Warga Yahudi Ultra-Ortodoks Israel Harus Ikut Wajib Militer, Apa Dampaknya bagi Perang Saat Ini?

warga yahudi ultra-ortodoks israel harus ikut wajib militer, apa dampaknya bagi perang saat ini?

Ribuan Yahudi ultra-Ortodoks berpartisipasi dalam pemakaman rabi terkemuka Meshulam Soloveitchik, di Yerusalem, Minggu, 31 Januari 2021.

MAHKAMAH Agung (MA) Israel pada Selasa (25/6/2023) lalu mengeluarkan putusan yang menyatakan, pemerintah harus mewajibkan warga Yahudi ultra-Ortodoks ikuti wajib militer. Sejak negara Israel modern berdiri (tahun 1948), kaum Yahudi ultra-Ortodoks dibebaskan dari wajib militer.

MA juga mengatakan, pemerintah tidak bisa lagi mendanai sekolah agama (yeshivas) yang siswanya tidak ikut wajib militer.

Putusan MA itu hanya berlaku bagi para pria Yahudi ultra-Ortodoks, walau keharusan wajib militer berlaku bagi pria dan wanita di Israel.

Siapakah Kaum Ultra-Ortodoks?

Kelompok Yahudi ultra-Ortodoks, yang dikenal sebagai “Haredim” dalam bahasa Ibrani, mempraktikkan bentuk yudaisme yang ketat.

Saat ini mereka mencakup sekitar 14 persen dari total 9,5 juta warga Israel dan merupakan kelompok populasi dengan pertumbuhan tercepat. Berdasarkan data dari Institut Demokrasi Israel, mayoritas kelompok ini kaum muda, dan karena kebanyakan berusia muda, mereka mencakup sekitar 24 persen dari populasi warga Israel yang berusia wajib militer.

Mengapa Mereka Tak Bertugas di Militer?

Sebetulnya, ada anggota komunitas Yahudi ultra-Ortodoks yang bertugas di militer tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan kebanyakan orang Yahudi Israel lainnya. Mayoritas mereka tidak berpartisipasi dalam kebijakan wajib militer di negara itu.

Bagi kaum pria Yahudi ultra-Ortodoks, mempelajari teks-teks yudaisme merupakan hal yang sangat penting, tidak hanya bagi kehidupan mereka sendiri tetapi bagi pelestarian seluruh Yudaisme dan bahkan bagi pertahanan Israel. Setidaknya itu menurut keyakinan mereka.

Pembelajaran terhadap Kitab Taurat dimulai pada masa remaja dan sering kali berlanjut hingga usia dewasa muda. Proses pembelajaran itu merupakan kegiatan penuh waktu yang menghalangi mereka studi hal-hal sekuler, berpartisipasi dalam dunia kerja (dan tentu saja keharusan bayar pajak) – atau bertugas di militer, seperti yang dilakukan oleh sebagian besar orang Yahudi Israel non-ultra-Ortodoks.

Secara teknis, pengecualian wajib militer berlaku bagi para pemuda yang aktif belajar di yeshiva. Dalam praktiknya, siapapun yang memberi tahu para perekrut bahwa ia sedang belajar di yeshiva – siapapun yang menyatakan dirinya ultra-Ortodoks – bisa keluar dari keharusan ikut wajib militer.

Apa Inti Putusan MA?

MA Israel mengatakan, kaum ultra-Ortodoks tidak dapat diperlakukan berbeda dari orang Yahudi Israel lainnya. MA menegaskan, undang-undang (UU) yang mewajibkan dinas militer juga berlaku bagi mereka yang ultra Ortodoks. (Warga Palestina di Israel tetap dikecualikan dari wajib militer.)

“Tidak ada kerangka hukum yang memungkinkan untuk membedakan antara pelajar yeshiva dan mereka yang ditakdirkan untuk dinas militer,” kata MA dalam putusannya. Pemerintah “sangat merusak supremasi hukum dan prinsip yang menyatakan bahwa semua individu mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum.”

Mengapa Hal Ini Penting Sekarang?

Perdebatan tentang apakah kelompok ultra-Ortodoks harus bertugas di militer bukan hal baru. Pengecualian terhadap mereka sudah berlaku sejak Israel berdiri tahun 1948.

MA membatalkan peraturan lama itu 50 tahun kemudian, dengan mengatakan kepada pemerintah bahwa mengizinkan kelompok ultra-Ortodoks untuk keluar dari wajib militer melanggar prinsip perlindungan yang setara.

Dalam beberapa dekade berikutnya, pemerintahan dan Knesset (parlemen Israel) telah mencoba menyelesaikan masalah itu, namun berulang kali pengadilan menyatakan bahwa upaya mereka tidak sah.

Upaya terbaru pemerintah untuk mengatasi masalah itu, yang diberlakukan sejak tahun 2018, berakhir pada akhir Maret lalu.

Hal itu mendapat signifikasi baru pada tanggal 7 Oktober 2023, ketika Hamas dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina lainnya menyeberang dari Gaza dan membunuh lebih dari 1.200 orang di Israel, serta menyandera ratusan orang.

