Sri Mulyani Masih Dalami Daftar BUMN Sakit yang Perlu Dibubarkan
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani terima kunjungan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran. Foto: Dok Ig @smindrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku masih mendalami daftar BUMN yang masuk dalam klasterisasi peta jalan pengelolaan perusahaan pelat merah, sesuai dengan performa keuangan dan kepentingan mandat pemerintah.
Menurut dia, peta jalan yang sudah dibentuk bersama Kementerian BUMN menetapkan klasterisasi pengelolaan BUMN menjadi 4 kuadran. Pertama, Kuadran 2 yakni BUMN dengan mandat pemerintah dan performa keuangan yang tinggi.
Kemudian Kuadran 1 yaitu BUMN dengan mandat pemerintah tinggi namun performa keuangan rendah, Kuadran 4 adalah BUMN dengan mandat pemerintah rendah namun performa keuangan tinggi, terakhir Kuadran 3 adalah BUMN dengan mandat pemerintah dan performa keuangan rendah atau non-core.
"Ini sebetulnya dari sisi manfaat pembangunan kecil sekali dan performance tidak bagus, mungkin karena mismanagement yang lama dan sektor itu tidak lagi sektor yang strategis atau penting. Ini tidak lagi seharusnya dimiliki pemerintah atau bahkan ditutup dan dilikuidasi," jelasnya saat Rapat Kerja Komisi XI DPR, Senin (1/7).
Saat ditanya pimpinan Komisi XI DPR tentang daftar BUMN di masing-masing kuadran, Sri Mulyani mengatakan pemerintah belum secara tegas mengkategorisasi setiap BUMN. Dia mencatat, ada 76 BUMN termasuk yang berada dalam holding.
Sri Mulyani menjelaskan, kuadran tersebut membantu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam mempertimbangkan Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi BUMN.
Ilustrasi gedung Kementerian BUMN. Foto: Abdurrohim Husain/Shutterstock
"Serta evaluasi dan memberikan dukungan dan catatan terhadap holdingisasi Kementerian BUMN terhadap BUMN-BUMN itu. Nanti saya sampaikan, karena secara indikatif sudah ada, tapi belum bisa kami berikan secara eksplisit hari ini," ujar dia.
Pasalnya, lanjut Menkeu, pembahasan klasterisasi BUMN itu perlu berkoordinasi dan pertimbangan mendalam bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF), atas pengelolaan atau tata kelola perusahaan dampaknya kepada perekonomian.
"Apabila dia menguasai hajat hidup orang banyak itu dari sisi kontribusinya pada konsumsi masyarakat, terhadap value chain yang strategis, jadi tidak pada level korporasi, dia harus dilihat dari sektornya dan komposisi pada perekonomian," jelas dia.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Rionald Silaban, menambahkan penyelesaian daftar BUMN pada masing-masing klaster dibutuhkan penyelesaian validasi terhadap parameter dan pendalaman lebih lanjut bersama Komisi XI DPR.
"Pada dasarnya FGD kita baru sekali dengan Komisi XI dan kami masih melakukan penyelesaian atau validasi terhadap parameter-parameternya," katanya.