TRIBUNKALTIM.CO – Secara umum, semua keutamaan ibadah puasa juga terdapat dalam puasa Syawal.
Namun, puasa Syawal memiliki keutamaan khusus, yaitu menyempurnakan ibadah puasa Ramadan sehingga senilai dengan puasa setahun penuh.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang puasa enam hari setelah Idul Fitri, maka baginya pahala puasa setahun penuh. Barangsiapa yang melakukan satu kebaikan, baginya ganjaran sepuluh kali lipatnya“
Dalam riwayat lain:
“Allah menjadikan satu kebaikan bernilai sepuluh kali lipatnya, maka puasa sebulan senilai dengan puasa sepuluh bulan. Ditambah puasa enam hari setelah Idul Fitri membuatnya sempurna satu tahun” (HR. Ibnu Majah no. 1402, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah no.1402 dan Shahih At-Targhib no. 1007).
Selain itu, Imam An-Nawawi juga mengatakan:
“Pahala puasa Syawal seperti puasa setahun penuh. Karena satu kebaikan senilai dengan sepuluh kebaikan. Puasa Ramadan sebulan senilai dengan sepuluh bulan, dan puasa 6 hari senilai dengan dua bulan (60 hari)” (Syarah Shahih Muslim, 8/56).
Melansir situs Muslim.or.id, disebutkan bahwa puasa Syawal dapat menyempurnakan pahala puasa Ramadan sehingga senilai dengan puasa setahun penuh.
Puasa Syawal dan puasa Sya’ban sebagaimana salat sunah rawatib sebelum dan sesudah salat, ia menyempurnakan kekurangan dan cacat yang ada pada ibadah yang wajib.
Karena ibadah-ibadah wajib akan disempurnakan dengan ibadah-ibadah sunah pada hari kiamat kelak.
Kebanyakan orang, puasa Ramadannya mengandung kekurangan dan cacat, maka membutuhkan amalan-amalan yang bisa menyempurnakannya.
Terbiasa puasa selepas puasa Ramadan adalah tanda diterimanya amalan puasa Ramadan.
Karena ketika Allah menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberikan ia taufik untuk melakukan amalan saleh selanjutnya. Sebagaimana perkataan sebagian salaf:
“Balasan dari kebaikan adalah (diberi taufik untuk melakukan) kebaikan selanjutnya”
Maka barangsiapa yang melakukan suatu kebaikan, lalu diikuti dengan kebaikan lainnya, ini merupakan tanda amalan kebaikannya tersebut diterima oleh Allah.
Sebagaimana barangsiapa yang melakukan suatu kebaikan, namun kemudian diikuti dengan keburukan lainnya, ini merupakan tanda amalan kebaikannya tersebut tidak diterima oleh Allah.
Orang-orang yang berpuasa Ramadan disempurnakan pahalanya di hari Idul Fitri dan diampuni dosa-dosanya.
Maka hari Idul Fitri adalah hari pemberian ganjaran kebaikan.
Sehingga puasa setelah hari Idul Fitri adalah bentuk syukur atas nikmat tersebut.
Sedangkan tidak ada nikmat yang lebih besar selain pahala dari Allah ta’ala dan ampunan dari Allah.
Bolehkah Puasa Syawal Digabung dengan Puasa Bayar Utang Ramadhan 2024?
Melansir situs Muslim.or.id hukumnya tidak boleh dan tidak sah.
Karena puasa Syawal dan qada puasa Ramadan keduanya adalah ibadah yang maqshudah bi dzatiha.
Keduanya adalah ibadah yang berdiri sendiri, sehingga tidak sah jika digabungkan dalam satu niat.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
“Adapun jika anda puasa Syawal dengan menggabung niat puasa qada dan puasa Syawal, maka saya memandang puasa Syawalnya tidak sah. Karena puasa Syawal membutuhkan niat khusus dan membutuhkan hari-hari yang khusus” (Sumber: www.binbaz.org.sa/noor/4607).
