WASPADA Gempa Megathrust 8,7 SR dan Tsunami Bisa Melanda Cipatujah,BMKG: Hanya Punya Waktu 23 Menit
Laporan Jurnalis TribunPriangan.com, Aldi M Perdana
TRIBUNPRIANGAN.COM, KABUPATEN TASIKMALAYA – Pantai Cipatujah di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat menjadi salah satu wilayah yang memiliki potensi terkena dampak Gempa Megathrust dengan berkekuatan 8,7 Skala Ricther (SR).
Karena itu, dalam rangka mitigasi kerawanan dampak bencana Gempa Bumi dan Tsunami, BMKG Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung menggelar Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG) di Kawasan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat pada Selasa (30/4/2024) kemarin.
Ratusan peserta dari berbagai kalangan, mulai dari elemen masyarakat, tokoh agama, relawan bencana, media massa, TNI-Polri, BPBD, Tagana, hingga unsur SAR turut terlibat
Selain mendapat pemahaman terkait gempa bumi dan tsunami, peserta juga mendapat pelatihan terkait bagaimana cara membantu penyelamatan masyarakat dari bencana.
“SLG ini bertujuan membangun masyarakat tanggap Tsunami dan memperoleh pengakuan dari UNESCO sebagai Desa yang siap menghadapi bahaya Gempa Bumi dan Tsunami,” ungkap Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung, Teguh Rahayu kepada TribunPriangan.com pada Rabu (1/5/2024).
Ayu menambahkan, bahwa Pantai Cipatujah di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat menjadi salah satu wilayah yang memiliki potensi terkena dampak Gempa Megathrust dengan berkekuatan 8,7 Skala Ricther (SR).
“Imbas gempa dahsyat ini, akan menyebabkan Tsunami setinggi 15 meter. Gelombang Tsunami pun diprediksi sampai di tepi Pantai Cipatujah hanya dalam kurun waktu 23 menit setelah terjadinya gempa,” ujarnya.
Plt Deputi Geofisika BMKG pusat, Hanif Andi Nugraha menyebut, potensi megathrust terdapat di sejumlah wilayah Indonesia.
“Potensi megathrust itu ada di Indonesia. Seluruh wilayah ada potensi gempa dan tsunami. Kami di BMKG sudah melakukan simulasi perhitungan dan permodelan jika terjadi gempa megathrust dengan kekuatan 8,7 SR. Ini simulasi ya, bukan berarti memprediksi besok akan terjadi megathrust. Ini simulasi kami,” paparnya.
Jika terjadi megathrust, tambah Hanif, maka masyarakat Cipatujah harus bisa menyelamatkan diri dalam kurun waktu 23 menit.
“Intinya dari SLG ini, bagaimana kita bisa menyelamatkan masyarakat dalam waktu 23 menit,” tuturnya.
Sementara itu, pegiat Caves Society Tasikmalaya, Aris Rifqi Mubarak mengungkap, terdapat sebuah patahan atau sesar yang melintang sepanjang 200 kilometer mulai dari Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, hingga ke Cianjur.
Patahan tersebut dikenal dengan nama Sesar Cijulang dan berstatus aktif, sehingga berpotensi menyebabkan gempa bumi di lokasi-lokasi yang dilintasinya.
“Sejarah kegempaan juga mencatat, di tanggal 5 Februari 1873, terjadi gempa bumi berkekuatan V skala MMI di Kabupaten Ciamis, sementara di tanggal 25 Oktober 1875 terjadi juga gempa bumi berkekuatan VIII skala MMI di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya,” ucap Aris kepada TribunPriangan.com beberapa waktu lalu.
“Khusus untuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya, wilayah Kecamatan Cigalontang juga tercatat pernah alami gempa berkekuatan IV sampai V MMI. Yang perlu diwaspadai, Patahan Cijulang ini masih ada aktivitas dengan prakiraan terjadinya gempa per 100 tahun,” lanjutnya.
Sedang pada Sabtu (27/4/2024) lalu, baru saja terjadi gempa bumi berkekuatan Magnitudo 6,2 mengguncang Kabupaten Garut, Jawa Barat,
Gempa bumi yang berpusat di laut dengan kedalaman 70 kilometer dengan titik parameter 8,42 LS dan 107,26 BT tersebut tidak berpotensi tsunami.
Kendati demikian, apakah fenomena gempa bumi itu mendampak Sesar Cugenang?
Koordinator Bidang Data dan Informasi Geofisika pada BMKG Bandung, Virga Librian mengatakan, Sesar Cijulang belum masuk ke dalam buku Pusar Studi Gempa Nasional (PuSGeN).
“Terkait Sesar Cijulang, sebenarnya, mungkin referensinya itu tadi seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, memang kayaknya Sesar Cijulang itu sendiri masih belum masuk dalam buku PuSGeN ya. Jadi, mungkin pada tahun ini, rencananya buku PuSGeN akan di-update dan juga akan dimasukkan sesar-sesar yang sebelumnya belum teridentifikasi,” ucapnya.
Sementara itu, tambah Virga, berhubung sesae merupakan sumber aktif dari gempa bumi, sehingga terkait Sesar Cijulang, ada kemungkinan aktivitas sesmik tersbut.
“(Jika gempa bumi terjadi di suatu tempat, maka) akan terjadi pada sesar lainnya biasanya, dan akan berdampak signifikan apabila dia akan merilis gempa di sesar tersebut,” jelasnya.
Virga bahkan mencontohkan Sesar Lembang yang berada di wilayah utara Kota Bandung.
“Sesar Lembang juga memiliki potensi tersendiri. Seperti yang sudah ada kajian sebelumnya, bahwa Sesar Lembang itu memiliki potensi Magnitudo 6,5 sampai dengan 7,” ujarnya.
Seperti yang telah dipaparkan pada kegiatan SLG 2024, tambah Virga, ada beberapa sesar yang mungkin telah diakomodir dalam PuSGeN, seperti Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, Sesar Garsela, dan juga Sesar Baribis, itu memiliki potensi lebih dari Magnitudo lebih dari 6.
“Dampaknya sendiri, untuk daerah-daerah sekitarnya yang terdekat (dengan sesar tersebut) bisa berpotensi gempa dengan skala di atas 6 MMI,” katanya.
Dirga juga menambahkan, sebagai perbandingan untuk gempa bumi dengan skala MMI 6 yang dimaksud, itu seperti halnya pada kejadian gempa bumi di Sumedang.
“Dampak minimalnya, yakni seperti banyak bangunan yang non-standar bisa hancur. Sebenarnya, kalau untuk bangunan-bangunan standar, pada skala 6 MMI itu mungkin masih dalam kategori rusak ringan. Akan berbeda halnya kalau bangunan non-standar, dia bisa rusak berat,” pungkasnya. (*)