Saat Tenda-tenda Pengungsi WNA Pencari Suaka di Depan Kantor UNHCR Dibongkar...
Penampakan sterilisasi Jalan Setiabudi Selatan, Jakarta Selatan, saat petugas gabungan melakukan penertiban belasan tenda pengungsi WNA, Selasa (2/7/2024)
JAKARTA, KOMPAS.com - Belasan lapak atau tenda pengungsi warga negara asing (WNA) yang berada di depan Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR), Setiabudi, Jakarta Selatan, akhirnya dibongkar pada Selasa (2/7/2024).
Mayoritas pengungsi pencari suaka tampak pasrah saat tenda yang mereka pakai untuk bermukim selama beberapa hari terakhir diangkut ke truk bak terbuka milik Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Bahkan, sebagian dari mereka melipat tenda sendiri.
Kendati begitu, ada segelintir pengungsi yang berusaha bertahan. Beberapa pengungsi itu sempat memberikan perlawanan dan meminta Satpol PP untuk tak mengangkut tenda mereka.
Pengungsi asal Somalia bernama Ahmad, misalnya, menolak dipindahkan dari depan kantor UNHCR lantaran masih berupaya memperjuangkan haknya.
Sementara, Satpol PP menegaskan bahwa tindakan Ahmad dan pengungsi lainnya mendirikan tenda di pinggir jalan telah melanggar Peraturan Daerah DKI Jakarta terkait Ketertiban Umum.
Situasi sempat memanas sebelum akhirnya Ahmad legawa barang-barangnya diangkut oleh Satpol PP.
Dipindahkan ke hunian layak
Dari penertiban tersebut, sebanyak15 pengungsi WNA dibawa ke tempat layak huni, yakni Rumah Detensi Imigrasi Jakarta yang berada di wilayah Jakarta Barat.
Atas langkah ini, diharapkan tak ada lagi pencari suaka yang bermukim di depan Kantor UNHCR.
“Kami memanusiakan manusia, dalam arti Pemprov DKI memperhatikan saudara-saudara kita. Semua WNA yang diangkut dibawa ke Rumah Detensi Imigrasi Jakarta,” ujar Camat Setiabudi Iswahyudi kepada wartawan di lokasi.
Kumuh
Iswahyudi mengatakan, pembongkaran tenda para pengungsi WNA pencari suaka telah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya, keberadaan tenda tersebut dinilai membuat kawasan Jalan Setiabudi Selatan menjadi kumuh.
“Mereka (WNA) sudah tinggal cukup lama di sana dan terlihat begitu kumuh,” ujar dia.
Tak hanya kumuh, belasan tenda itu juga dinilai membahayakan pengguna jalan dan pengungsi itu sendiri.
Pasalnya, beberapa tenda yang dibangun memakan badan Jalan Setiabudi Selatan, sehingga ada potensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
“Bahaya juga buat mereka kalau terus berada di sana, bisa menimbulkan penyakit untuk mereka sendiri. Lalu, keberadaan tenda-tenda itu mengganggu lalu lintas,” tutur dia.
Siagakan TNI-Polri
Usai pembongkaran tenda ini, pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan bakal menyiagakan aparat TNI-Polri di sekitar kantor UNHCR. Langkah ini untuk mencegah para WNA kembali membangun tenda.
“Untuk antisipasi, kami akan membangun posko di sekitar Kantor UNHCR. Di dalam posko nantinya akan disiagakan dua petugas dari TNI, Polri, dan Satpol PP,” ucap Iswahyudi.
Iswahyudi menyebut, aparat yang bersiaga akan berjaga dari pagi hingga sore hari. Sementara, untuk malam hari, penjagaan akan dilakukan dengan cara patroli.
“Untuk petugas yang stand by di posko, mungkin dari pagi hingga menjelang malam. Sisanya, kami akan melakukan patroli supaya mereka (pengungsi) tak kembali lagi,” ungkap dia.
UNHCR apresiasi
Assistant Protection Officer UNHCR Hendrik Therik pun mengapresiasi langkah pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan yang melakukan penertiban tenda pengungsi di depan kantornya.
Ia menilai, para pencari suaka yang berasal dari Myanmar, Afganistan, Irak, hingga Sudan ini memang telah melanggar peraturan.
“Kami mengapresiasi atas upaya yang dilakukan pemerintah dalam memastikan wilayah di depan UNHCR bisa tertib kembali. Karena tentunya harus taat dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, tidak hanya kita warga negara Indonesia saja,” ucap dia kepada wartawan.
Hendrik menegaskan, UNHCR tak pernah meminta para pencari suaka bermalam di depan kantornya. Pihaknya selalu meminta para WNA untuk kembali ke tempat pengungsian setelah menaruh berkas permohonan suaka.
Namun, banyak WNA yang bandel dan membangun tenda untuk mendesak UNHCR memproses permohonan.
“Ada mekanisme formal saat mereka menyampaikan pertanyaan atau permintaan, di mana mereka mengajukan permohonan lebih dulu, lalu dipanggil. Semua ada alurnya,” terang dia.
Lebih lanjut, Hendrik menyebut, proses permohonan suaka kerap memakan waktu lama karena banyak WNA yang mengajukan banyak permintaan.
“Kenapa kami lama memproses permintaan mereka, karena mereka punya banyak alasan dan banyak permohonan,” ujar Hendrik.
“Mereka punya ekspektasi tinggi di atas layanan yang mereka harapkan. Dan mereka merasa dengan bermalam mereka bisa menuntut,” sambung dia.