Bulan-bulan setelahnya telah memberikan tekanan yang luar biasa pada militer Israel, dan khususnya pada pasukan cadangan yang telah dipanggil untuk menjalankan tugas jangka panjang. Meningkatnya kekhawatiran akan perang skala penuh dengan Lebanon saat ini menambah kekhawatiran itu.

Sementara para politisi ultra-Ortodoks berpendapat bahwa perjuangan untuk memaksa mereka ikut wajib militer telah digunakan sebagai senjata politik. Menurut mereka, militer Israel tidak memiliki masalah dengan sumber daya manusia.

Namun para pemimpin Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak setuju dengan pernyataan para politisi ultra-Ortodoks itu.

“Kami ingin melangkah maju, bukan karena hal ini menyenangkan, (tetapi) pertama-tama karena hal ini perlu,” kata Kepala Staf IDF, Herzi Halevi, belum lama ini. “Setiap batalion yang kami bentuk, sebuah batalion ultra-Ortodoks, akan mengurangi kebutuhan akan pengerahan ribuan tentara cadangan berkat adanya prajurit wajib militer.”

Pengecualian wajib militer bagi kaum ultra-Ortodoks juga memicu kemarahan di kalangan warga Israel yang menghabiskan waktu berbulan-bulan jauh dari keluarga mereka saat bertugas di militer, dan menyaksikan orang-orang terkasih mereka terbunuh. Hal itu semakin memperlebar jurang pemisahan antara golongan religus dan sekuler di Israel yang selama ini ada, dan kini semakin meningkat, terutama seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk ultra-Ortodoks.

Apa Dampaknya untuk Perang Saat Ini?

Dalam jangka pendek, mungkin sangat sedikit. Karena kaum ultra-Ortodoks memiliki praktik keagamaan yang sangat kaku, mereka biasanya bertugas di unit-unit khusus di militer. IDF berupaya untuk memperluas unit-unit itu, tetapi hal itu memerlukan waktu.

“Menurut perhitungan militer, ada 1.800 orang yang direkrut tahun lalu,” kata Gilad Malach, direktur program Ultra-Ortodoks di Israel di Institut Demokrasi Israel, setelah keputusan hari Selasa. “Militer perlu melakukan beberapa perubahan untuk merekrut mereka. Menurut militer, tahun depan militer dapat menerima 4.800 orang.”

Wakil Jaksa Agung Israel, Gil Limon, menginstruksikan pemerintah pada Selasa untuk segera memulai perekrutan 3.000 pria ultra-Ortodoks tambahan, yang menurut militer dapat diakomodasi.

Ia juga mengatakan bahwa “mengingat kebutuhan militer saat ini dan untuk mendorong kesetaraan dalam beban kerja,” militer harus “mengembangkan dan menyampaikan rencana perekrutan untuk meningkatkan jumlah ini.”

Dampak yang lebih besar mungkin terjadi jika putusan itu menyebabkan koalisi pemerintahan Israel runtuh, dan hal ini sangat mungkin terjadi.

Mengapa Putusan Itu Jadi Kabar Buruk bagi Netanyahu?

Ketika Benjamin Netanyahu membentuk koalisi pemerintahannya di akhir tahun 2022, ia memasukkan dua partai ultra-Ortodoks, yaitu Shas dan United Torah Judaism, demi membentuk pemerintahan mayoritas.

Karena yeshiva sangat penting bagi partai-partai itu, putusan MA bisa mempunyai konsekuensi yang besar.

Untuk saat ini, mereka tampaknya tidak mempedulikan putusan tersebut, dan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk keluar dari koalisi dengan Netanyahu. Terlepas dari putusan MA, partai-partai ultra-Ortodoks masih berusaha untuk meloloskan undang-undang di Knesset, parlemen Israel, yang akan menetapkan pengecualian wajib militer ke dalam undang-undang.

Karena IDF belum memiliki kapasitas untuk merekrut kelompok ultra-Ortodoks ke dalam unit-unit khusus, kecil kemungkinannya akan ada banyak kelompok ultra-Ortodoks yang akan direkrut dalam waktu dekat.

Setelah surat perintah wajib militer mulai dikeluarkan, perintah MA kepada pemerintah untuk menghentikan pendanaan bagi yeshiva yang siswanya menolak untuk bertugas dalam wajib militer dapat berdampak besar – dan memengaruhi apakah para pemimpin partai ultra-Ortodoks masih menganggap ada manfaatnya menjadi bagian dari pemerintah.

Apa yang terjadi selanjutnya?

Cerita itu penuh pergolakan yang tak ada habisnya. Hampir pasti putusan MA itu bukan akhir dari cerita.

Partai Likud yang dipimpin Netanyahu, bersama dengan sekutu ultra-Ortodoksnya, akan terus mencoba meloloskan undang-undang yang menetapkan pengecualian wajib militer bagi kuam Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam undang-undang.

