Makanan Tinggi Lemak Tingkatkan Risiko Kecemasan
Ilustrasi makan makanan cepat saji, salah satu faktor yang memercepat penurunan fungsi kognitif.
KOMPAS.com - Diet tinggi lemak dapat memengaruhi kesehatan otak dan mendorong perubahan perilaku, termasuk peningkatan kecemasan, gangguan memori, dan perilaku berulang, sebuah studi baru memperingatkan.
Makanan tinggi lemak dan kecemasan
Sebagian orang akan makan banyak ketika stres. Pada awalnya mungkin makan banyak dan berlemak dapat menenangkan pikiran yang khawatir.
Namun menurut sebuah penelitian baru, makanan berlemak tertentu juga dapat memicu lebih banyak kecemasan dalam jangka panjang.
Penelitian terbaru dalam jurnal Biological Research yang dilakukan pada tikus menemukan bahwa mengonsumsi jenis makanan tertentu yang tinggi lemak, terutama lemak jenuh dari produk hewani dapat mengganggu mikrobioma usus dan mengubah perilaku.
Selain risiko yang sudah diketahui seperti obesitas atau penyakit jantung, temuan ini menunjukkan bahwa siapa pun yang mengonsumsi lemak jenuh dalam jumlah besar juga harus mempertimbangkan potensi dampak kesehatan mental.
Kecemasan adalah perasaan yang kompleks dan bervariasi yang dibentuk oleh banyak faktor, dan pengaruh makanan apa pun masih kurang dipahami.
Namun penelitian sebelumnya tahun 2017 dalam Behavioural Brain Research, juga menunjukkan hubungan serupa antara pola makan tinggi lemak dan kecemasan pada tikus. Terdapat pula petunjuk adanya hubungan serupa pada manusia.
Satu kelompok tikus menerima diet laboratorium standar dengan sekitar 11 persen lemak. Kelompok lainnya menerima makanan dengan sekitar 45 persen lemak, terutama yang mengandung lemak jenuh dari produk hewani.
Para peneliti menggunakan sampel tinja untuk memantau mikrobioma tikus selama penelitian. Setelah sembilan minggu, mereka juga melakukan tes perilaku.
Tikus yang diberi makanan tinggi lemak tidak hanya bertambah berat badannya, menurut laporan para peneliti. Namun juga memiliki keragaman bakteri usus yang jauh lebih sedikit dibandingkan tikus pada kelompok kontrol.
Selain keragaman mikroba yang lebih rendah, tikus yang diberi makanan tinggi lemak memiliki lebih banyak bakteri filum Firmicutes dan lebih sedikit dari Bacteroidetes. Suatu faktor yang pada manusia dikaitkan dengan obesitas dan pola makan.
Para peneliti juga memperhatikan peningkatan ekspresi tiga gen di antara kelompok yang mengonsumsi makanan berlemak tinggi. Gen-gen tersebut adalah tph2, htr1a, dan slc6a4, yang terlibat dalam produksi dan pensinyalan serotonin.
Meskipun secara populer dianggap sebagai penambah suasana hati, serotonin memiliki banyak peran. Hormon tersebut dapat membuat kita muntah misalnya, dan memainkan peran penting dalam proses tubuh seperti penyembuhan luka dan pencernaan.
Peran serotonin dalam depresi masih belum jelas. Namun hal ini mempunyai pengaruh kuat terhadap suasana hati, dan tidak selalu menjadi lebih baik. Beberapa jenis neuron penghasil serotonin dapat memicu perilaku seperti kecemasan.
Dalam studi baru, peningkatan ekspresi ketiga gen tersebut di antara tikus yang mengonsumsi makanan berlemak terlihat di dorsal raphe nukleus cDRD, wilayah batang otak yang terkait dengan stres dan kecemasan, tempat sebagian besar serotonin otak diproduksi.
Lemak jenuh yang berasal dari hewan mempunyai cerita yang berbeda. Selain potensi risiko kesehatan lainnya, penelitian Lowry menunjukkan pola makan kaya lemak dapat meningkatkan kecemasan jangka pendek dan jangka panjang, terutama pada usia muda.