Penyebab Prabowo Diprediksi Sulit Terima PKS,Beda dengan Nasdem dan PKB,Ada Faktor Partai Gelora
TRIBUNKALTIM.CO – Penyebab Prabowo diprediksi sulit terima PKS.
Ada perbedaan PKS dengan PKB dan Nasdem sehingga membuat Prabowo lebih sulit menerima PKS untuk bergabung.
Selain itu, ada faktor partai Gelora yang membuat Prabowo juga mempertimbangkan lagi PKS.
Analisa politik ini disampaikan pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga terkait perkembangan politik saat ini termasuk dinamika PKS dan prediksi pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan.
Jamiluddin Ritonga memprediksi, Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto bakal sulit menerima Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk masuk ke dalam pemerintahannya.
Adapun PKS telah melempar sinyal bahwa mereka siap bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Prabowo tampaknya akan sulit menerima PKS,” ujar Jamiluddin saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Senin (29/4/2024).
Jamiluddin menyampaikan, ada dua penyebab Prabowo diprediksi sulit menerima partai pengusung Anies Baswedan tersebut.
Pertama, kata dia, hubungan Prabowo dan PKS selama ini memang kurang baik, setidaknya sejak Prabowo bergabung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut dia, PKS sejak itu tampaknya sudah tidak respect ke Prabowo.
“Hal itu tentu sangat dirasakan Prabowo, sehingga PKS bukanlah prioritas untuk didekati,” ucap dia.
Alasan kedua, Jamiluddin mengatakan, Prabowo sudah didukung Gelora, partai yang para petingginya merupakan orang-orang yang pindah dari PKS karena tidak sejalan dengan partai.
PKS UNDANG PRABOWO – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS Aboe Bakar Al Habsyi. Presiden Terpilih Prabowo Subianto tidak hadir dalam acara Halal Bihalal dan Tasyakuran Milad Partai Keadilan Sejahtera ke-22, yang digelar Sabtu (27/4/2024) hari ini. Padahal karpet merah sudah digelar untuk menyambut kedatangan Prabowo. (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)
Karena itu, jika Prabowo mengakomodasi PKS, tentu akan mengganggu hubungannya dengan Gelora.
“Padahal Gelora sudah ikut berkeringat mengantarkan Prabowo menjadi pemenang pada Pilpres 2024,” kata Jamiluddin.
Maka dari itu, Jamiluddin berpandangan, jika PKS diajak bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM), bisa saja merusak kondusivitas internal KIM yang akan merugikan Prabowo.
Sementara itu, PKB dan Nasdem yang juga mengusung Anies di Pilpres 2024 diprediksi akan segera bergabung ke Prabowo-Gibran.
Jamiluddin menilai, penerimaan Prabowo terhadap PKB dan Nasdem setidaknya menjadi indikasi kuat bakal diterima bergabung ke KIM.
Dua partai ini, bagi Prabowo, memang tidak ada persoalan, baik dilihat dari sisi politis maupun sosiologis.
“Selain itu, PKB dan Nasdem memang cenderung pragmatis.
Dua partai ini akan terus berupaya merapat karena menguntungkan secara ekonomis dan politis,” ucap Jamiluddin.
“Hal itu tampaknya ditangkap Prabowo, sehingga dua partai ini akan diterima dengan terbuka.
Sebab, kehadiran dua partai ini akan menguntungkan sehingga nantinya partai pendukung pemerintah menjadi mayoritas,” kata dia.
Alasan Gelora Tolak PKS
Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Sekjen Partai Gelora) Mahfuz Sidik buka suara terkait wacana bergabungnya PKS ke kubu Koalisi Indonesia Maju.
Mahfuz Sidik sebut jika PKS menjadi bagian dari Koalisi Indonesia Maju, maka akan menjadi sinyal pembelahan antara PKS dengan massa ideologisnya.
“Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya?
Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya,” kata Mahfuz Sidik dalam keterangannya, Minggu (28/4/2024).
Mahfuz Sidik berujar bahwa selama masa kampanye Pilpres 2024, PKS melakukan serangan negatif secara masif kepada Prabowo-Gibran, terutama kepada Gibran Rakabuming Raka, WaliKota Solo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran,” ujar Mahfuz Sidik.
Oleh karena itu, Mahfuz Sidik mengingatkan publik dengan narasi yang menurutnya muncul dari kalangan PKS.
Narasi itu adalah menganalogikan bahwa Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun, karena dahulu Anies Baswedan diusung menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2017 oleh Partai Gerindra.
Mahfuz Sidik mengungkapkan, selama ini PKS kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.
Menurut Mahfuz Sidik, salah satu contohnya adalah cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma’ruf Amin pada 2019, yang menurutnya muncul dari PKS.
“Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS,” jelas Mahfuz Sidik.
Mahfuz Sidik menegaskan, bahwa selama ini Jokowi dan Prabowo telah mengingatkan untuk tidak menarasikan membelah politik dan ideologi.
“Narasi-narasi yang beresiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo,” tutur Mahfuz Sidik.
(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.