Bolehkah menggabung puasa Syawal dengan puasa Ayyamul Bidh?
Hukumnya boleh dan sah.
Karena puasa ayyamul bidh adalah ibadah yang ghayru maqshudah bidzatiha.
Ketika seseorang melaksanakan puasa 3 hari dalam satu bulan, kapanpun harinya dan apapun jenis puasa yang ia lakukan (yang disyariatkan) maka ia sudah mendapatkan keutamaan puasa ayyamul bidh.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan:
“Jika seseorang berpuasa enam hari di bulan Syawal, gugur darinya tuntutan puasa ayyamul bidh. Baik ia puasa Syawal ketika al-bidh (ketika bulan purnama sempurna), sebelumnya atau setelahnya, karena ia telah berpuasa tiga hari dalam satu bulan. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa tiga hari setiap bulan, tanpa peduli apakah itu awal bulan atau tengah bulan atau akhirnya’. Ini sejenis dengan gugurnya tuntutan salat tahiyatul masjid dengan mengerjakan salat rawatib jika seseorang masuk masjid” (Sumber: https://islamqa.info/ar/4015).
Bolehkah menggabung puasa Syawal dengan puasa Senin-Kamis?
Hukumnya boleh dan sah.
Karena puasa Senin-Kamis adalah ibadah yang ghayru maqshudah bidzatiha.
Puasa Senin-Kamis disyariatkan bukan karena zatnya, namun karena diangkatnya amalan di hari itu sehingga dianjurkan berpuasa, apapun puasa yang dilakukannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya catatan amalan diangkat pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika catatan amalanku diangkat ketika aku sedang puasa” (HR. Ibnu Wahb dalam Al-Jami’, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1583).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan:
“Jika puasa Syawal bertepatan dengan hari Senin atau Kamis, maka ia mendapatkan pahala puasa Senin-Kamis dengan niat puasa Syawal atau dengan puasa Senin-Kamis” (Fatawa Al-Islamiyah, 2/154).
Tata Cara Puasa Syawal
Tata cara puasa Syawal secara umum sama dengan tata cara puasa Ramadan.
Namun, ada beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Boleh niat puasa setelah terbit fajar
Telah kita ketahui bersama bahwa disyaratkan untuk menghadirkan niat pada malam hari sebelum puasa, yaitu sebelum terbit fajar.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang tidak menghadirkan niat puasa di malam hari sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya” (HR. An-Nasai no. 2331, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih An-Nasai)
Namun para ulama menjelaskan bahwa ini berlaku untuk puasa wajib.
Adapun puasa nafilah (sunah) maka boleh menghadirkan niat setelah terbit fajar.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan hal tersebut. Sebagaimana dalam hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadaku pada suatu hari: ‘Wahai Aisyah, apakah engkau memiliki sesuatu (untuk dimakan pagi ini?)’. Aku menjawab: ‘wahai Rasulullah, kita tidak memiliki sesuatupun (untuk dimakan)’. Beliau lalu bersabda: ‘kalau begitu aku akan puasa’” (HR. Muslim no. 1154).
Serta, Imam An-Nawawi mengatakan:
“Hadis ini merupakan dalil bagi jumhur ulama bahwa dalam puasa sunah boleh menghadirkan niat di siang hari sebelum zawal (matahari mulai bergeser dari tegak lurus)” (Syarah Shahih Muslim, 8/35).
2. Tidak harus berurutan
Tidak sebagaimana puasa Ramadan, puasa Syawal tidak disyaratkan harus berurutan (mutatabi’ah) dalam pelaksanaannya.
