Dampak Stres Terhadap Tubuh Anda yang Perlu Diketahui
Dampak stres bisa dialami pada semua sistem tubuh, termasuk sistem muskuloskeletal, pernapasan, kardiovaskular, pencernaan, saraf, dan reproduksi.
KOMPAS.com – Tubuh kita sebenarnya secara alami dapat mengatasi stres dalam dosis kecil.
Mengutip Cleveland Clinic, fakta bahwa tubuh manusia dirancang untuk bisa mengalami stres dan bereaksi terhadapnya.
Jika Anda mengalami perubahan atau tantangan (stressor), tubuh Anda menghasilkan respons stres fisik dan mental.
Respons stres, yang terdiri dari melawan (fight) atau melarikan diri (flight), membantu tubuh Anda menyesuaikan diri dengan situasi baru.
Stres bisa berdampak positif, membuat kita tetap waspada, termotivasi, dan siap menghindari bahaya.
Namun, stres menjadi masalah ketika pemicu stres terus berlanjut tanpa adanya kelegaan atau periode relaksasi.
Stres memengaruhi sistem saraf otonom tubuh. Ini mengontrol detak jantung, pernapasan, perubahan penglihatan, dan banyak lagi.
Ketika Anda mengalami stres jangka panjang (kronis), aktivasi respons stres yang terus-menerus menyebabkan kerusakan pada tubuh.
Artikel ini akan menunjukkan lebih lanjut dampak stres terhadap tubuh Anda, agar Anda lebih memahami pentingnya kemampuan untuk mengelola stres dalam diri.
Apa saja dampak stres terhadap tubuh?
Disari dari American Psychological Association dan The Washington Post, berikut macam dampak stres terhadap tubuh Anda secara umum:
-
Otak
Saat Anda mengalami stres, otak Anda memicu pelepasan serangkaian hormon yang menghasilkan perubahan fisiologis. Hormon tersebut, meliputi kortisol, epinefrin (alias adrenalin), dan norepinefrin.
Stres kronis dapat meningkatkan kadar kortisol berkepanjangan yang dapat mengganggu dan merusak hipokampus otak, yang sangat penting untuk fungsi memori jangka panjang.
Peningkatan kortisol dalam jangka panjang juga dapat merusak korteks prefrontal otak, yang penting untuk memusatkan perhatian dan fungsi eksekutif (proses kognitif yang memungkinkan Anda merencanakan, mengatur, memecahkan masalah, berpikir fleksibel, dan mengendalikan impuls).
-
Sistem muskuloskeletal
Saat tubuh stres, otot menjadi tegang. Ketegangan otot hampir merupakan reaksi refleks terhadap stres, cara tubuh melindungi diri dari cedera dan nyeri.
Stres kronis menyebabkan otot-otot dalam tubuh berada dalam kondisi waspada yang kurang lebih konstan.
Ketika otot tegang dan tegang dalam jangka waktu lama, Anda bisa mengalami beberapa hal di antaranya seperti berikut:
-
- Sakit kepala tipe tegang
- Sakit kepala migrain berhubungan dengan ketegangan otot kronis di area bahu, leher, dan kepala
- Nyeri muskuloskeletal pada punggung bawah dan ekstremitas
-
Sistem pernapasan
Sistem pernapasan memasok oksigen ke sel dan membuang limbah karbon dioksida dari tubuh.
Saat stres kronis, otot dalam sistem pernapasan Anda bisa menegang yang membuat lajunya meningkat.
Alhasil, stres dan emosi yang kuat dapat muncul dengan gejala gangguan pernapasan, seperti sesak napas dan napas cepat, karena saluran napas antara hidung dan paru-paru menyempit.
-
Sistem kardiovaskular
Jantung dan pembuluh darah terdiri dari dua elemen sistem kardiovaskular yang bekerja sama dalam memberikan nutrisi dan oksigen ke organ-organ tubuh.
Aktivitas kedua elemen ini juga terkoordinasi dalam respon tubuh terhadap stres.
Stres akut menyebabkan peningkatan detak jantung dan kontraksi otot jantung yang lebih kuat, dengan hormon stres (adrenalin, noradrenalin, dan kortisol) bertindak sebagai pembawa pesan untuk efek-efek ini.
Stres sesaat atau jangka pendek ini, meliputi dikejar tenggat waktu, terjebak kemacetan, atau tiba-tiba menginjak rem untuk menghindari kecelakaan.
Sementara, stres kronis dapat menyebabkan masalah jangka panjang pada jantung dan pembuluh darah.
Peningkatan detak jantung yang konsisten dan berkelanjutan, serta peningkatan kadar hormon stres dan tekanan darah, dapat berdampak buruk pada tubuh.
Stres jangka panjang yang berkepanjangan ini dapat meningkatkan risiko hipertensi, serangan jantung, atau stroke.
-
Sistem imun
Selama peristiwa atau periode waktu yang membuat stres, hormon stres seperti kortisol berpindah ke sistem kekebalan dan memiliki berbagai efek disregulasi.
Salah satunya adalah dengan memicu peningkatan peradangan, yang merupakan akar dari banyak masalah kesehatan, termasuk penyakit kardiovaskular dan demensia.
Peradangan yang terlalu banyak atau kronis dapat membuat sistem imun berbalik melawan sel-sel sehat, membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi, kurang responsif terhadap vaksin, dan penyembuhannya lebih lambat.
Terlebih lagi, pelepasan sitokin pro-inflamasi saat stres dapat berpindah ke otak dan meningkatkan risiko depresi. Stres dan depresi adalah siklus yang buruk.
-
Kulit
Kulit merupakan organ yang sangat aktif. Kulit memiliki sistem kekebalannya sendiri, dan berinteraksi dengan otak dari waktu ke waktu.
Ketika stres, kulit memberi respons dengan memunculkan masalah yang paling umum, yaitu jerawat atau eksim yang kambuh.
Akibatnya, ketika Anda mengalami stres akut atau kronis, sistem kekebalan kulit menjadi aktif, sehingga memicu peradangan.
Itu memperburuk kondisi kulit, seperti rosacea, psoriasis, gatal-gatal, dan eksim.
Stres juga dapat mengganggu kemampuan kulit untuk menahan air. Aliran hormon stres yang dilepaskan mendorong kelenjar sebaceous di kulit memproduksi lebih banyak minyak, yang dapat memicu munculnya jerawat.
-
Sistem pencernaan
Stres menurunkan motilitas gastrointestinal (memperlambat pengosongan usus), yang dapat membuat Anda merasa mual, kembung atau sembelit.
Dampak stres yang lebih besar dalam sistem pencernaan adalah stres menyebabkan perubahan pada mikrobioma usus, memengaruhi keragaman bakteri di sana, dan memengaruhi fungsi penghalang usus, sehingga meningkatkan kebocoran usus.
Ini berarti produk sampingan bakteri dari makanan yang Anda makan dapat bocor ke luar saluran pencernaan ke dalam sirkulasi Anda, yang pada gilirannya memicu respons inflamasi dan hormonal.
Memahami bagaimana stres memengaruhi tubuh dapat membantu Anda menyadari pentingnya mengatasi stres.
Sebagian besar dampak stres sebenarnya dapat dikelola dengan baik.
Anda bisa berolahraga secara teratur, mendapatkan tidur yang berkualitas, dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dan/atau mengelola stres.
Anda dapat bekonsultasi langsung dengan psikolog atau psikiater untuk mengetahui cara yang tepat untuk mengelola stres Anda.