OTHER NEWS

43 minutes ago

Polisi Sentil Ahli Pidana Kubu Pegi Gara-gara Bertindak Seperti Hakim

43 minutes ago

5 Kabar Irish Bella Usai Ceraikan Ammar Zoni,Sibuk Syuting Demi Dapat Uang,Minta Tak Dikasihani

43 minutes ago

Polemik Jet Pribadi Harvey Moeis Terungkap,Kejagung: Dia Bukan Pemilik dan Penyewa,Hanya Penumpang

43 minutes ago

Deretan Film Indonesia yang Tayang Juli 2024

49 minutes ago

Kejati Jabar Kembalikan Berkas Perkara Pegi Setiawan ke Polda Jabar

49 minutes ago

Jangan Kapok Sambut Timnas, PSSI Buka Peluang Kota Solo Jadi Kandang Timnas Wanita Indonesia hingga Timnas Indonesia Senior

49 minutes ago

Euro 2024 - Timnas Pusat Menang Banyak, Ngomong Apa Aja Enak

56 minutes ago

Masuk Skuad MLS All Stars 2024, Ini Ambisi Maarten Paes

56 minutes ago

Jangan Ragu buat Turun Mesin Demi Kembalikan Performa Mobil

56 minutes ago

Ahli di Praperadilan Kasus Vina Cirebon: Pegi Perong dan Pegi Setiawan Itu Beda

56 minutes ago

AC MILAN: Antara Zirkzee dan Lukaku,Inilah yang Cocok Menurut Crespo

56 minutes ago

Ronald Koeman: Sulit Ulangi Momen Belanda Juara Piala Eropa 1988

56 minutes ago

RESMI - Klub Liga Italia Milik Orang Indonesia Duel Lawan Neymar

56 minutes ago

Menkes: Pebulu Tangkis Zhang Zhi Jie Kalau Ditangani Cepat, Survive

1 hour ago

Tentang Kematian Anak AM, dari Larangan Menuntut Sampai Lompatan tak Masuk Akal

1 hour ago

Ratusan Warga Israel Terinfeksi Virus West Nile, Apa Itu?

1 hour ago

PDN Diretas, Pemerintah Dinilai Belum Siap Terapkan Big Data

1 hour ago

Tok! DPR Setujui PMN Rp27,4 Triliun untuk 17 BUMN, Cek Detailnya!

1 hour ago

Lagi Ajak Anak-anak Liburan ke Bandung? 5 Tempat Wisata Ini Kids Friendly,Beragam Fasilitas Bermain

1 hour ago

Ayah Afif Maulana: Kami Enggak Tahu Mau Percaya Polisi atau Tidak...

1 hour ago

Timnas Indonesia Vs Vietnam: Siap Mengulang Memori Manis 2022

1 hour ago

Kasus Afif Maulana Padang,Kapolri Didesak Copot Kapolda Sumbar,Keluarga Desak Ekshumasi Ulang

1 hour ago

Tekanan Tesla Semakin Berat Hadapi Gempuran BYD di Pasar EV Global

1 hour ago

PKS Serang Balik PKB,Silakan Ambil Anies,Asalkan?

1 hour ago

Ribuan Buruh Gelar Demo Tolak PHK, Polisi Kerahkan 1.389 Personil

1 hour ago

Ada Pabrik Sel Baterai, Industri EV Indonesia Menang di ASEAN

1 hour ago

Akhirnya Jokowi Tak Tinggal Diam Dituduh Sekjend PKS Tawarkan Kaesang ke Parpol,Luhut Pasang Badan

1 hour ago

Profil Sandy Kristian Salah Satu Peserta Clash of Champions IPK 5 yang Ternyata Seorang Fanboy

1 hour ago

2 Pemain La Furia Roja Dapat Perlakuan Khusus Jelang Spanyol vs Jerman di Perempat Final Euro 2024

1 hour ago

Ini Penjelasan Kemenperin soal Rencana Pengenaan Bea Masuk 200% Produk Impor

1 hour ago

Jadwal EURO 2024 Terbaru 8 Besar Lengkap Skema Final Diprediksi Spanyol vs Belanda

1 hour ago

Persaingan Karoseri Makin Panas, Tentrem Siap Pajang Model Baru di GIIAS 2024

1 hour ago

Jadwal Lengkap Perempatfinal Euro 2024: Spanyol vs Jerman hingga Portugal vs Perancis,Timnas Pusat?

1 hour ago

Link Streaming Timnas Indonesia vs Vietnam di Perebutan Tempat Ketiga Piala AFF U16 2024 Rabu Sore

1 hour ago

Perbandingan Tingkat Kemiskinan Era Jokowi vs SBY, Siapa Juara?

1 hour ago

Ban Innova Zenix Hybrid Pecah, Ini Hasil Investigasi Toyota dan Dunlop

1 hour ago

Potret Brigjen TNI Purn Robert Hutauruk,Jenderal Alumni Kopassus Pimpin Operasi Kaki Prabowo

2 hrs ago

Waspada Siasat Baru China Akali Surplus Produksi Tekstil, Indonesia Jadi Korban

2 hrs ago

PDNS Diretas, Kaspersky Bagikan Tips Organisasi Hindari Ransomware

2 hrs ago

Mengawal Sidang Praperadilan Pegi Setiawan, Kuasa Hukum Ungkap Sederet Kejanggalan