Boleh dilakukan secara terpisah-pisah (mutafarriqah) harinya. Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan,
3. Boleh membatalkan puasa dengan atau tanpa uzur
Dibolehkan membatalkan puasa nafilah (sunah) baik karena suatu uzur syar’i maupun tanpa uzur. Berdasarkan hadis Aisyah radhiallahu’anha,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari masuk ke rumah dan bertanya: ‘Wahai Aisyah, apakah engkau memiliki sesuatu (untuk dimakan)?’. Aisyah menjawab: ‘tidak’. Beliau bersabda: ‘kalau begitu aku akan berpuasa’. Kemudian di lain hari beliau datang kepadaku, lalu aku katakan kepada beliau: ‘Wahai Rasulullah, ada yang memberi kita hadiah berupa hayis (sejenis makanan dari kurma)’. Nabi bersabda: ‘kalau begitu tunjukkan kepadaku, padahal tadi aku berpuasa’. Lalu Nabi memakannya” (HR. Muslim no. 1154).
Juga berdasarkan hadis dari Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha, beliau bertanya:
“Wahai Rasulullah, aku baru saja membatalkan puasa sedangkan tadi aku berpuasa, bolehkah? Nabi bertanya: ‘apakah itu puasa qada?’ Aku menjawab: ‘bukan’. Nabi bersabda: ‘Jika demikian maka tidak mengapa, yaitu jika puasa tersebut puasa tathawwu’ (sunah)‘” (HR. Abu Daud no. 2456, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
“Jika puasa tersebut adalah puasa sunah, maka boleh membatalkannya, tidak wajib menyempurnakannya. Ia boleh membatalkannya secara mutlak. Namun yang lebih utama adalah tidak membatalkannya kecuali karena sebab yang syar’i, semisal karena panas yang terik, atau badan yang lemas, atau ada orang yang mengundang ke pernikahan, atau hal-hal yang memaksa untuk membatalkan puasa lainnya, maka tidak mengapa.” (Sumber:www.binbaz.org.sa/noor/11778)
Niat Puasa Syawal Latin
Nawaitu shauma ghadin an ada’i sunnatis Syawwali lillahi ta’ala.
Artinya: Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah SWT.
Niat Buka Puasa Syawal
Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu wa Tsabata-l Ajru, Insyaa Allah
Artinya: Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah diraih pahala, insya Allah. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
News Related-
Nadzira Shafa Nyanyi Lagu Baru, Lirik Rakit Soundtrack Film 172 Days, Ceritakan Kisah Cintanya dengan Amer Azzikra
-
Cara Menukarkan Valas dan Informasi Kurs Dollar-Rupiah di BCA, Selasa (28/11)
-
Ganjar Disindir Halus Kepala Suku di Merauke soal Kondisi Jalan
-
BREAKING NEWS - Diduga Depresi,Pemuda di Kubu Raya Nekat Akhiri Hidup Dengan Cara Tak Wajar
-
Tertarik Ubah Avanza Jadi VW Kodok? Segini Biayanya
-
Bukan Gabung Barito,Sosok di Luar Dugaan Eks Persija Membelot ke Rival Dewa United,Anak Dewa Cek
-
Pesan Mahfud ke Anak Muda Aceh: Semua Akan Sukses karena RI Kaya, Jangan Hedon
-
Apakah Hantu Itu Nyata? Berikut Penjelasan Ilmiahnya
-
Rajin Beri Bonus dan Ajak Jalan-jalan,Bos Tak Menyangka Lihat Isi Grup WA Karyawan,Semua Dipecat
-
Pimpinan KPK Kaget Kasus Korupsi SYL Ternyata Sudah Dilaporkan Sejak 2020, 3 Tahun Dibiarkan Mangkrak
-
Isyarat Rasulullah Tentang Penaklukan Romawi dan Mesir
-
Istana Ingatkan Pasangan Anies-Muhaimin, Ada Kesepakatan Politik Terkait UU IKN
-
Anak Kiky Saputri Unboxing Bingkisan Ulang Tahun Ke-2 Rayyanza
-
Ragam Keris dan Senjata Pusaka di Museum Pusaka TMII