Blak-blakan KPK Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membenarkan pihak pimpinan lembaga antirasuah meminta pencegahan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto ditunda, Rabu (12/6/2024).
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampil blak-blakan di hadapan DPR menjelang masa purna tugas pada Desember 2024 mendatang.
Pasalnya, dalam rapat bersama Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2024), pimpinan KPK mengakui bahwa mereka gagal memberantas korupsi.
Adapun pengakuan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Menurutnya, selama 8 tahun bekerja di KPK, dirinya merasa gagal memberantas korupsi.
Pengakuan Alexander ini pun diamini oleh Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam kesempatan terpisah.
"Saya harus mengakui, secara pribadi, 8 tahun saya di KPK, kalau ditanya 'apakah Pak Alex berhasil?' Saya tidak akan sungkan-sungkan, saya gagal memberantas korupsi bapak/ibu sekalian, gagal," ujar Alexander.
Meski demikian, Alexander mengaku dirinya tidak pernah dihubungi untuk menyetop atau mengintervensi perkara korupsi yang tengah diusut di KPK.
Dirinya turut memamerkan bahwa KPK pada periode 2019-2024 ini telah berhasil menangkap dua menteri dan Kepala Basarnas yang terlibat korupsi.
Ada masalah dengan Polri-Kejagung
Di dalam rapat tersebut, Ketua KPK Nawawi Pomolango tiba-tiba mengungkapkan bahwa ada permasalahan terkait hubungan antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Beberapa anggota Komisi III DPR pun penasaran dengan pernyataan Nawawi yang tiba-tiba dan tanpa penjelasan lebih lanjut itu.
"Permasalahan dalam pelaksanaan koordinasi dan supervisi perlu kami sampaikan kepada forum yang terhormat ini, yaitu komitmen kepala daerah dalam pemberantasan korupsi yang ditunjukkan masih banyaknya TPK (tindak pidana korupsi) di daerah," ujar Nawawi.
"Selanjutnya permasalahan lain yang perlu kami sampaikan juga adalah hubungan kelembagaan antara KPK, Polri, dan Kejaksaan," ujar dia.
Polisi-jaksa pegang jabatan strategis di KPK
Nawawi mengatakan bahwa koordinasi dengan Polri dan Kejagung tidak berjalan baik meskipun sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2022 dan nota perjanjian kerja sama antar lembaga.
Nawawi memastikan bahwa pimpinan KPK tidak tunduk pada intervensi apapun dalam hal pemberantasan korupsi.
Namun, Nawawi mengungkapkan, intervensi yang lebih besar justru kerap diterima penyidik-penyidik di tingkat bawah.
Saat ini di KPK, menurut dia, ada sebanyak 320 orang Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD), yang di antaranya terdiri dari 140 orang dari Polri dan 150 orang dari Kejaksaan.
"Dan mereka-mereka ini memegang jabatan strategis dalam hal penindakan," kata Nawawi.
Ketika tangkap jaksa, Kejagung tutup pintu buat KPK
Contoh kasus dari permasalahan hubungan antara KPK dengan Kejagung dan Polri diungkap oleh Alexander Marwata.
Alexander mengatakan, jika ada jaksa yang ditangkap oleh KPK, Kejagung pasti akan menutup pintu koordinasi dan supervisi.
Alexander menyebut, Polri pun melakukan hal yang sama seperti Kejagung.
"Memang di dalam Undang-Undang KPK, baik yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi. Apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan Bapak/Ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik," ujar Alexander.
"Ego sektoral masih ada, masih ada. Kalau kami menangkap teman-teman jaksa, misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi. Sulit. Mungkin juga dengan kepolisian demikian," kata dia.
Alexander menyampaikan, dengan persoalan seperti itu, ia khawatir KPK tidak akan berhasil memberantas korupsi.
Apalagi, kata dia, secara kelembagaan, regulasi, dan SDM, KPK juga bermasalah.
"Dari sisi kelembagaan tidak seperti di negara-negara lain yang saya sebutkan misalnya yang berhasil dalam pemberantasan korupsi Singapura atau Hongkong. Mereka hanya punya satu lembaga yang menangani perkara korupsi. Seluruh isu terkait korupsi, mereka yang menangani. Sedangkan kalau di KPK ada 3 lembaga yang menangani, KPK, Polri dan Kejaksaan," papar Alexander.