Pasukan Israel Lelah, Tolak Perintah Invasi ke Kota Rafah, Gaza
Pasukan Israel tolak invasi ke Rafah, Gaza., Anggota pasukan Israel membidikkan senjatanya ke arah pendemo Palestina saat aksi protes menentang rencana Israel menganeksasi bagian wilayah pendudukan Tepi Barat, di Kafr Qaddum dekat Nablus, Jumat (3/7/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamad Torokman/pras/djo
KOMPAS.com – Sebanyak 30 anggota Pasukan Pendudukan Israel (IOF) menolak melakukan invasi ke kota Rafah di Gaza.
Puluhan pasukan Israel itu mengaku kelelahan baik fisik dan mental sehingga tidak mampu melanjutkan pertempuran di Gaza yang sudah berlangsung hampir 7 bulan lamanya.
Sebelumnya pasukan dari kompi penerjun payung cadangan Brigade Penerjun Payung reguler dilaporkan menerima perintah untuk bersiap-siap beraksi di Rafah, Gaza.
“Namun mereka kemudian memberitahu atasannya bahwa mereka tidak akan ikut karena tidak mampu lagi,” bunyi laporan Channel 12, dilansir dari Al Mayadeen (28/4/2024).
Jumlah pasukan menipis
Pejabat militer mengatakan bahwa mereka tidak akan memaksa personel cadangan untuk ikut serta dalam invasi tersebut.
Alasan mereka menjadi indikasi yang jelas menipisnya pasukan cadangan usai bertempur selama berbulan-bulan.
Sebelumnya, Channel 12 juga melaporkan bahwa lebih dari 100 wajib militer wanita Israel menolak untuk bertugas sebagai tentara pengawas di dekat garis pemisah antara Gaza dan Israel.
Laporan berita Israel mengatakan, ini adalah penolakan ketiga sejak wajib militer 7 Oktober 2023.
Keluarga pasukan Israel demo tolak invasi
Tuntutan menolak invasi Israel ke Rafah di Gaza juga disampaikan keluarga Pasukan Pendudukan Israel (IOF).
Keluarga dari 600 pasukan Israel mengirim surat untuk Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan Kepala Staf Umum Herzi Halevi untuk mundur dari invasi ke Rafah.
Menurut media Israel, Maafiv yang dikutip dari Al Mayadeen, surat tuntutan itu berisi pernyataan mereka tidak percaya dengan Halevi dan Gallant. Mereka memperingatkan, invasi tersebut merupakan jebakan maut.
Tak hanya menolak invasi, keluarga tawanan Israel juga melayangkan protes untuk menggulingkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Selain itu, sekitar 45.000 warga Israel turun ke jalanan di Tel Aviv dan beberapa daerah lainnya pada (22/4/2024).
Para pengunjuk rasa itu menuntut agar Netanyahu mengundurkan diri dari jabatannya.
Mereka mengatakan, pemimpin politik tersebut tidak peduli dengan keadaan para tawanan dan mencatat bahwa para negosiator sering berbagi foto dan anekdot tentang para tawanan untuk membantu para anggota parlemen agar lebih berempati.
Pihak penyelenggara mengatakan, demonstrasi tersebut jumlahnya mencapai 100.000 orang.
Invasi dianggap kesalahan strategi
Sementara itu, mantan kepala Direktorat Operasi IOF Israel Ziv menyampaikan bahwa penolakan puluhan pasukan Israel untuk melakukan invasi ke Rafah, Gaza wajar dilakukan.
Ziv mengatakan bahwa invasi ke Rafah merupakan kesalahan strategis karena para tawanan Israel kemungkinan besar tidak akan selamat.
“Invasi ini akan menjadi ‘kesalahan strategis,’ karena kunci (Rafah) akan diserahkan kembali ke Hamas, seperti yang terjadi di Khan Yunis dan Jalur Gaza utara,” ujarnya, dilansir dari Palestine Chronicl.
Menurutnya, para tawanan Israel kemungkinan besar tidak akan selamat dari serangan invasi ke Rafah.
Selain itu, Ziv juga menekankan, kemungkinan invasi ke Rafah tidak akan berlangsung cepat. Serangan itu justru bisa berlangsung selama berbulan-bulan.
Dengan kata lain, para tawanan Israel yang ditahan oleh Perlawanan Palestina akan mengalami kondisi yang lebih keras.
Menurut Perlawanan Palestina, setidaknya 70 tawanan Israel telah tewas karena kurangnya obat-obatan, makanan, dan air di Jalur Gaza atau dalam serangan langsung terhadap posisi mereka oleh pasukan pendudukan Israel.
Sejumlah tawanan yang masih hidup dilaporkan ditahan di Rafah.
Rencana invasi Israel ke Rafah, Gaza
Israel sudah berkali-kali mengancam akan melakukan invasi ke Rafah, Gaza.
Rencana tersebut bertujuan untuk membongkar pasukan Hamas. Selain itu, para pemimpin Israel mengeklaim bahwa kota di selatan jalur Gaza itu adalah benteng terakhir warga Palestina di Gaza.
Setidaknya, 1,4 juta warga Palestina mencari perlindungan di daerah tersebut dari serangan Israel.
Jenderal Angkatan Darat sekaligus Kepala Staf Umum Herzi Halevi menyetujui rencana untuk melanjutkan perang ke Rafah, Gaza.
Namun, pada Sabtu (27/4/2024), Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz mengatakan bahwa rencana serangan tersebut bisa ditunda apabila kesepakatan penyanderaan dengan Hamas tercapai.
“Jika akan ada kesepakatan, kami akan menangguhkan operasi tersebut,” ujar dia, dilansir dari The New Arab.
Sebagai informasi, Israel telah mengintensifkan serangan udara di wilayah Rafah dalam beberapa pekan terakhir.
Dalam serangan yang dilancarkan pada 28-29 April 2024, setidaknya 22 warga Palestina tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka akibat serangan tersebut.
Korban tewas termasuk perempuan dan anak-anak. Pejabat Kesehatan Palestina menyampaikan, salah satu korban tewas adalah bayi berusia 5 hari.
Serangan tersebut menargetkan tiga rumah, yaitu keluarga Abu Taha, Al-Khawaja, dan Al-Khatib.