Belasan Taruna STIP Lari Tutupt Muka Saat Dibawa ke Kantor Polisi Usai Pra Rekonstruksi Kasus Putu
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, CILINCING – Sedikitnya 12 mahasiswa atau taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dibawa ke Mapolres Metro Jakarta Utara setelah pra rekonstruksi kasus tewasnya Putu Satria Ananta Rustika (19), Senin (6/5/2024) sore.
Pada saat hendak dimasukkan ke dalam mobil, belasan taruna yang masih berstatus sebagai saksi itu terus menutupi wajah mereka dengan kerah baju karena malu tersorot kamera awak media.
Para mahasiswa sekolah pelayaran itu sebelumnya mengikuti proses pra rekonstruksi yang digelar secara tertutup di lokasi.
Mereka dihadirkan bersama tersangka Tegar Rafi Sanjaya (21) untuk dimintai keterangan oleh pihak kepolisian soal kronologi kejadian penganiayaan.
Setelah pra rekonstruksi selesai, Tegar bersama belasan taruna STIP itu dibawa ke Mapolres Metro Jakarta Utara untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Tersangka Tegar awalnya dimasukkan ke dalam salah satu mobil operasional polisi dan segera dibawa ke Mapolres Jakarta Utara.
Berstatus saksi, belasan taruna STIP Jakarta dibawa ke Mapolres Metro Jakarta Utara untuk dimintai keterangan kasus tewasnya Putu Satria Ananta Rustika (19). (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)
Selanjutnya, selang beberapa menit kemudian, belasan taruna lainnya menyusul digiring ke kantor polisi dalam beberapa mobil yang berbeda.
Mereka pun tampak berlari kencang memasuki mobil-mobil itu sambil terus menutupi wajahnya dengan kerah baju.
Adapun pra rekonstruksi hari ini digelar tertutup selama hampir 4 jam dan selesai sekitar pukul 15.40 WIB.
Polisi membawa Tegar dan belasan taruna STIP itu ke beberapa ruangan di dalam sekolah pelayaran ternama tersebut seiring memintai keterangan untuk memperjelas kronologi kasusnya.
Belasan taruna STIP dan tersangka Tegar juga dibawa menuju ke toilet di koridor kelas KALK C di lantai 2 gedung.
Toilet itu merupakan tempat kejadian pemukulan yang dilakukan Tegar terhadap korban Putu Satria.
Beberapa taruna STIP Jakarta yang dihadirkan dalam pra rekonstruksi kasus tewasnya Putu Satria Ananta Rustika (19), Senin (6/5/2024). (TribunJakarta.com)
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hady Saputra Siagian mengatakan, pra rekonstruksi ini bagian dari pendalaman pihak kepolisian terkait kasus penganiayaan maut untuk semakin mengungkap secara jelas kronologinya.
“Kita masih mendalami masing-masing orang perannya apa, kita masih mendalami,” kata Hady di lokasi, Senin sore.
Hady mengatakan, belasan STIP Jakarta yang dihadirkan dalam pra rekonstruksi ini masih berstatus sebagai saksi.
Mereka kini sudah dibawa ke Mapolres Metro Jakarta Utara untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
“Mereka sebagai saksi, untuk lebih jelasnya ini masih didalami, kita sampaikan nanti,” katanya.
Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, polisi menetapkan Tegar sebagai tersangka tunggal dalam kasus ini.
Pasalnya, Tegar terbukti telah melakukan pemukulan sebanyak lima kali ke arah ulu hati korban.
Kemudian, ketika korban lemas dan tak sadarkan diri, tersangka Tegar memasukkan tangannya ke dalam mulut korban namun nyatanya korban malah meninggal dunia.
“Kami menyimpulkan tersangka tunggal di dalam proses atau peristiwa pidana ini yaitu saudara TRS, salah satu taruna STIP tingkat 2,” kata Gidion dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Utara, Sabtu (4/5/2024) malam.
Gidion mengatakan, berdasarkan hasil autopsi, ditemukan luka di bagian ulu hati korban yang menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.
Kemudian, polisi juga mendapati bahwa penyebab hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah upaya pertolongan yang tidak sesuai prosedur dilakukan oleh tersangka.
“Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian,” jelas Gidion.
“Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur,” papar Gidion.
Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini
Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News