Imbas Protes Anti-Israel, Gerai Ayam Kentucky AS di Aljazair Dibuka Tanpa Logo
ilustrasi ayam goreng tepung.
ALJIR, KOMPAS.com – Gerai Kentucky Fried Chicken (KFC) pertama di Aljazair telah kembali beroperasi setelah penutupan sementara yang dipicu serangkaian demonstrasi pro-Palestina pekan lalu.
Namun, restoran yang terletak di pinggiran kota Aljir, Dely Ibrahim, membuka kembali pintunya tanpa logo Colonel Sanders yang sudah dikenal di bagian luarnya.
Masih belum jelas apakah gerai tersebut telah berganti kepemilikan atau tetap berada di bawah naungan Yum! Brands, perusahaan induk KFC.
Dilansir dari Arab News, para demonstran berkumpul di luar restoran pada tanggal 16 April, menyerukan boikot dan menyatakan solidaritas dengan warga Palestina di tengah konflik Gaza.
Para pengunjuk rasa yang mengenakan bendera Palestina menyuarakan dukungan untuk para martir Palestina sambil menghalangi akses ke etalase restoran.
Restoran ini telah menghadapi reaksi keras karena dianggap memiliki hubungan dengan Israel.
Yum! telah melakukan investasi di perusahaan rintisan Israel, termasuk TicTuk, sebuah perusahaan yang memungkinkan pelanggan untuk memesan makanan di jejaring sosial dan aplikasi pesan, dan Dragontail, perusahaan perangkat lunak sistem yang berspesialisasi dalam pemrosesan makanan.
Sebagai tanggapan, gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi menetapkan perusahaan saudaranya, Pizza Hut, sebagai target boikot organik karena tuduhan keterlibatan merek dalam genosida dan apartheid Israel terhadap Palestina.
Sementara penutupan sementara gerai KFC dipuji sebagai sebuah keberhasilan oleh para demonstran, pembukaan kembali gerai tersebut memicu kekecewaan di antara beberapa warga Aljazair.
Insiden ini menggarisbawahi tantangan dan konsekuensi ketenagakerjaan yang berasal dari boikot terkait konflik Gaza.
Sejak dimulainya perang, waralaba regional McDonald’s, salah satu merek utama yang diboikot, telah menjauhkan diri dari perusahaan induknya, dengan alasan bahwa mereka 100 persen lokal.
Pembukaan cabang KFC di Aljazair patut dicatat mengingat sejarah keengganan negara ini terhadap rantai makanan Barat, serta peraturan investasi asing yang ketat, yang biasanya melarang pendirian waralaba makanan atau minuman asing.
Upaya-upaya sebelumnya untuk mendirikan gerai tanpa persetujuan resmi, seperti kemunculan singkat Starbucks palsu, telah ditanggapi dengan cepat dan ditutup.