Alasan Haru Mooryati Soedibyo Dimakamkan di Bogor,Berakar Kisah Cinta Putri Keraton dan Orang Biasa
Laporan wartawan TribunnewsBogor.com Wahyu Topami
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CIAWI – Mooryati Soedibyo, salah satu tokoh perempuan di Indonesia, telah dimakamkan di Taman Pembibitan Obat Tradisional Mustika Ratu, Jalan Veteran Tapos, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Rabu (24/4/2024).
Pemakaman tersebut dilakukan secara militer dan dihadiri oleh ratusan peziarah.
Anak kedua Mooryati Soedibyo yang saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Putri Kuswisnu Wardani, menjelaskan bahwa sebelum meninggal, almarhumah sempat berulang kali masuk dan keluar dari rumah sakit Metropolitan Medical Center (MMC) sebelum akhirnya berpulang pada usia 96 tahun.
“Seperti kita tahu usia almarhumah sudah 96 tahun, dan memang sekitar dua tahun terakhir itu sering mengalami infeksi yang sebenarnya kalau orang muda biasa saja seperti magh atau saluran kemih tetapi bagi orang seusia beliau cukup serius, jadi kalau ditanya penyakit apa, penyakit sepuh sebenarnya,” ujarnya usai pemakaman.
Putri Kuswisnu Wardani juga menyampaikan bahwa keluarganya sering membawa almarhumah keluar, meskipun dokter tidak menyarankan hal tersebut.
Meskipun demikian, keluarga memilih untuk menghabiskan waktu bersama almarhumah sebanyak mungkin.
“Kami memang berusaha, mungkin agak sedikit egois ya, dokter katakan kalau ibunya mau awet-awet jangan terlalu sering dibawa keluar atau ketemu dengan orang banyak dan itu yang kami lakukan sehingga kami keluarga kami sendiri itu bisa menghabiskan waktu yang cukup banyak dengan almarhumah sehingga diakhir hayatnya kami juga, anak cucu, cicit semua berkumpul bersama,” paparnya.
Menurutnya meskipun almarhumah sudah disiapkan tempat peristirahatan terakhir di taman makam pahlawan dan pemakaman keluarga di Jawa Tengah, almarhumah menolak dan memilih untuk dimakamkan di tempat biasa seperti masyarakat umum.
Area Taman Pembibitan Obat Tradisional Mustika Ratu di Bogor ini, kata dia, sudah ada sebelum ayahnya meninggal bulan Januari 1998.
“Sebelum itu beliau berdua sudah membeli tanah ini dan sebenarnya, karena ayah saya pejuang peta (pembela Tanah air) ditawarkan untuk dimakamkan di taman makam pahlawan, ibu saya juga demikian dan juga ada makam keluarga besar di Imogiri, Jawa Tengah makam keraton tetapi ibu saya tidak mau, ibu saya mengatakan bahwa ketika menikahi ayah saya yang berasal dari kalangan biasa beliau ingin membaur dengan masyarakat dikuburkan di luar,” pungkasnya.