Ibu Pelaku Pembunuhan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta: Tega Sekali Kamu Sama Mama
TRIBUNTORAJA.COM – Tegar Rafi Sanjaya (21), mahasiswa tingkat 2 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, telah ditetapkan tersangka pembunuh yuniornya, Putu Satria Ananta Rustika (19).
Penganiayaan berujung tewasnya Putu terjadi di toilet kampus STIP, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (3/5/24) pagi.
Ibunda Tegar, Sri, pingsan saat mendengar kabar putranya menjadi pelaku pembunuhan dan telah dijadikan tersangka.
“Saat kejadian saya langsung hubungi ibunya (Sri). Lalu mengunjungi rumahnya. Kondisi ibunya seperti habis pingsan, shock sepertinya,” kata Ketua RT tempat tinggal Tegar Rafi, Triyono kepada Tribun, Minggu (5/5/24).
Sang ibu menurut Triyono juga sangat kecewa apa yang dilakukan Tegar terhadap adik tingkatannya di STIP.
“Ya Allah Tegar, tega sekali sama mama. Mama cari uang buat kamu, bangun pagi, pulang malam. Kamu tega begitu sama mama.” kata Triyono, mengulang perkataan Sri.
Triyono juga mengaku tak menyangka Tegar melakukan hal tersebut.
“Saya tidak percaya, segitunya Tegar sampai kejadian seperti itu,” jelasnya.
Menurut Triyono, Tegar Rafi dikenal sebagai sosok yang ramah di lingkungannya.
Selama bertetangga, Triyono tak pernah dengar Tegar tak cekcok dengan tetangga lainnya.
“Sama lingkungannya juga bagus tidak ada cekcok. Pas tahu kejadian itu, saya tahu dari orang lain bukan dari keluarganya,” jelasnya.
Seorang tetangga Tegar yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan hal serupa. Bahwa Tegar sosok yang ramah suka menegur.
“Kalau lewat (Tegar) suka menyapa, orangnya baik banget. Saya tak menyangka bisa seperti itu,” kata tetangga Tegar.
Tak hanya sosok tegar, tetangga juga menyebut ibunda Tegar bernama Sri juga sosok yang baik.
“Orang tuanya juga baik, orang lama di sini,” terangnya.
Pantauan Tribun Minggu siang, rumah Tegar terlihat sepi.
Rumah yang beralamat di Kampung Bulak, Jati Asih, Bekasi, tak berpenghuni.
Lampu di luar rumah terlihat menyala. Gorden rumah juga tertutup.
Pagar berwarna hitam juga terlihat tertutup rapat.
Triyono membenarkan bahwa rumah Tegar tengah ditinggalkan penghuninya. Diketahui rumah tersebut berisikan ibu dan dua kakak perempuan Tegar.
“Tadi saya fogging ke depan dan belakang dekat Kluster Firdaus. Rumah (Tegar) lampunya menyala,” kata Triyono.
Pelaku Lebih Satu Orang
Sementara itu, pihak keluarga Putu Satria Ananta Rustika, menduga pelaku penganiayaan berjumlah lebih dari satu orang.
Pengacara keluarga, Tumbur Aritonang mengatakan dugaan tersebut berdasar informasi awal yang diterima bahwa ada lebih dari satu orang masuk ke toilet STIP Jakarta tempat Putu diduga dianiaya.
“Kalau yang saya dengar infonya ada empat orang ya. Cuman saya belum bisa mastiin berapa orang total pelakunya, kita baru dapat informasi saja,” kata Tumbur.
Pihak keluarga tidak dapat memastikan jumlah pelaku karena belum dapat melihat secara langsung rekaman CCTV di sekitar area toilet STIP Jakarta tempat kejadian perkara.
Hanya saja, menurut pihak keluarga bila terdapat orang lain membantu dan terlibat dalam tindak pembunuhan maka jumlah pelaku yang diproses hukum patutnya lebih dari seorang.
“Kalaupun dia enggak mukul tapi ada di situ, megangin (tubuh korban) misal seharusnya dia jadi tersangka. Enggak bisa dia beralibi saya cuma lihat, enggak mukul atau pegangin doang,” ujarnya.
Menurut pihak keluarga, Putu merupakan sosok anak yang baik dan tidak memiliki musuh di lingkungan pertemanan. Motif pembunuhan pun sementara diduga karena senioritas.
“Tim kuasa hukum juga berkepentingan untuk tahu ya. Apakah ini murni senioritas atau perundungan, atau ada motif lain. Misalnya balas dendam atau punya masalah,” tuturnya.
Diketahui, Putu Satria tewas usai dianiaya di dalam toilet koridor kelas KALK C, lantai 2 gedung STIP Jakarta, Jumat (3/5/24), sekitar pukul 08.00 WIB.
Penganiayaan ini terjadi ketika korban dan empat rekan seangkatan lainnya sedang mengecek salah satu ruang kelas.
Saat turun ke lantai 2, rombongan korban dipanggil oleh tersangka yang saat itu juga sedang bersama-sama dengan empat orang lainnya yang merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta.
Saat itu tersangka menanyakan alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.
“Pelaku bersama empat rekannya, mereka menyebut sebagai tradisinya taruna. Ada penindakan terhadap junior, karena dilihat ada yang salah menurut persepsinya senior, sehingga dikumpulkan di kamar mandi,” kata kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Ari.
Sebenarnya, Tegar tidak sendiri pada aksi kekerasan senioritas itu. Gidion menjelaskan, saat peristiwa terjadi, Putu sedang bersama empat temannya.
Sementara, Tegar pun bersama empat temannnya. Selain Putu, rencananya Tegar dan empat teman seangkatannya di tingkat 2 akan menghajar empat junior lainnya yang merupakan teman korban.
Namun, Putu yang berada di urutan pertama untuk dipukul sudah terlanjur lemas dan terkapar sehingga pemukulan terhadap empat taruna lain pun dibatalkan Tegar dan rekan-rekannya.
“Yang dikumpulkan di kamar mandi ini ada lima orang. Nah, korban ini adalah orang yang mendapatkan pemukulan pertama dan yang empat belum sempat,” kata Gidion.
Di kamar mandi, Tegar memukul Putu sebanyak lima kali di bagian ulu hati. Kemudian, ketika korban lemas dan tak sadarkan diri, tersangka Tegar memasukkan tangannya ke dalam mulut korban dengan niat melakukan pertolongan. Nahas, nyatanya korban malah meninggal dunia.
Gidion mengatakan, berdasarkan hasil autopsi, ditemukan luka di bagian ulu hati korban yang menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.
Kemudian, polisi juga mendapati bahwa penyebab hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah upaya pertolongan yang tidak sesuai prosedur dilakukan oleh tersangka.
“Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian,” jelas Gidion.
Gidion menyebut lima kali pemukulan bukan faktor hilangnya nyawa Putu.”Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur,” papar Gidion.
Tegar ditetapkan tersangka dengan jeratan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.Ia terancam hukuman 15 tahun penjara.(Tribun Network/eka/gta/mat/wly)