Menkes Ungkap Penyebab Harga Obat dan Alkes di RI Lebih Mahal dari Malaysia
Menkes Budi Gunadi Sadikin raker dengan Komisi IX DPR, Selasa (21/5/2024). Foto: YouTube Komisi IX DPR
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan harga obat dan alat kesehatan atau alkes di Indonesia masih mahal. Presiden Jokowi sudah meminta agar harga obat dan alat kesehatan bisa sama murahnya dengan negara tetangga.
"Dia (Jokowi) ingin agar harga kesehatan dan obat-obatan itu bisa sama, dong, dengan negara-negara tetangga. Kan, kita harga alat kesehatan dan obat-obatan mahal. Yang nomor dua, beliau juga pesan obat-obatan dan alat kesehatan industri dalam negeri dibangun supaya bisa lebih di-resilliance Indonesia kalau ada pandemi lagi," kata Budi Gunadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/7).
Budi Gunadi menilai mahalnya harga obat dan alkes di Indonesia tidak terlepas dari industri kesehatan di Tanah Air yang belu maju. Menurutnya, kondisi itu karena inefisiensi jalur perdagangan dan tata kelola.
"Musti dibikin lebih transparan dan terbuka sehingga tidak ada peningkatan harga yang unreasonable, deh, atau unnecessary dalam proses pembelian alkes dan obat-obatan. Itu, kan, itu lebih masalah tata kelola dan desain proses pembelian kita itu seperti apa," ujar Budi Gunadi.
Budi Gunadi mencontohkan perbedaan harga obat di Indonesia dan Malaysia mencapai 3-5 kali lipat. Ini juga terjadi karena inefisiensi perdagangan hingga tata kelola.
"Ada biaya-biaya yang mungkin harusnya tidak harus dikeluarkan. Kan, ujung-ujungnya yang beli juga, kan, pemerintah juga, kan. Nanti kalau layanan kesehatan ini, kan, sekarang hampir semuanya dibayar BPJS. Jadi balik lagi kalau mahal pemerintah yang akan bayar. Itu sebabnya kita harus mencari kombinasi yang semurah mungkin," tutur Budi Gunadi.
Inefisiensi yang dimaksud Budi Gunadi salah satunya terkait pajak pembelian obat dan alkes. Ia mengatakan, pemerintah menerapkan bea masuk 0 persen untuk alkes impor. Sementara jika membuat alkes dalam negeri, ada pajak yang dikenakan karena bahan baku yang diimpor dikenakan bea masuk 15 persen.
"Nah, kan, ini ada inkonsistensi di satu sisi kita ingin dorong industri ini supaya produksi dalam negeri, tapi di sisi lain supporting insentifnya atau insentifnya enggak inline. Nah, ini memang butuh kerja sama karena yang tahu, kan, sebenarnya kementerian teknis kayak saya," ungkap Budi Gunadi.
Budi Gunadi menuturkan jika Kemenkes ingin membeli cath lab untuk 514 kabupaten/kota, maka Kemenkes harus berkoordinasi dengan Kemenperin, Kemendag, dan Kemenkeu.
"Untuk melihat dengan adanya kebijakan beli cath lab di 514 [kabupaten/kota] ingin, dong, kita kalau bisa pabrik cath lab dari GE atau dari China bisa masuk. Nah, bagaimana kita memberikan insentif agar pabrik-pabrik ini bisa masuk karena ada rencana pembelian pemerintah sebanyak 514 unit yang nanti pasti diikuti oleh rumah sakit-rumah sakit swasta. Nah, koordinasi ini yang tadi Bapak Presiden minta coba dirapiin," tutur Budi Gunadi.