Perlukah Produk Telur, Bawang, dan Sayur Segar Punya Sertifikat Halal?
Ilustrasi telur. Apakah produk telur wajib ada sertifikat halal?
KOMPAS.com – Lini masa media sosial ramai memperbincangkan sertifikat halal untuk produk mentah dan segar.
Topik tersebut bermula dari unggahan X (dulu Twitter) oleh akun @TrigonaSeno, Minggu (28/5/2024) pagi.
Pengunggah yang mengeklaim dirinya sebagai penjual telur segar mengaku mendapat pertanyaan dari pembeli terkait label halal untuk produknya.
Menanggapi, warganet lain yang menjual bawang mentah tanpa diolah mengungkapkan sering mendapat pertanyaan serupa.
“Aku kan jualnya bawang, pernah ditanyain ada sertifikasi halalnya,” tulis akun @zainpn, Minggu.
Lantas, perlukah produk telur mentah dan bawang segar mengantongi sertifikasi halal?
Produk telur bawang tak perlu sertifikat halal
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag), Muhammad Aqil Irham menegaskan, telur dan bawang masuk daftar barang yang dikecualikan dari kewajiban sertifikat halal.
“Telur dan bawang masuk positive list, dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal,” ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (5/5/2024).
Ketentuan tersebut telah tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang Dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal.
Oleh karena itu, pedagang yang menjual produk-produk tersebut tidak perlu mengurus sertifikasi halal.
Bahkan, menurut Aqil, petugas biasanya akan menolak permohonan label halal karena produk termasuk barang yang dikecualikan.
“Biasanya ditolak karena dikecualikan itu,” terangnya.
Pihaknya pun telah melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha maupun konsumen mengenai bahan-bahan yang masuk dalam daftar positif sertifikat halal.
Bahan yang dikecualikan dari sertifikat halal
Berdasarkan KMA Nomor 1360 Tahun 2021, terdapat tiga kategori bahan yang dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal.
Bahan-bahan tersebut diklasifikasikan menurut ciri tertentu, asal-usul, karakteristik dan keamanan, kelaziman proses, serta risiko kandungan atau kontaminasi oleh bahan non-halal.
Berikut tiga kategori bahan yang termasuk positive list:
1. Tumbuhan dan bahan tambang tanpa melalui pengolahan
Kategori pertama adalah bahan yang berasal dari alam tanpa proses pengolahan atau diolah secara fisik tanpa tambahan bahan lain.
Kategori ini terdiri atas:
- Bahan berasal dari tumbuhan atau tanaman tanpa proses pengolahan atau diolah secara fisik tanpa tambahan bahan penolong atau bahan lain. Misalnya, buah dan sayuran segar, umbi-umbian kering atau segar, dan kacang-kacangan segar.
- Bahan berasal dari hewan non-sembelihan tanpa pengolahan atau diolah secara fisik tanpa adanya penambahan bahan penolong atau bahan lain. Contohnya, telur segar, ikan, dan belalang.
- Bahan berasal dari fermentasi mikroba tanpa pengolahan atau diolah secara fisik tanpa adanya penambahan bahan penolong atau bahan lain. Misalnya, produk tape, tempe, dan oncom.
- Bahan berasal dari air alam tanpa proses pengolahan atau diolah secara fisik tanpa tambahan bahan penolong atau bahan lain. Sebagai contoh, es batu dan air untuk injeksi.
2. Tidak mengandung bahan yang diharamkan
Bahan yang dikecualikan kedua, yakni tidak berisiko mengandung maupun terkontaminasi oleh bahan tidak halal.
Kategori ini terdiri atas bahan selain bahan berasal dari alam serta produk kimia hasil penambangan atau hasil sintesis anorganik dan organik.
Misalnya, kasa pembalut, kapas murni, pembalut krep katun, selulosa, polimer sintetik, dan polivinil alkohol.
3. Tidak tergolong berbahaya dan bersinggungan dengan bahan haram
Ketiga, bahan kimia yang tidak tergolong berbahaya dan tidak mengandung bahan non-halal, meliputi:
- Bahan kimia hasil penambangan dan/atau proses pemurnian dari bahan alam, misalnya magnesium oksida, bentonite, dan natrium klorida.
- Bahan kimia hasil sintesis anorganik dan organik, contohnya alopurinol, asam sulfat, metanamin, dan parasetamol.
Perincian positive list atau produk yang dikecualikan dari kewajiban sertifikat halal selengkapnya dapat disimak di sini.