TKW Bawa Oleh-oleh Cokelat Rp1 Juta Malah Dikenai Pajak Rp9 Juta,Bea Cukai Kembali Disoroti,,Mbuh,
TRIBUNJATIM.COM – Kisah tenaga kerja wanita (TKW) bawa oleh-oleh cokelat Rp1 juta malah dikenai pajak Rp9 juta jadi sorotan.
Mengetahui kegaduhan ini, pihak Bea Cukai pun memberi penjelasan.
Tak ayal Bea Cukai kembali disorot publik.
Adapun belum lama ini viral video seorang TKW yang membeli cokelat Rp1 juta sebagai oleh-oleh namun dikenai pajak Rp9 juta.
TKW tersebut kesal diminta membayar pajak sebesar Rp9 juta setelah membawa cokelat Rp1 juta.
Pungutan pajak yang diminta oleh pihak Bea Cukai itu pun dianggap tak masuk akal.
Padahal ia hanya membeli cokelat Rp1 juta sebagai oleh-oleh.
Namun ia justru dimintai membayar pajak Rp9 juta, alias berkali-kali lipat dari harga barang yang ia beli.
Cerita ini diungkap oleh akun TikTok @ferrerfranciz.
“Beli cokelat sehrg 1 juta kena bea cukai 9jt50rb. Mbuh ra ngurus wes,” tulis akun TikTok tersebut, Selasa (7/9/2024).
Dalam unggahan video tersebut tampak sejumlah cokelat dari berbagai merek dan sebuah surat dengan stempel bertuliskan ‘urgent’.
Unggahan wanita itu pun viral di media sosial, dan mendapatkan ragam komentar dari para netizen.
Per Selasa (7/5/2023), unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 100.000 kali, disukai lebih dari 3.100 pengguna dan mendapatkan ratusan komentar.
Banyak yang bingung, mengapa bisa membeli cokelat dikenai harga pajak sebesar itu oleh Bea Cukai.
Menanggapi persoalan tersebut, Bea Cukai pun tak tinggal diam.
Mereka pun menjelaskan terkait fakta sebenarnya dari pengakuan TKW tersebut yang harus membayar pajak Rp9 juta usai beli cokelat dari luar negeri sebesar Rp1 juta.
Melalui akun TikTok @beacukairi, Kasubdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana, buka suara.
Pihaknya telah menjawab dan mengklarifikasi terkait keluhan tersebut melalui video akun TikTok resmi Bea Cukai.
“Perlu diluruskan, pemilik akun menyatakan bahwa dirinya mengirim makanan berupa cokelat senilai 1 juta rupiah dari luar negeri.”
“Namun nyatanya, selain cokelat terdapat barang lain berupa tas senilai 17 juta rupiah dalam kiriman tersebut,” ujarnya.
Hatta juga menjelaskan, terkait besarnya pungutan yang harus dibayar TKW tersebut, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor barang kiriman.
Pungutan sendiri, katanya, dikenakan dan sesuai nilai yang tertuang dalam bukti pembayaran (invoice) barang kiriman dengan resi EE844479556TW tersebut.
Tercatat ada 20 bungkus makanan senilai USD40 atau setara Rp616.160,00, dan sebuah tas senulai USD1.108 atau setara Rp17.067.632,00.
“Untuk barang kiriman berupa cokelat dikenakan tarif bea masuk sebesar 7,5 persen dan PPN 11 persen , sedangkan untuk tas dikenakan tarif bea masuk sebesar 20 persen, PPN 11 persen, dan PPh 15 persen.”
“Atas keseluruhan barang kiriman dikenakan pungutan negara sejumlah Rp8.859.000.”
“Perlu dipahami bahwa dari seluruh tagihan tersebut, juga terdapat pembayaran lain-lain yang bukan merupakan pungutan dari Bea Cukai,” jelas Hatta.
Sementara sadar videonya mendapatkan respons dari Bea Cukai, wanita tersebut kemudian memberikan klarifikasi.
Ia menyebut, jika tas yang dikirimnya tersebut merupakan barang tiruan (KW) dan invoice-nya pun palsu.
