukan plonco, plonco tidak ada. Sebenarnya di STIP tidak ada kekerasan,” katanya.
Budiarta pun berharap agar Tegar dihukum seberat-beratnya lantaran telah menghilangkan nyawa keponakan kesayangannya tersebut.
“Saya harap pelaku bisa dihukum seberat-beratnya. Karena itu menghilangkan (keponakan) saya, ujarnya.
Di sisi lain, jenazah Putu Satria telah sampai di RSUD Klungkung, Bali pada hari ini.
Adapun prosesi adat ngaben masih menunggu hari yang tepat sehingga jenazah Putu, untuk sementara, dititipkan di RSUD Klungkung.
Salah satu mebina dari STIP Jakarta pun turut mengantar jenazah Putu dari Jakarta ke Klungkung.
Kronologi Penganiayaan, Tersangka Terancam 15 Tahun Penjara
Tegar Rafi Sanjaya (21), mahasiswa tingkat 2 STIP Jakarta ditetapkan menjadi tersangka kasus tewasnya taruna STIP akibat dianiaya senior, Sabtu (4/5/2024). (Tribunnews.com/ Ibriza)
Peristiwa penganiayaan terhadap Putu oleh Tegar terjadi pada Jumat (3/5/2024) pagi sekira pukul 07.55 WIB usai digelarnya jalan santai.
Lalu, detik-detik tewasnya Putu berawal saat tersangka memanggil korban dan beberapa rekannya ke sebuah toilet pria di kampus tersebut.
Adapun maksud pemanggilan tersebut hanya masalah sepele, yaitu soal baju olahraga.
“Setelah memastikan tak ada orang di dalam kelas, mereka (korban dan temannya) dipanggil oleh T dan T mempertanyaakn korban kenapa mengenakan baju olahraga saat ke gedung pendidikan,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara, AKBP Hadi Saputra Siagian, dalam keterangannya, Sabtu (4/5/2024).
Lantas, pelaku pun membawa Putu dan beberapa rekannya ke kamar mandi dan diminta berbaris.
Namun saat itu, Putu dan rekannya belum mengetahui maksud mereka dipanggil oleh Tegar.
Tak berselang lama, Tegar langsung memukul Putu di ulu hatinya sebanyak lima kali.
“Dipukul tepat di ulu hati dan menyebabkan korban tak sadarkan diri,” tuturnya.
Setelah tak sadarkan diri, Putu pun dibawa ke klinik oleh Tegar.
Namun, sesampainya di klinik, denyut nadi Putuh sudah tidak berdenyut.
Tegar terus berupaya menyelamatkan Putu, tetapi nahas nyawa taruna berumur 19 tahun itu tidak tertolong.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Gidion Arif Setyawan, menuturkan upaya Tegar menyelamatkan Putu ini justru dianggap penyebab utama korban tewas.
“Ternyata yang menyebabkan hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah ketika dilaksanakan upaya-upaya yang menurut tersangka (TRS) merupakan penyelamatan,” kata Gidion saat konferensi pers di Polres Metro Jakarta Utara, Sabtu malam.
Gidion mengungkapkan Tegar justru menutup jalur pernapasan Putu sehingga korban tidak bisa menghirup oksigen dan kehabisan napaas.
“Menurut tersangka nih ya, dia memasukkan tangan di mulut (korban) untuk menarik lidah korban tetapi itu justru yang menutup saluran (pernapasan) dan korban meninggal dunia,” jelas Gidion.
Lebih lanjut, dirinya menuturkan secara keseluruhan kasus, motif tersangka melakukan pemukulan terhadap korban berulang kali karena senioritas.
Selain itu, Gidion juga menilai ada arogansi senioritas yang ditemukan pihaknya dalam kasus ini.
“Motifnya kehidupan senioritas. Kalau bisa disimpulkan mungkin ada arogansi senioritas,” tuturnya.
Tegar ditetapkan menjadi tersangka tunggal dalam kasus tewasnya Putu dan dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Bali dengan judul “Sang Paman Ungkap Dugaan Motif Penganiayaan Putu Satria, Ingih Pelaku Dihukum Berat”
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/)(Tribun Bali/Eka Mita Suputra)