Dia pun memberikan tas dan cokelat tersebut kepada petugas Bea Cukai.
“Kepada bapak Bea Cukai yang terhormat, saya ingin klarifikasi tas saya itu tas KW.
Hanya kotaknya saja yang bagus dengan invoice palsu di dalamnya.
Itu memang kesalahan saya. Kalau bapak minat ambil aja buat bapak itu tasnya sama cokelatnya sekalian buat lebaran,” tulis wanita tersebut.
Sementara itu, pegawai Bea Cukai Ketapang Kalimantan Timur berinisial KW ditangkap atas kasus penyeludupan hewan dilindungi.
Tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) dan Balai Gakkum KLHK menangkap KW ditangkap di rumahnya di Jalan P Bandala BTN Darusalam 3, Muliabaru, Delta Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalbar, pada Rabu (24/4/2024).
Petugas juga mengamankan 566 ekor burung yang dilindungi.
Kepala Seksi I Ketapang BKADA Kalbar 1, Birawa menjelaskan bahwa penangkapan ini setelah ada laporan dari warga melalui call center.
Petugas gerak cepat dan menemukan ratusan burung yang masuk kategori satwa yang dilindungi.
Pelaku juga menggunakan rumahnya sebagai penampungan burung yang dilindungi.
Selain pegawai Bea Cukai, petugas juga menangkap satu warga yang membantu KW mengemas burung-burung tersebut.
“Dalam operasi itu kami mengamankan dua orang, yakni KWPM alias AG, yang tak lain adalah pegawai atau ASN Bea Cukai Ketapang, dan AD, rekannya,” ungkapnya.
Pegawai Bea Cukai Ketapang Kalimantan Timur berinisial KW ditangkap atas kasus penyeludupan hewan dilindungi.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, kata Birawa, KWPM merupakan pelaku pengepul atau pedagang, bahkan penyelundup satwa liar jenis burung berkicau jaringan Kalimantan-Jawa.
“Yang bersangkutan sudah lama melakukan aktivitas ini. Untuk memperdagangkan burung-burung berkicau itu, dia menggunakan group atau komunitas burung berkicau di Ketapang,” lanjutnya.
Adapun sebanyak 566 ekor burung berkicau yang terdiri dari kucica hutan, cililin, srindit melayu, empuloh ragum, cicak daun kecil, burung madu sepah raja, bentet kelabu, burung madu pengantin, kacer, sikatan bakau, sogok ontong, burung madu belukar, madu bakau, pentis raja, pentis kumbang, pelatuk, brinji bergaris, dan empuloh paruh kait.
Pelaku bersama burung sebanyak 566 ekor ini telah dibawa ke Pontianak untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
“Jika terbukti bersalah, maka pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAE),” tukasnya.
Pegawai Bea Cukai Ketapang Kalimantan Timur berinisial KW ditangkap atas kasus penyeludupan hewan dilindungi (ISTIMEWA)
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pencopotan status kepegawaian merupakan langkah menghormati proses hukum yang tengah berjalan.
“Bea Cukai mendukung secara penuh tindakan hukum yang diambil oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan,” kata Nirwala, dalam keterangan pers tertulis, Jumat (3/5/2024).
Nirwala menegaskan, Bea Cukai tidak memberikan toleransi atas perbuatan yang melanggar hukum.
“Kami juga siap bekerja sama dan bersikap kooperatif dalam penyelesaian kasus ini,” ujar Nirwala.
Nirwala menuturkan,, tindak pidana yang dilakukan pegawai tersebut bermuatan pribadi dan tidak terkait dengan tugas fungsi Bea Cukai.
Upaya yang dilakukan Bea Cukai juga sejalan dengan upaya institusi untuk terus melakukan penegakan hukum terkait implementasi Convention on International Trades on Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) guna melindungi keanekaragaman hayati Indonesia.
“Tercatat Bea Cukai melakukan penindakan CITES sebanyak 88 kasus di tahun 2022, 84 kasus di 2023, dan 27 kasus di 2024,” tutup Nirwala.